Jumat, 27 Juli 2012

Vietnam


Pada Juli 1949, beberapa saat sebelum kemenangan komunis di Cina, Liu Shaoqi, salah seorang letnan kepala Mao Zedong, membuat kunjungan rahasia ke Moskow. Selama pertemuan di Moskow, Liu dan Stalin membincangkan hubungan Moskow-Beijing dan peran Cina di masa depan. Salah satu pembahasan di dalamnya, Stalin mengusulkan bahwa Cina harus bertanggung jawab dalam membantu ‘nasional dan pergerakan revolusi demokrasi di kolonial, semi-kolonial, dan negara subordinat.[1] Ia menekankan bahwa Cina harus mengambil peranan lebih baik di Asia daripada Uni Soviet.
Visi ke depan Stalin mengenai divisi buruh antara Soviet dan orang Cina kelak terealisasi dalam kebijakan politik Soviet ke arah Republik Demokrasi Vietnam (DRV). Pada 18 Januari 1950, Komunis Cina, kurang dari tiga bulan setelah deklarasi Republik Rakyat Cina (PRC), mengumumkan pengakuannya terhadap negara DRV pada 30 Januari. Keputusan untuk membangun hubungan diplomatik dimulai dengan hubungan Soviet-DRV. Dari pengakuan Soviet dan Cina tersebut hal yang vital untuk para pemimpin Vietnam yang pada saat yang sama berada dalam peperangan melawan Perancis. Tetapi dalam waktu yang singkat, kemenangan Partai Komunis Cina (CCP) pada 1949-50 yang memberikan pengaruh kuat dalam situasi di Vietnam, karena awalnya CCP meminta bantuan rakyat Vietnam dalam perjuangannya.
Perubahan kekuatan di Cina kuat sekali dipengaruhi cara pandang Moskow terhadap kawasan Asia Tenggara, dan sebagai hasilnya, memaksa pimpinan Moskow memberikan perhatian lebih pada benua Asia. Jadi, selama dekade 1950, komunis mendapatkan kemenangan di Cina dan menjadikannya sebagai suatu negara baru yang berideologi komunis di benua Asia yang akan memberikan pengaruh yang sangat besar di masa depan sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan Soviet di Vietnam.
Dalam kerangka kebijakan luar negeri Soviet, peran Moskow di Vietnam tergolong hanya pasif pada awal-awal tahun kemerdekaan, didikte oleh hubungannya dengan Cina.Namun, kebijakan-kebijakan Soviet membuat Vietnam tergelincir secara khusus ke dalam pengaruh Cina. Kesimpulan umum adalah bahwa walaupun rendah kepentingan Soviet pada kawasan, Moskow memiliki pengaruh yang tinggi pada komunis Vietnam dan bahwa Hanoi tidak akan membuat suatu keputusan untuk melanjutkan perjuangan bersenjata untuk mereunifikasi Vietnam kecuali kalau sudah mendapat persetujuan Soviet dahulu. Kesimpulan ini dibuat ketika akses ke arah sumber utama pada sisi Soviet terlalu jauh.

Pembentukan Negara Republik Demokrasi Vietnam
DRV terbentuk pada Agustus-September 1945, setelah menyerahnya Jepang pada Perang Dunia Kedua. ‘Revolusi Agustus’, komisi revolusioner menyatakan kesetiannya pada Komunis Vietminh yang berhasil menguasai seluruh kekuatan di Vietnam dan membangun republik demokrasi baru, dengan Ho Chi Minh sebagai presidennya. Pemberontakan membawa inisiatif lokal, dengan tidak ada keterlibatan signifikan oleh Partai Komunis Cina (CCP) atau Partai Komunis Uni Soviet (CPSU). Rupanya kesuksesan Revolusi Agustus nampaknya mengejutkan seluruh dunia.
DRV mencari sekutu
Setelah Revolusi Agustus, pemimpin DRV, mulai aktif mencari sekutu. Di akhir 1940, Ho dan wakilnya mulai secara aktif mencari dukungan internasional di antara dua kekuatan dunia, yakni Uni Soviet dan Amerika Serikat. Namun tidak ada efek yang signifikan.
Sumber Soviet menjelaskan bagaimana pertemuan pertama antara pemerintah Soviet dan Vietnam pada awal musim semi 1947. Dari 23 Maret sampai 2 April pada acara Asian Relation Conference di New Delhi. Pada acara tersebut Soviet bertemu dengan Tran Van Giau, mantan Kepala Revolusi Agustus di Saigon dan Vietnam Selatan, yang memimpin delegasi Vietnam pada konferensi tersebut. Tran menjelaskan situasi bencana di Vietnam dan permintaan dari Ho Chi Minh untuk bantuan Moskow. Ia menekankan bahwa masalah utama adalah kekurangan senjata. Pemerintah Vietnam terutama sekali membutuhkan uang untuk membeli senjata Cina.
Bagaimanapun juga, Kebijakan Soviet pada tahun 1950-an difensif dan berpusat pada Eropa. Kepentingannya di Asia Tenggara sangat terbatas karena sudah ada Cina yang merupakan negara sahabat Soviet. Di kawasan Asia Tenggara, Soviet mendukung penuh kebijakan Cina yang salah satunya adalah bantuan kekuatan militer dan ekonomi kepada Vietnam Utara yang secara politik terbentuk garis kebijakan Moskow-Hanoi-Beijing.
Strategi Soviet di Asia Tenggara
Satu tahun setelah Perang Dunia Kedua, perhatian Stalin fokus pada Eropa. Hal ini terlihat normal, pemimpin Soviet lebih berkonsentrasi pada hubungannya dengan Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat dibanding yang terjadi di Indocina. Ketika peperangan antara Perancis-Vietnam pecah pada Desember 1946, Soviet tidak memerdulikannya.
Pada pidato dalam acara pendirian Communist Information Bureau (Cominform) pada September 1947 di Polandia, Andrei Zhdanov mengenalkan tesis yang disebut dengan “Dua Kamp”. Ia membagi dunia ke dalam dua kamp, imperialis di bawah Amerika Serikat dan Anti-Imperialis, sosialisme, dan damai. Dalam konteks DRV diasosiasikan dengan kamp Anti-Imperialis, dan perang Vietminh dimasukkan ‘pergerakan pembebasan nasional dari koloni dan ketergantungan’. Pidatonya tersebut merupakan suatu titik yang menentukan dalam strategi pasca PD II. Hal itu menyatakan suatu kebijakan yang menentukan oleh Stalin dan Komite Pusat CPSU dan sekiranya telah membangun persekutuan internasional selama Perang Dingin.
Dalam hal tersebut, pada Asia Conference, Zhukov bertemu dengan Tran Van Giau di New Delhi pada Maret sampai April 1947 untuk mendiskusikan situasi di Vietnam. Sebagai seorang akademisi perannya lebih sebagai penasihat dibanding pembuat kebijiakan, tetapi pandangannya terhadap kebijakan-kebijakan Soviet ke arah negara-negara koloni sangat berpengaruh pada tahun-tahun pasca-perang.
Di permukaan, masalah bagi Cina adalah pemimpin Beijing membutuhkan kontrol terhadap seluruh suplai yang dikirim ke DRV melalui perbatasan Cina. Cina meminta terutama sekali kontribusi besar terhadap penundaan kedatangan bantuan Soviet ke DRV. Penundaan tersebut menjadi jelas sekali terutama pada Maret 1956 ketika pemimpin DRV, mempercepat transfer militer ke Vietnam, khususnya meminta dengan menggunakan bantuan udara. Moskow setuju tapi Beijing menolak proposal tersebut. Kemudian diadakan pembicaraan antara Cina dan Soviet yang pada prinsipnya, Cina setuju-setuju saja dengan bantuan yang diberikan Soviet tapi mereka ‘mungkin tak menyetujui cara yang dilakukan Soviet’. Pham Van Dong juga menambahkan bahwa ia mendesak adanya negosiasi militer antara Soviet dan Cina mengenai pengangkutan senjata menggunakan kereta api. Kemudian, Moskow secara jelas berbalik haluan mengenai pandangannya bahwa harus membantu DRV untuk melawan agresi Amerika. Masalah utama sekarang adalah bagaimana menyusun bantuan yang cukup untuk DRV ketika pada saat yang sama menjaga alasan yang masuk akal untuk menjaga hubungannya dengan Cina.
Pada tahun 1965, Moscow masih bergantung kepada bantuan dari Cina untuk memenuhi janjinya kepada DRV. Masalah transportasi seperti yang digambarkan di atas. Perhatian Moskow untuk membantu DRV secara penuh hanya bisa dijalankan dengan kerjasama minimum dengan PRC. Pada saat yang sama Moskow mungkin saja masih ingin memasukkan Cina sebagai partner yang membantu rakyat Vietnam.
Menurut Gaiduk, setelah Konferensi Jenewa, Soviet berkeinginan kuat untuk ikut campur dalam permasalahan di Vietnam melalui sekutunya Cina. Dengan kata lain, membuat Cina sebagai agen Soviet di Asia. Bagaimanapun juga, akhir tahun 1950-an mendapati situasi Vietnam yang sangat sulit. Pemimpin Soviet menjanjikan bantuan militer kepada pimpinan Vietnam Selatan dalam usaha untuk mempersatukan seluruh Vietnam.
Satu tahun setelah Jenewa, Soviet fokus pada dua isu utama di Vietnam: pertama, rekonstruksi ekonomi sosial DRV, yang dalam hal ini, membangun sosialisme di Vietnam bagian selatan. Yang kedua, reunifikasi di antara dua zona di masa yang akan datang. Rakyat Vietnam diyakinkan bahwa Soviet, dan juga Cina, membentukkan suatu model yang dibutuhkan Vietnam untuk membangun negara dan ekonomi. Kemudian Soviet mengenalkan rencana tiga dan lima tahun untuk ekonomi DRV sesuai dengan model Soviet. Hal itu menjadi bukti bagaimana ideologi akan memainkan peranan sebagai bagian dari hubungan Soviet-Vietnam.
Tahap baru dalam hubungan Soviet-Vietnam dimulai tahun 1956. Kongres ke-20 Partai Komunis Soviet memberikan akibat secara langsung dan tidak langsung bagi hubungan keduanya. Efek yang paling jelas terlihat adalah direfleksikan dalam pembukaan garis kebijakan luar negeri baru Uni Soviet. Di dalamnya ditekankan kembali selama kongres, sebuah kebijakan luar negeri yang baku dengan menekankan pada ‘peaceful coexistence’ (hidup damai secara berdampingan) yang menyebabkan alasan utama di samping kebijakan Soviet yang tidak tegas pada implementasi politik berdasarkan Persetujuan Jenewa. Efek tidak langsung adalah implikasi ideologi yang membuka kesalahan-kesalahan Stalin selama kongres dan itu merefleksikan pada hubungan Sino-Soviet. Khususnya dengan hormat pada land reform dan pembetulan kesalahan kampanye, komentar dari pemimpin Lao Dong mengindikasikan kesalahan Khrushchev bahwa Stalin terinspirasi dari Komunis Vietnam kepada pemeriksaan kembali.
Keinginan pemimpin Soviet dan Komunis Vietnam adalah pembentukan Vietnam masa depan juga menyimpang. Moscow merasa puas dengan mempunyai sebuah rezim sosialis di Vietnam Utara dan tidak akan membantu Lao Dong juga bantuan itu bisa menghambat perbaikan hubungan Soviet-AS. Hanoi, di sisi lain, menyadari penyatuan nasional sebagai tujuan utama dan perlahan akan teralisasi.
Satu pondasi utama hubungan Soviet-Vietnam adalah memfungsikan hubungan ekonomi dan militer Sino-Soviet. Walaupun dengan menandatangani beberapa kesepakatan ekonomi dan militer diantara Uni Soviet dan DRV, para pemimpin Soviet cenderung untuk meninggalkan sebagian besar bantuan ke Cina. Ditutupnya hubungan di antara Soviet dan Cina di Vietnam selama paruh kedua tahun 1950-an adalah tidak tanpa masalah, tetapi sangat besar. Pertanda awal keretakan hubungan antara Moskow dan Beijing dimulai saat Ho Chi Minh membangun hubungan secara langsung dengan Uni Soviet. Hal itu membuat ia berhasil menjaga keseimbangan pengaruh yang diberikan pada kedua negara tersebut yang tengah mengalami percekcokan ideologi. Walaupun pemimpin Vietnam secara pandangan politik semakin dekat ke arah Soviet, dalam isu pertentangan ini serta konsentrasi penuh kepada masalah perjuangan Vietnam—interpretasi mengenai peaceful coexistence—mengindikansikan kesepakatan dengan Cina.[2]
Penambahan kekuatan militer dan pengaruh politik Soviet di Vietnam menggambarkan tren umum hubungan Soviet-Dunia Ketiga. Walaupun dalam teknologi persenjataan, Soviet kalah dari negara-negara Barat, penanaman bantuan ekonomi yang kuat kepada negara Dunia Ketiga membuatnya berhasil dalam mentransfer pengaruh politik. Pengaruh ini sangat terlihat pada Vietnam, dimana negara tersebut sangat bergantung dalam bidang ekonomi dan militer kepada Soviet. Suplai senjata menjadi instrumen dalam pembangunan ekonomi yang kuat dalam hubungan kedua negara tersebut. Hal ini terlihat ketika Vietnam masuk dalam organisasi COMECON pada tahun 1978. Organisasi bentukan Soviet yang membantu negara berkembang dalam blok Soviet. Organisasi yang dibuat Stalin pada tahun 1949 dalam menyaingi Marshall Plan bentukan Amerika.
Baru pada masa pemerintahan Gorbachev, Soviet merestrukturisasi hubungannya dengan Vietnam. Normalisasi hubungan Sino-Soviet dan Soviet-Amerika merupakan pemikiran baru politik Soviet.

Daftar pustaka
Olsen, Mari. 2006. Soviet-Vietnam Relations and The Role of China, 1949-64. New York: Routledge.
Kelemen, Paul. 1984. Soviet Strategy in Southeast Asia: The Vietnam Factor. University of California Press.


[1] Mari Olsen. Soviet-Vietnam Relations and The Role of China, 1949-64. (2006: )
[2] Paul Keleman. Soviet Strategy in Southeast Asia: The Vietnam Factor. (1984: hal. 336)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar