Jumat, 27 Juli 2012

Kapita Selekta Sejarah Indonesia-Jepang


UJIAN AKHIR SEMESTER KAPSEL B
ILMU SEJARAH UI
MUHAMMAD RIDHO RACHMAN, 0806343973

1.      Jelaskan dinamika hubungan Indonesia-Jepang yang terjalin sejak akhir abad ke-19 M hingga pertengahan tahun 1970-an!
Hubungan Indonesia-Jepang telah terlacak jauh sebelum kemerdekaan Indonesia Agustus 1945. Dalam hubungan ini orang-orang Jepang lebih berperan aktif—Indonesia hanya aktor pasif—khususnya dalam hubungan awal sejak akhir abad ke-19 M. Dalam rentang waktu selama lebih dari satu abad ini, motif ekonomi adalah alasan utama kerjasama kedua negara Asia tersebut. Barulah menjelang akhir paruh pertama abad ke-20 motif politik (ekspansi) mulai timbul dengan kepercayaan diri yang dimiliki Jepang yang saat itu sedang maju sangat pesat, khususnya dalam bidang industri dan militernya.
Dalam konteks indonesia masih Hindia Belanda, hubungan terjalin antara orang-orang Belanda dengan Jepang adalah sebatas hubungan perdagangan. Pada masa sebelum abad kaisar Meiji memimpin, Jepang dengan Politik negara Isolasi (sakoku) menerapkan kebijakan hanya melakukan hubungan dagang dengan VOC yang merupakan kongsi dagang swasta Belanda. Pulau Deshima pada masa itu ditempatkan sebagai pulau transit Belanda di Jepang. Barang-barang dagangan dibongkar muat di pulau tersebut.
Pandangan Kaisar Meiji (1862—1912) yang terbuka terhadap dunia Barat merupakan dasar dari berbagai perubahan yang dibawanya. Ia melihat pesatnya kemajuan bangsa Barat dalam bidang teknologi dan persenjataan dan di sisi lain mulai mundurnya kekaisaran Cina yang telah berkuasa selama berabad-abad yang telah dijadikan selama ini. Dari sana lah, modernisasi Jepang berawal dan pada perkembangannya memberikan pengaruh besar bagi Indonesia sekarang ini.
Hubungan Indonesia-Jepang di tanah Hindia Belanda pada konteks itu, diawali dengan kedatangan imigran ilegal yang tidak terorganisir yang disebut dengan kimin (Shiraishi, 1998: 4). Kepergian para kimin tersebut diakui oleh Kaisar pada bulan April 1896 (Pangastoeti, 2009: 138) karena memang pada masa itu Jepang lebih konsen pada kepentingan kemajuan teknologi industri dan menelantarkan rakyatnya. Jelas alasan perbaikan ekonomi lah yang menjadi alasan utama eksodus warga Jepang, khususnya orang-orang dari Pulau Kyushu yang gersang, ke berbagai penjuru dunia.
Para kimin ini sebagaian besar adalah perempuan. Di Indonesia, pada tahun 1897 terdapat 125 orang Jepang yang terdiri dari 25 laki-laki dan 100 perempuan. Sementara itu, menurut survei dari Konsulat Jepang di Indonesia pada tahun 1909 terdapat 782 orang Jepang, 56% adalah perempuan (Hiroshi, 1992: 19—20). Mereka terlibat dalam aktivitas pertanian, perikanan, perdagangan, dan juga dalah improper trades seperti pelacuran dan usaha rumah-rumah bordil (Pangastoeti, 2009: 139). Kehadiran pelacur-pelacur yang datang dari Jepang (karayuki-san) merupakan dinamika sosial tersendiri dalam hubungan Indonesia-Jepang awal.
Lahirnya Jepang sebagai kekuatan perang sejajar dengan bangsa-bangsa Barat merupakan kesuksesan yang telah dicapai oleh Jepang itu sendiri. Kalangan militer secara struktural masuk dalam birokrat pemerintahan sehingga arah kebijakan semakin cenderung militer nasionalis yang lebih mengarah ultranasionalis. Untuk tujuan ini pemerintah menggalakan politik “ekspansi ke selatan” untuk mencari wilayah penghasil minyak, sebagai sumber penting pendukung perang. Sejak paruh keduan tahun 1910-an, armada laut Jepang telah mengimpor minyak dari Tarakan Borneo (Goto, 1997: 8)
Hubungan Indonesia-Jepang pada tahun 1930-an semankin terlihat intesif terutama dalam hubungan ekonomi dan industri. Muncullah para pengusaha besar Jepang yang sukses menanamkan saham di Indonesia seperti Mitsui, Mitsubishi, dan Sumitomo. Para pengusaha besar itu melakukan ekspansi usaha dengan mendirikan cabang-cabangnya di Indonesia. Kegiatan ekspansi pengusaha sangat didukung oleh pemerintah Jepang. Bantuan keuangan besar ditawarkan untuk para pengusaha, tercatat bahwa Bank of Taiwan dan Yokohama Specie Bank yang didirikan karena adanya perdagangan gula dengan orang Jepang (Shiraishi, 1998:12). Pada masa ini berbagai pengusaha kecil dan besar berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia.
Desember 1942, Jepang menggertak dunia dengan penyerangan terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbour. Tanpa menunggu reaksi Jepang terus merangsek masuk kedalam wilayah kekuasaaan blok AS salah satunya ke Indonesia melalui Tarakan, 11 Januari 1942 (Poesponegoro, 1984: 1) untuk menguasai ladang minyak besar yang dikuasai oleh Inggris. Selanjutnya dengan cepat, Belanda dapat dipaksa menyerah dan meninggalkan Indonesia. Mulailah saat itu, Indonesia berada dalam pendudukan Jepang.
Awal kedatangannya, Jepang menyebarkan propaganda dengan menyebut         epang adalah saudara tua Indonesia. Paham propaganda bermaksud untuk mengambil hati rakyat Indonesia agar mendukung Jepang dalam Perang Pasifik. Berbagai macam propaganda dalam bidang politik, ekonomi, militer, pendidikan, dan kebudayaan dilancarkan. Pada masa ini, hubungan Indonesia-Jepang masuk dalam tataran politik—selain pula ekonomi. Jepang menduduki Indonesia lalu mengatur sistem pemerintahan dan mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia.
Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II dan kemerdekaan Indonesia merupakan masa renggangnya hubungan antardua negara tersebut. Ambisi ekspansi Jepang terhenti dan sibuk dengan masa perbaikan setelah kehancuran negara besar-besaran akibat perang. Arah kebijakan beralih menjadi nonmiliter (fokus pada rehabilitasi) sebagai usaha membangun kembali negara. Maksud Jepang mendapat bantuan besar dari Amerika. Motif Amerika membantu Jepang bisa dipastikan untuk menjadikan Jepang sebagai agen AS membendung paham komunisme di Asia Tenggara.
Hubungan Indonesia-Jepang kembali dijalin ketika Jepang diikutsertakan AS dalam Konferensi San Fransisco tahun 1951. Pertemuan yang membahas masalah pampasan perang Jepang terhadap negara-negara pada masa Perang Pasifik, tak terkecuali ganti rugi perang terhadap Indonesia. Walaupun dalam proses pelobian yang bersebrangan ini, hubungan Indonesia-Jepang terjalin dengan intens.
Pakta perdamaian dan perjanjian pampasan antara Jepang dan Indonesia ditandatangani pada 20 Januari 1958 dan hubungan diplomatik secara resmi dimulai pada 15 April (Nishihara, 1994: 52). Perundingan ini merupakan perundingan terlama Jepang mengenai masalah pampasan perang hal ini terkait dengan banyaknya konstelasi dan tarik ulur politik di negara Indonesia sendiri karena sangat membutuhkan pasokan bantuan. Pada Desember 1957, disusun Memorandum Kobayashi-Djuanda yang isinya bahwa rampasan Jepang akan berjumlah $230 juta selama 12 tahun. Di tahun 1958 memorandum tersebut akhirnya disetuji oleh pemerintahan Jepang dan akhirnya diratifikasi ditukar di Tokyo pada 15 April 1958. Pada hari itu. Jepang dan Indonesia secara resmi melakukan hubungan diplomatik.
Pergantian rezim dari pemerintahan Soekarno kepada presiden Soehato meninggalkan kekacauan ekonomi yang parah.  Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan yang sangat cepat dan radikal demi menyelamakan negara yang diambang kehancuran, menurut Widjojo Nitisastro. Menurutnya, dibutuhkan bantuan pendanaan lain untuk pembaikan dan pembangunan ekonomi, oleh karena itu menurut tim yang dibuat oleh Soeharto, “Mafia Berkeley” menyarankan untuk menerima bantuan Luar Negeri dalam bentuk pinjaman baik dari IMF, World Bank maupun IGGI yang salah satu anggotanya adalah Jepang.
Isu ketergantungan pada kekuatan ekonomi asing yang berasal dari modal besar Amerika Serikat dan Jepang berkembang di kalangan mahasiswa. Tokoh peritiwa kekacaun yang dikenal dengan Peristiwa Malari, Hariman Siregar, mengatakan dengan bergantung pada modal asing tersebut maka negara akan terjerumus dalam “jerat” ekonomi negara-negara pemodal besar tersebut dengan perangkap “persyaratan” bantuan, dan kemungkinan juga masih adanya senimen anti Jepang akibat pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia II. Oleh karena, momen kedatangan Perdana Menteri Tanaka ke Jakarta malah di sambut dengan demonstrasi, cemoohan, pengrusakan terutama barang-barang yang bermerek Jepang.
Puncak dari keadaan ini adalah terjadinya Peristiwa Malari atau Malapetaka Januari tahun 1974. Peristiwa yang memaksa Pemerintah Indonesia mengambil berbagai tindakan guna menstabilkan situasi dan kondisi salah satunya dikeluarkannya peraturan baru pada tanggal 22 Januari 1974 tentang Penanaman Modal Asing (PMA).


2.      A. aspek apa yang paling tampak mendominasi hubungan kedua negara tersebut? mengapa?
Dalam hubungan panjang Indonesia-Jepang memang mengandung berbagai polemik yang bergejolak. Di awal hubungan pada abad ke-18, motif ekonomi yang menghubungkan orang-orang di antara kedua negara tersebut. Dalam tulisan Shiraishi diceritakan, golongan kimin yang katakan sebagai golongan pertama migrasi Jepang ke Indonesia, datang untuk mencari harapan hidup di tempat lain karena di negaranya kemiskinan melanda sebagian golongan yang berada dalam kelas sosial bawah, petani. Para kimin sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang kelontong atau pedagang keliling di berbagai kota besar di Indonesia pada masa itu.
Kemudian, mulai berdatangannya pengusaha-pengusaha besar Jepang yang mendirikan cabang-cabag perusahaan di Indonesia karena melihat SDA dan SMA yang sangat potensial. Shiraishi mengatakan pemerintah sangat mendukung pihak swastanya untuk ekspansi usaha keluar, salah satu dengan mendirikan bank-bank di Indonesia untuk memudahkan pemberian pinjaman kepada pengusaha-pengusaha Jepang di Indonesia.
Selanjutnya, modernisasi besar-besaran dalam bidang teknologi dan militer membuat kebutuhan akan sumber minyak menjadi prioritas penting bagi Jepang. Arah orientasi ini sudah terlihat pada masa Kaisar Meiji kemudian pada masa Taisho muncul golongan militer revolusioner yang menanamkan faham superioritas bangsa dan Ultranasionalisme Jepang. Mulailah ambisi ekspansi berkobar dalam orang-orang Jepang.
Goto mengatakan, keterbatasan pasokan minyak reguler tidak bisa memenuhi pesatnya perkembangan militer Jepang. Armada laut mulai melirik wilayah selatan, Indonesia, untuk mencari sumber minyak baru dengan cara pendudukan paksa dan eksploitasi. Dari sana lah hubungan Indonesia-Jepang masuk dalam hubungan sebagai kolonialisme. Terlihat dari peristiwa ini, aspek ekonomi ditunggangi kepentingan politik untuk ambisi Jepang dalam memenangkan Perang Pasifik. Dari sisi ekonomi, Jepang mengeruk habis sumber daya alam dan dari sisi politik, Jepang meminta dukungan Indonesia dalam menjadikan Asia berada sejajar dengan bangsa Barat di bawah pimpinan bangsa Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, dalam buku SNI VI, indoktrinasi yang diterapkan Jepang di Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, militer, pendidikan, dan kebudayaan. Semua jelas ditujukan untuk kepentingan Jepang semata.
Pada masa selanjutnya, ketika Indonesia telah merdeka, baru lah Indonesia mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam menjalin hubungan dengan Jepang. Posisi Jepang sebagai negara maju dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk membantu perekonomian. Terutama dengan membawa isu-isu ganti rugi atas kesengsaraan yang telah diciptakan Jepang di Indonesia.
Dari sisi Jepang, membantu Indonesia berarti mengembangkan perekonomian bangsanya. Terlebih Indonesia sangat potensial dari sisi SDA maupun SDM-nya. Berbagai bantuan yang diberikan Jepang pada hakikatnya malah menguntungkan Jepang karena pinjaman yang diberikan untuk pembangunan berbagai proyek harus menggunakan produk industri Jepang. Maka dari itu, pinjaman yang berikan seperti tidak ada habis-habisnya. Telebih bangsa Indonesia harus bolak-balik meminjam karena bangkitnya ekonomi bangsa sangat lamban.

B. apa manfaat dan kerugiannya bagi Indonesia?
Dalam hubungan bilateral Indonesia-Jepang selama ini tentu tidak semua membawa keuntungan bagi Indonesia. Malah bisa dikatakan keuntungan lebih banyak didapatkan oleh Jepang. Berikut akan dipaparkan keuntungan dan kerugian hubungan Indonesia-Jepang bagi Indonesia.
Keuntungan bagi Indonesia yang paling utama adalah keuntungan dari segi ekonomi. Pada dasarnya ketidakmampuan Indonesia dalam memaksimalkan berbagai potensi yang dimiliki memang sangat logis ketika ada pihak luar yang ingin membantu dengan sistem kerjasama. Jepang dalam hal ini sejak awal kedatangan orang-orang kimin telah menggerakkkan ekonomi masyarakat di tingat bawah. Kemudian cabang-cabang perusahaan yang milik daibatsu Jepang yang didirikan di Indonesia telah membantu Indonesia dalam mengelola sumber daya yang dimiliki Indonesia. Masyarakat Indonesia pun ikut direkrut dalam perusahaan yang didirikan oleh orang-orang Jepang tersebut. Namun, permasalahannya adalah apakah keuntungan yang didapat Indonesia itu sebanding dengan sumber daya yang telah dikeluarkan.
Kemudian pada masa kemerdekaan, Indonesia memanfatkan perjanjian pampasan perang dengan Jepang dalam membangun berbagai proyek industri dan infrastruktur di Indonesia. Namun, nominal ganti rugi yang diberikan sebenarnya meringankan bagi bangsa Jepang karena berbagai barang-barang industrinya didatangkan dari Jepang.
pada masa Soeharto diambil kebijakan pembukaan keran investasi asing dengan latar belakang kajian yang mendalam oleh para ekonom bangsa dalam menyikapi kekacauan ekonomi bangsa. Namun, peristiwa Malari yang pada 1973 merupakan titik nadir kembali hubungan Indonesia-Jepang dengan pengerusakan berbagai aset asing, terutama Jepang, di Jakarta. Sampai sekarang, bantuan pinjaman luar negeri dari Jepang terus diberikan kepada Indonesia yang bantuan tersebut merupakan kebutuhan. Namun perlu pula berhati-hati dengan motif di balik bantuan pinjaman yang diberiakan oleh pihak luar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar