Jumat, 27 Juli 2012

Buruh Bergerak: Dinamika Gerakan Buruh di Serang


Sejarah Gerakan Buruh di Serang
Tahun 2000 adalah awal dari berbagai masalah dan perselisihan yang terjadi di antara buruh dan pengusaha di tanah Serang. Pada 21 Februari 2000 insiden pertama terjadi di PT. Pelita Enamel Ware Industri (PT. PLE). Pada saat itu buruh PT. PLE sedang melakukan mogok kerja dengan tuntutan agar pengusaha mengakui keberadaan serikat pekerja di PT. PLE; membayar uang makan dan transportasi yang sudah dijanjikan; memberikan cuti hamil dan melahirkan; membayar uang lembur serta mengikutsertakan buruh-buruhnya dalam program Jamsostek.[1] Perusahaan ternyata tidak mengabulkan tuntutan mereka, dan bahkan telah ada anggota Brimob yang didatangkan guna membubarkan massa buruh. Dalam kericuhan yang terjadi, satu orang buruh perempuan tertembak. Insiden penembakan inipun kemudian dilaporkan ke Komnas HAM oleh Paguyuban Buruh Bangkit (PBB). Pelaporan tersebut kemudian direspon oleh pengusaha dengan melakukan intimidasi fisik terhadap pengurus Serikat Pekerja PT. PLE melalui sejumlah orang bayaran. Sebagai tindak pengamanan kemudian kantor sekretariat PBB dipindah dan namanya diubah menjadi Forum Solidaritas Buruh Serang (FORSOL BUSER).
            Setelah insiden pertama yang terjadi di Februari 2000 pengurus Serikat Pekerja PT. PLE mendapat kekerasan fisik dan diawasi sampai ke rumah mereka oleh orang bayaran perusahaan. Teror tersebut mendorong sebagian pengurus Serikat Pekerja PT. PLE untuk mengundurkan diri. Kekerasan dalam hubungan industrial tidak hanya terjadi di PT. PLE. Salah satunya dialami oleh Ketua DPC SP TSK Serang pada 21 Maret 2001 yang dibacok kepalanya dua kali dan mendapatkan 17 jahitan pada di telapak kaki kiri dan kanan.[2] Sampai dengan bulan Juni 2000 tindak kekerasan yang dialami oleh buruh PT. PLE yang diterima sebagai respon pengusaha terhadap sejumlah tuntutan buruh. Dalam berbagai konfrontasi antara buruh PT. PLE dengan orang bayaran yang dipekerjakan oleh pengusaha tidak ada usaha pengamanan dan perlindungan dari petugas keamanan yang sedang bertugas saat itu.
            Peran FORSOL BUSER sebagai motor pergerakan buruh PT. PLE bukan tanpa resiko. Serangan dan tindak kekerasan selanjutnya juga dialami oleh pengurus FORSOS BUSER. Tidak sedikit dari pengurus FORSOL BUSER yang kemudian mengundurkan diri atau bahkan memilih pulang kampung. FORSOL BUSER ini sendiri sebenarnya adalah sebuah organisasi informal, forum, yang memiliki keanggotaan terbuka. Artinya siapa saja, dari serikat buruh atau serikat pekerja manapun dapat bergabung dalam FORSOL BUSER tanpa diikat oleh aturan seperti AD/ART.[3] Hal ini dilakukan karena pada saat itu masih ada kekhawatiran dari serikat buruh (SB) atau serikat pekerja (SP) lain bahwa FORSOL BUSER akan merebut anggota mereka. Strategi tersebut membuahkan hasil. Tidak hanya jumlah anggota FORSOL BUSER yang bertambah tetapi mereka juga kemudian memberikan inspirasi kepada SB/SP dimana mereka berafiliasi untuk memiliki komitmen perjuangan yang selaras dengan FORSOL BUSER. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan itu diawali dari individu dimana merekalah yang kemudian mengubah warna dalam internal organisasinya. Kegiatan FORSOL BUSER tidak hanya ditujukan pada anggotanya saja tetapi juga kepada keluarga anggota dimana terdapat kegiatan seperti pemberian materi ketenagakerjaan, kursus bahasa Inggris dan bimbingan belajar.[4] Dibawah kepengurusan Chaerudin Shaleh, pada tahun 2002, FORSOL BUSER berubah nama menjadi FSBS. Agenda FSBS pada saat itu adalah mengangkat isu tentang kriminalitas kasus perburuhan ke permukaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepekaan seluruh anggota FSBS tentang terjadinya kriminalitas kasus perburuhan serta tentang pola terjadinya dan pihak yang terlibat. Selain itu juga untuk meningkatkan kesadaran berbagai pihak tentang terjadinya kriminalitas kasus perburuhan serta dampaknya dari kriminalitas kasus perburuhan tersebut dan berbagai aspeknya.[5] Kriminalitas kasus perburuhan nyata terjadi. Tidak hanya adanya tenaga bayaran yang dipakai oleh pengusaha untuk mengintimidasi pihak buruh tetapi juga adanya intimidasi dari sejumlah pihak kepada perusahaan untuk mempekerjakan orang-orang yang tidak kompeten dimana hal ini tentunya akan berujung kerugian bagi pengusaha. Dampaknya adalah tidak tumbuhnya budaya interaksi yang sehat antara buruh dan pengusaha.[6] Konflik yang terus menerus terjadi juga akan mempengaruhi prospek investasi di wilayah Serang. Disisi lain, konflik yang berkelanjutan semakin merekatkan solidaritas antara buruh dan menjadi dasar bagi SB/SP yang ada untuk melakukan advokasi pada konflik-konflik buruh yang terjadi. Akan tetapi, kekhawatiran sejumlah SB/SP bahwa FSBS akan berubah menjadi serikat pekerja dan merebut anggota mereka mengakibatkan lumpuhnya FSBS.
            Pada tahun 2005 besarnya UMK yang dinilai sangat rendah mendorong kalangan pekerja memiliki perasaan senasib dan melakukan konsolidasi untuk melakukan perjuangan bersama. FSBS bangkit kembali sebagai wadah perjuangan buruh di Serang. Tidak jarang pemikiran yang muncul dalam diskusi di FSBS dibawa anggota ke SB/SP tempat mereka berafiliasi dan selanjutnya menginspirasi SB/SP tersebut. Pada tahun 2008 FSBS berhasil memperjuangkan nasib buruh Serang dengan mendorong Pemkab Serang untuk membuat Perda Ketenagakerjaan untuk melindungi buruh kontrak dan outsourcing dari ketidakadilan hubungan industrial.[7] Hal ini sesuai dengan tema besar Program Kerja FSBS tahun 2008 yaitu “Memperkuat Posisi Tawar Organisasi Buruh Dalam Mengantisipasi Dampak Labour Market Flexibility”. Pada tahun 2009 FSBS mengusung tema “Membangun Tradisi Politik Demokratis Sebagai Upaya Dalam Memperjuangkan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya”. Tidak hanya pergantian tema program kerja yang terus berubah. FSBS juga membentuk kepengurusan yang heterogen dengan pembagian kerja yang jelas sehingga FSBS dapat lebih tertata. Selain itu, FSBS juga melibatkan aktivis SB/SP di tingkat basis (PUK) agar dapat menjaring aspirasi dari ‘arus bawah’. Dalam perkembangannya FSBS juga melakukan serangkaian kegiatan seperti pendataan/riset, kampanye isu ketenagakerjaan, rapat organisasi, serta peningkatan kapasitas organisasi. Harapannya dengan demikian FSBS dapat menjadi wadah perjuangan buruh yang efektif dan optimal.

Mobilisasi dan Sumberdaya
Teori mobilisasi sumberdaya merupakan upaya kelompok untuk mengumpulkan berbagai sumberdaya, baik material maupun non-material dengan menempatkannya dalam kendali kelompok tersebut, dengan tujuan untuk mencapai tujuan kelompok. Dalam kaitannya tersebut, teori mobilisasi sumberdaya membutuhkan adanya taktik, strategi, dsb dari aktor dan konteksnya mendukung, yaitu konteks organisasi dan konteks sistem politik. Seperti yang terlihat dalam kasus di Serang. Dimana dalam kasus tersebut terdapat serangkaian kekerasan yang terjadi terhadap pengurus SP/SB. Pada saat itu, tepat tanggal 16 hingga 19 Juni 2000 terdapat desakan terhadap pengurus agar mereka mampu untuk menepati janji mereka untuk tidak lagi melakukan intimidasi terhadap pengurus serikat pekerja serta menekan mereka agar mengundurkan diri dari perusahaan oleh para preman yang didukung oleh pihak aparat serta wartawan Bantani pos. Selain itu pun dijelaskan bahwa pada awal era 2000-an, banyak sekali kekerasan yang terjadi di Serang. Yang berawal dari kasus Marsinah hingga adanya percobaan pembunuhan serta kasus penyerangan terhadap buruh PT Kadera, Pulogadung. Dari kasus tersebut, memperlihatkan adanya perebutan sumberdaya, seperti hukum yang ada tidak dapat ditegakkan, aturan yang berlaku di perusahaan tidak lagi merupakan aturan hukum melainkan aturan yang diistilahkan sebagai aturan tangan besi. Sehingga mengakibatkan tidak berhasilnya mobilisasi sumberdaya karena banyak sekali aktor-aktor yang berperan di dalamnya tidak memiliki sebuah strategi untuk melakukan suatu perlindungan dan kepastian terhadap hak-hak buruh. Dari adanya kasus tersebut apabila terus dibiarkan tidak hanya akan merugikan masyarakat secara luas, namun akan mendorong terbentuknya aktor-aktor (masyarakat) yang anarkis.
Dari kasus mengenai Serang tersebut, maka disini akan lebih mengarah pada salah satu pendekatan yang terdapat dalam teori mobilisasi sumberdaya, yaitu mengenai interaksi politik. Dimana interaksi politik itu sendiri lebih menjelaskan mengenai kepemilikan organisasi akan jaringan, baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal yang akan dimanfaatkan secara luas untuk kepentingan organisasi. Dalam artikel, terlihat bahwa sejak pasca terjadinya kasus yang menimpa pengurus SP/SB, disini terbentuk suatu solidaritas yang justru dengan munculnya kekerasan yang ada membuat mereka terus berjuang untuk semakin memperkuat jaringan mereka melalui sebuah barisan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS). Sejak terbentuknya FSBS tersebut, menjadikan strategi yang mereka gunakan berhasil, dan banyak dari aktor-aktor (masyarakat) yang bergabung di dalamnya untuk memberikan inspirasi mereka kepada serikat pekerja/serikat buruh dalam memperjuangkan kesejahteraan pekerja/buruh serta keluarga mereka melalui FSBS yang diharapkan dapat memberikan motivasi bagi organisasi internal yang telah mereka bangun. Mereka beranggapan bahwa sebuah perubahan akan terjadi apabila dalam masing-masing aktivis di dalamnya dapat berkerjasama untuk menciptakan suatu perubahan. Karena aktivis buruhlah yang menjadi nyawa dalam menggerakkan organisasi tersebut.
Menjadi dasar bahwa kasus yang terjadi di Serang menunjukkan adanya faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilisasi sumberdaya. Hal ini terbukti dari terbentuknya organisasi dalam FSBS yang  merupakan salah satu bukti adanya kepemilikan jaringan dan kekuatan internal yang berusaha untuk meningkatkan kepekaan semua anggota FSBS mengenai terjadinya kriminalitas kasus perburuhan di Serang. Hal ini juga didukung oleh adanya peningkatan akan kesadaran berbagai pihak untuk melihat dampak tersebut sebagai dampak negatif maupun positif FSBS, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sebagai sebuah aspek yang tetap harus ditangani bersama sebagai kekuatan internal setiap anggotanya. Selanjutnya dalam pembentukkannya pun, hal ini dapat dilihat sebagai sebuah motor penggerak untuk menyusun strategi organisasi dan mobilisasi anggotanya dalam hal leadership. Dimana pada tanggal 14 April 2011 terlihat adanya upaya dalam FSBS untuk melepaskan diri mereka dari konflik horizontal dan kekerasan yang terjadi di dalam gerakan buruh Serang. Sebagai bukti bahwa anggota-anggota yang tergabung di dalam FSBS berusaha untuk bagaimana bersama-sama mengantisipasi adanya kemungkinan akan meluasnya kejadian yang serupa di wilayah lain. Hal serupa juga dilakukan oleh FSBS sebagai strategi mereka untuk membentuk struktur kesempatan politik, yaitu dalam mengoptimalisasikan jaringan Serang Barat. Mengingat bahwa hampir sebagian besar gerakan buruh yang muncul merupakan gerakan buruh yang berada di Serang Timur. Selanjutnya FSBS juga berusaha untuk melibatkan perempuan dalam setiap kegiatan FSBS karena pada saat ini, sejak terjadinya kasus Marsinah seakan-akan keterlibatan buruh perempuan dalam FSBS dianggap kurang aktif. Sehingga dalam struktur kesempatan politiknya, FSBS berusaha untuk memberikan ruang diskusi sebesar 70% bagi buruh perempuan di Serang-Banten dan 30% bagi buruh laki-laki.  Pada sistem politiknya, disini FSBS mencoba untuk menggunakan sistem otonomi untuk membahas mengenai rancangan peraturan daerah dengan melibatkan kaum/wakil yang tergabung dalam kelompok buruh dalam mendorong adanya ketetapan UMR provinsi Serang-Banten. Mengingat bahwa dalam bidang pekerjaannya, banyak dari pekerjaan yang buruh wilayah Serang lakukan merupakan pekerjaan yang memiliki resiko keselamatan kerja minim.

Organisasi dan Jaringan
Organisasi dalam kasus FSBS dilihat melalui perubahan struktur organisasi dimana Fungsi terbentuknya organisasi dalam jaringan sosial ini adalah menjamin kesinambungan identitas kolektif dan tindakan, mengumpulkan sumber daya dari lingkungan, mengelola dan mnegkoordinir sumbangan-sumbangan dan memilih dan menggatikan anggota yang ada sebelumnya. Struktur organisasi tersebut dipengaruhi oleh struktur yang sudah ada sebelumnya, warisan dan gagasan yang muncul, hambatan dan fasilitas yang ada. Hal ini dilihat dari pada awal pembentukan FSBS mempunyai tujuan untuk membantu penanganan kasus perburuhan, melahirkan serikat buruh bagu perusahaan yang belum memiliki serikat buruh, juga memiliki cita-cita untuk mempersatukan serikat pekerja/serikat buruh di Kabupaten Serang. Walaupun kadang mencuat isu untuk mengganti nama FSBS menjadi beberapa nama atau mengubah gerakan tersebut menjadi gerakan formal. Tetapi, FSBS tetap teguh pada struktur sebelumnya menjadi organisasi informal yang longgar.
Organisasi ini dalam mengumpulkan, mengelola dan mengkoordinir sumberdaya bersifat longgar karena bentuknya hanya kelompok kecil yang informal. Jika menjadi kelompok kecil dan informal, FSBS tidak membutuhkan status formal. FSBS juga tidak dianggap pesaing oleh (federasi) serikat buruh lain. Keanggotaan FSBS juga akan longgar, entah buruh biasa atau pengurus PUK bisa menjadi anggota. Struktur kepengurusan organisasi ini berganti periode dengan menjalankanfunsi dan program yang belum terselesaikan, karena sifatnya yang informal dan hanya berbentuk kelompok kecil maka pengurus juga tidak perlu terlalu besar. Yang penting, fungsi-fungsi yang perlu untuk mencapai cita-cita forum berjalan dengan baik.
Jaringan sosial dalam gerakan ini Jaringan sosial mempengaruhi partisipasi dalam tindakan kolektif dan menciptkan kecendrungan untuk aksi serta jaringan mempenagruhi keputusan untuk mobilisasi. . Jaringan sosial bukan hanya menjadi fasilitator tapi juga produk dari tindakan kolektif.
Hal ini dilihat beberpa kali FSBS memperjuangkan nasib ketidakadilan buruh seperti kenaikan UMR buruh di Serang karena perbandingan UMR di serang lebih kecil dibanding di wilayah Jabotabek dan Buruh di serang lebih rentan akan resiko keselamatan kerja. Aksi premanisme yang disewa oleh pemilik perusahaan agar buruh tidak dapat meminta haknya dan menerima kebijakan apasaja yang diberikan oleh perusahaan sekalipun itu merugikan mereka.
Jaringan sosial itu dibangun melalui hubungan keluarga, lingkar pertemanan, pribadi dan kolega. Dalam kasus ini jaringan sosial pada FSBS di bentuk melalui beberapa Serikat Pekerja atau Serikat Buruh  yang berbeda di Serang (SP/SB) dan tergabung semua dalam suatu forum yaitu FSBS. Jaringan sosial adalah sumber rekruitment utama dari tindakan kolektif. Anggota FSBS terbentuk melalui jaringan-jaringan antara sesama SP/SB yang berbeda kemudian mereka memiliki satu tindakan kolektif yang sama memiliki perasaan senasib dan besama-sama melakukan konsolidasi untuk memperjuangkan kepentingan buruh. Jaringan sosial informal yang intensif membentuk subkultur oposisional dan menjaga identitas kolektif untuk selalu dapat diaktifkan kala di perlukan. Jaringan sosial tersebut juga terliha pada FSBS dimana jaringan-jaringan itu tetap menjaga keutuhan FSBS sesuai dengan tujuan awalnya.

Framing
Adapun masalah Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS), awalnya muncul ketika para buruh PT PLE pada tanggal 9 Februari 2000 meminta pengusaha untuk mengakui keberadaan serikat pekerja di PT PLE, membayar uang makan dan transportasi yang telah dijanjikan, memberikan cuti hamil dan melahirkan, membayar upah lembur serta mengikutsertakan buruh- buruhnya dalam program jamsostek.[8] Ketika para buruh datang ke pabrik untuk meminta upah yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh pengusaha untuk dibagikan, ternyata yang didapat adalah kekecewaan karena ternyata pembayaran upah yang seharusnya diberikan pada hari itu ditunda. Isu awal yang muncul adalah masalah upah yang belum juga dapat diselesaikan.
Kekecewaan yang muncul dihati para buruh menyebabkan para buruh kemudia memaksa masuk menuju kantor perusahaan untuk bertemu dengan pemilik perusahaan, namun sejumlah aparat keamanan sudah memblokir jalan masuk kantor sehingga para buruh memilih untuk mundur. Mengetahui massa di luar pagar semakin banyak karena terdapat masyarakat sekitar yang berkumpul melihat kejadian tersebut, aparat melempar gas air mata ke arah kurumunan yang kemusian terdengar suara tembakan yang ternyata seorang buruh perempuan roboh tertembak. Menyadari tuntutannya dijawab dengan senjata, buruh PT PLE, melalui paguyuban Buruh Bangkit (PBB) mengadukan permasalahan ini ke Komnas HAM.[9] Menanggapi pelaporan ke Komnas HAM, pihak penguasa merasa kurang nyaman sehingga menggunakan jago pukul bayaran untuk melakukan intimidasi secara fisik terhadap pengurus Serikat Pekerja PT PLE, bahkan diawasi sampai ke rumah mereka oleh orang- orang bayaran perusahaan. Akibatnya, muncul ketidak adanya perlindungan dan kepastian terhadap hak- hak buruh.
Dampak terhadap isu mengenai kriminalitas pada kasus perburuhan PT PLE yaitu tidak tumbuhnya budaya interaksi yang sehat antara pengusaha dan buruh. Kapan pun dan di mana pun, serikat buruh akan terus berusaha untuk memperjuangkan hak dan kepentingan mereka, berhadapan dengan berbagai kebijakan dan tindakan yang sewenang- wenang. Kenyataannya adalah sudah banyak serikat buruh yang ditekan bahkan dihabisi yang kebanyakan pelakunya adalah pihak perusahaan itu sendiri. Isu sebenarnya adalah pihak penguasa yang tidak menepati janji yang telah disepakati dengan pengurus serikat buruh. Akan tetapi isu ini malah berbelok menjadi pertentangan antara buruh melawan penduduk karena seringkali orang- orang yang dipesan perusahaan tersebut adalah penduduk sekitar pabrik.[10] Akibat tidak tumbuhnya budaya interaksi yang sehat antara buruh dan pengusaha, tidak tercapainya suatu keputusan dan kesepakatan bersama antara buruh dan pengusaha, maka pengusaha mencoba mengalihkan masalah ini dengan menggunakan jasa preman penduduk sekitar, sehingga yang terjadi adalah muncul pertentangan antara buruh dengan penduduk. 

Struktur Kesempatan Politik studi kasus Forum Solidaritas Buruh Serang
            Setiap gerakan sosial atau aksi kolektif memerlukan adanya peluang/kesempatan untuk memungkinkan kemunculan gerakan tersebut. Kesempatan yang ada bukan hanya kesempatan dalam intern gerakan tersebut. Tetapi juga keadaan eksternal yakni lingungan masyakarat sekitar bahkan juga nasional dan internasional. Jadi, suatu gerakan sosial yang berhasil memanfaatkan struktur kesempatan yang ada bisa menghasilkan kekuatan yang cukup efektif dalam mencapai tujuan gerakan tersebut.
            Durkheimian beranggapan bahwa relasi antara aktor-aktor gerakan dengan lingkungan ada faktor kontrol sosial. Kontrol sosial yang dimaksud adalah bagaimana upaya dari otoritas masyarakat dan lembaga (misalnya pemerintah) untuk membuat suatu tindakan dimungkinkan atau tidak untuk muncul.
            Gerakan sosial jelas harus mengatur timming dalam melancarkan gerakan sehingga berbagai upaya cukup bernilai dan efektif, tidak hanya menghabiskan tenaga dan materi. Hal yang menjadi pertimbangan di sini adalah perhitungan ‘biaya’. Bagaimana ‘biaya’ yang keluarkan diperhitungkan dalam struktur kesempatan yang ada demi mengejar efek manfaat dalam meraih tujuan.
            Forum Solidaritas Buruh Serang merupakan contoh kasus yang baik untuk menganalisis struktur kesempatan politik suatu aksi buruh Serang dalam gerakan untuk meraih tujuan lahirnya Perda tentang ketenagakerjaan di Kabupaten Serang. Berbagai kejadian historis yang melatarbelakangi kekuatan buruh menjadi fondasi utama gerakan ini. Usaha-usaha meredam gerakan buruh PT. PLE melalui tindakan subversif menguatkan ikatan solidaritas antaranggota forum tersebut. Bingkai FSBS sendiri yang berbeda dari serikat buruh, sebagai suatu forum informal dari anggota-anggota aliansi buruh menjadi suatu jalan lain perjuangan hak-hak buruh, menjadi kekuatan pendorong gerakan buruh di Serang. FSBS sebagai forum informal menjadi wadah silaturahmi dan komunikasi bagai pekerja dan keluarganya. Hal inilah yang cukup efektif dalam menanamkan isu terkait perundang-undangan ketenagakerjaan kepada para anggotanya. Dapat dipilah bahwa FSBS lebih fokus pada kerja sama dengan pihak pendukung, sedang aliansi buruh yang berurusan dengan kekuasaan. Sehingga di antara keduanya saling memberi kekuatan bagi gerakan buruh, tidak saling berebut pengaruh.
            Gerakan dan kesempatan yang ada saling berinteraksi. Kesempatan bisa menciptakan mobilisasi gerakan. Begitu pula sebaliknya. Dalam kasus buruh di Serang, kekerasan yang terjadi terhadap buruh diangkat menjadi isu nasional oleh Forum Peduli Buruh hingga melahirkan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat pekerja/Serikat Buruh. Gerakan FSBS semakin bergigi dengan berbagai kesempatan politik yang ada. Gerakan menutut UMR Serang yang berbeda jauh dibanding UMR Jabodetabek hingga nanti lahir UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaannya, yang disambut lagi dengan gerakan pentingnya Perda Ketenagakerjaan dalam diskusi publik tanggal 18 September 2003 yang merupakan salah satu cara mem-blow up berbagai gerakan mereka yang semakin masif. Hingga tahun 2008, gerakan FSBS mengusung tema “Memperkuat Posisi Tawar Buruh dalam Mengantisipasi Dampak Labour Market Flexibility”. Dan pada tanggal 27 April 2009, Kabupaten Serang resmi memiliki sebuah Peraturan Daerah Ketenagakerjaan.

Kesimpulan
            Kasus pemogokan buruh PT. LPE memberikan gambaran umum bagaimana proses gerakan buruh terjadi. Gerakan tersebut dilakukan dengan alasan untuk menuntut hak mereka yakni salah satunya adalah upah yang sebagaimana mestinya menjadi kewajiban perusahaan tersebut. Namun, lain halnya dengan perusahaan tersebut yang tidak memberikan hak para buruh hingga membuat buruh mereka melakukan protes. Menjadi ironis ketika para buruh melakukan gerakan, justru mereka mendapatkan perlawanan dari perusahaan sehingga menjatuhkan korban tewas. Berawal dari permasalahan tersebut, muncullah gerakan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) yang dianggap sebagai salah satu jaringan organisasi yang bertujuan untuk mempertahankan hak para buruh di Serang tersebut.
            Dengan hadirnya FSBS, memberikan semangat bagi buruh untuk membangkitkan motivasi mereka agar gerakan buruh tersebut dapat diterima dengan baik dimasyarakat maupun perusahaan-perusahaan industri. Tetapi, untuk berdiri ditengah permasalahan buruh dengan perusahaan, FSBS tidak akan jauh dari resiko yang mengancam keberadaan mereka. Hal tersebut dapat dilihat pada teror yang dilakukan oleh perusahaan terhadap kepala koordinator FSBS yang mengancam bahwa perusahaan akan membunuh kepala koordinator FSBS karena telah berhasil memprovokasi para buruh. Dengan adanya ancaman tersebut, kepala koordinator FSBS pun bersembunyi ditempat yang aman. Dengan persembunyiaannya tersebut, ternyata menghasilkan tindakan yang positif. Namun, tidak hanya berenti disitu saja, kepala koordinator FSBS mengalami kendala lainnya yaitu kehilangan anggotanya karena para anggota memilih untuk pulang kampung daripada harus berhadapan dengan teror dari perusahaan. Dapat dilihat bahwa keberadaan FSBS tidak dapat berjalan dengan lancar dalam mencapai tujuannya.
Adapun dengan adanya kendala tersebut, FSBS tidak berdiam diri, hal tersebut dilakukan dengan perubahan-perubahan yang membawa dampak positif. Perubahan-perubahan yang terjadi diantaranya: setelah FSBS berdiri ditengah-tengah buruh di Serang, FSBS telah berhasil memperjuangkan nasib buruh Serang dengan mendorong Pemkab Serang untuk membuat Perda Ketenagakerjaan untuk melindungi buruh kontrak dan outsourcing dari ketidakadilan hubungan industrial yang tercapai pada tahun 2008, meskipun perubahan tersebut tidak terwujud secara singkat, namun perubahan tersebut tetap tercapai pada puncaknya yakni tahun 2008. Kedua, persatuan buruh yang pada awalnya berdiri untuk mempertahankan hak nya dari perusahaan PT. LPE, mereka mengalami kekalahan yang dalam arti para buruh membubarkan massa mereka karena salah satunya adalah ancaman yang terus diluncurkan oleh perusahaan tersebut. Namun, dengan adanya FSBS ini, persatuan buruh ini kembali bangkit dan organisasi yang mereka miliki pun mulai dilegitimasi oleh masyarakat dan perusahaan. Selain itu, FSBS pun hingga kini mendapati anggota yang kian bertambah dari tahun ke tahun.
Adanya perubahan FSBS yang lebih baik untuk masa depan, maka memerlukan kebertahanan dari FSBS. Adapun yang dupayakan FSBS agar tetap bertahan, diantaranya dengan melakukan beberapa evaluasi program yang mereka rencanakan. Evaluasi program tersebut dimulai dengan penyusunan pengurusan anggota FSBS, strategi media FSBS, strategi mobilitas FSBS dan strategi advokasi FSBS.

             

REFERENSI

Cahyono, Kahar S. 2010. Buruh Bergerak! Pengalaman Aliansi Serikat Buruh Serang. Jakarta: TURC


[1] Cahyono, Kahar S. 2010. Buruh Bergerak! Pengalaman Aliansi Serikat Buruh Serang. Jakarta: TURC, halaman 19
[2] Ibid., 21
[3] Ibid., 29
[4] Ibid., 30
[5] Ibid., 31
[6] Ibid.,
[7] Ibid., 45
[8] Bagian 1: Pintasan Waktu Perjalanan Forum Solidaritas Buruh Serang. Tahun Membara di Tanah Jawara. Hal 19
[9] Ibid. hal 20
[10] Op,cit hal 33-34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar