Jumat, 27 Juli 2012

Summary Jender dan Hubungan Internasional


Muhammad Ridho Rachman
Ilmu Sejarah (0806343973)
Summary Jender dan Hubungan Internasional (11 Oktober)

            Kaum liberal feminis melihat persoalan yang dihadapi perempuan dalam konteks jender adalah masalah ketidakrepresentatifan golongan perempuan di berbagai lapisan sektor publik. Perempuan sangat sedikit yang berperan sebagai aktor politik nasional atau internasional. Karena itu kepentingan perempuan dalam gender interest bukan menjadi isu utama dalam berbagai kebijakan di berbagai sektor tersebut.
            Strategi yang diambil oleh kaum liberal ini dengan mengubah jalur masuk kedunia politik (salah satunya dengan afirmatif) sehingga dalam membentuk sebuah hukum yang mewakili kaum minoritas/marjinal. Namun, terdapat perbedaan dalam menentukan golongan yang mana yang menjadi perwakilan (atau mendapatkan afirmasi). Kemudian golongan apa saja yang dapat dimasukkan dalam golongan minoritas atau marjinal tersebut.  Terdapat tiga pendapat mengenai konsep perwakilan yang akan mengisi pos tersebut; pertama, Irish Young mengatakan konsep mengenai group representative artinya bahwa perempuan (secara biologis) merupakan suatu komunitas yang sama karena jenis kelamin sama sehingga memiliki kepentingan yang sama (melakukan generalisasi terhadap perempuan), maka siapapun yang penting ia perempuan, ia dapat hak untuk mewakili. Kedua, Ann Philips dengan konsep gender representation dan gagasan kuota, ia mengkritik bahwa dalam golongan perempuan terdapat kelas-kelas tersendiri (berdasarkan warna kulit, harta, kekuasaan dll). Artinya bahwa identitas perempuan tidak tunggal. Ia mengatakan afirmasi harus diberikan kepada perempuan minoritas dan marjinal misalkan di Indonesia, terdapat perwakilan wanita petani di Indonesia dan wanita kulit hitam di AS. Harapannya adalah perwakilan ini dapat mengubah agenda yang terdapat sebelumnya, sehingga membagi fokus pula pada isu jender. Ketiga, Chantal Mouffe, ia mengkritik Ann Philips mengenai persoalan kapasitas dan akuntabilitas. Jadi konten marginal dan minority harus dipahami dengan baik sehingga tujuan untuk mendapatkan perwakilan golongan yang tepat menyuarakan kepentingan yang dibawanya. Ia juga berpendapat bahwa perwakilan yang berdasarkan tindakan afirmasi sudah benar namun karena dunia politik merupakan tempat tarung bebas (kontestasi) maka kaum yang mendapatkan affirmative harus memiliki kompetensi yang dapat mengubah kebijakan mainstream yang ada.
Terkait semua itu maka women movement memiliki dua strategi untuk dapat mencapai tujuan utama kaum feminisme yaitu kesetaraan jender. Strategi pertama adalah gerakan perempuan yang mencoba mengubah keadaan terkait jender dengan masuk ke dalam struktur yang ada kemudian memperbaiki struktur tersebut (positivis-liberal/old social movement). Sedangkan strategi kedua adalah dengan gerakan perempuan yang mencoba mengubah keadaan dari luar struktur dengan cara melawan langsung kekuatan yang ada (strukturalis-marxist/sosialis/new social movement).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar