Jumat, 27 Juli 2012

Pulau berhala pun merekat indonesia


Pulau berhala pun merekat indonesia[1]
Oleh: Muhammad Ridho Rachman[2]


Indonesia, tanah airkoe…Tanah toempah darahkoe…
Disanalah akoe berdiri… mendjaga Pandoe Ibukoe…

Persepsi keindonesiaan awal
Bangsa Indonesia adalah unit nasional yang dipersatukan dengan prinsip yang dijunjung bersama sejak awal. Penggunaan istilah Indonesia dapat ditilik sejak awal abad masehi, dimana para pelayar Cina menyebutnya dengan Nan-hai, yang berarti “kepulauan di lautan selatan”. Bangsa Arab dan India pun mempunyai nama sendiri untuk menyebut gugusan kepulauan yang terhampar di Samudera Hindia.
Penggunaan kata Hindia oleh bangsa Eropa dengan menyebutnya sebagai kepulauan Hindia, yang secara letak benar berada di kawasan samudera tersebut. Namun, wilayah yang dimaksud juga mencakup pulau Srilangka dan pulau Maladewa. Pada akhirnya nanti kata “Indunesia” mulai disebarkan dengan berbagai tulisan James Logan yang konstisten menyebutkan kepulauan Indonesia seperti yang ada sekarang ini.
Gagasan tentang nasionalisme Indonesia rasanya jauh dari pemikiran komponis paling berjasa di negara ini, WR Supratman. Tapi ia telah mengenalkan telah menanggap Indonesia sebagai sebuah unit kesatuan dalam angan-angannya. Diperkenalkan pertama kali dalam Kongres Pemuda tahun 1928 yang nantinya kongres tersebut melahirnya sumpah setia para pemuda akan persatuan mereka.
Mereka adalah pemuda-pemuda elite terdidik yang memiliki semangat primordial yang ditandai dengan jong dari berbagai daerah. Mereka datang dengan menundukkan semangat itu di bawah hayalan akan terbentuknya kesatuan mereka dalam united nation.
Jika menghayati lebih dalam lagi, Indonesia saat itu belum ada. Bagaimana gagasan tentang satu bangsa Indonesia telah mereka pikirkan bersama. Dengan tujuan itu lah mereka semua bersatu merumuskan konsep. Dari bait-bait awal  dalam lagu Indonesia Raya nampak gagasan kebangsaan yang sudah tertanam oleh WR. Supratman dan sangat logis itu adalah zeitgeist yang tertanam dalam pemikiran seluruh peserta pemuda yang hadir.
Sumpah setia mereka mengenai tanah air, bangsa, dan bahasa terinspirasi dari lagu yang kumandangkan di awal kongres. Pandu negara, Indonesia bersatu, hiduplah bangsaku, jiwaku, semuanya merupakan gagasan yang luar biasa maju sebelum adanya Indonesia.
Gagasan Yang Diteruskan
Lahirnya bangsa Indonesia yang motori para founding father kita nampaknya merupakan tindakan yang sangat berbahaya, di luar mainstream kebijakan pemerintah Jepang. Lagi-lagi para pemuda yang menggagas. Jiwa gelora dalam tindakan nekat ini memasukkan bangsa Indonesia (konsep yang baru terbentuk) dalam kancah dunia baru, sebuah negara mandiri.
Eksistensi negara baru ini mengalami berbagai tantangan mulai dari luar dengan upaya penjajahan kembali dan dari dalam mengenai ujian akan komitmen masyarakat mengenai gagasan kebangsaan yang pernah diusung bersama itu.
Dengan tertatih bangsa Indonesia sanggup melewati rintangan yang bisa dikatakan tahap pertama walau dengan konsekuensi yang tidak sedikit. Namun, itu adalah awal dari risiko yang harus ditanggung jika ingin mandiri, lepas dari pengaturan asing. Tinggal lah perjalanan waktu yang akan membuktikan kesungguhan para penemu bangsa dengan rakyat yang diteruskan oleh para generasi penerus. Akankah nasib bangsa Indonesia berakhir dengan bubarnya negara kesatuan.
Konsekuensi negara besar
Wilayah adalah salah satu unsur utama dalam suatu negara, di samping rakyat dan pemerintahan. Faktanya bahwa Indonesia diwariskan wilayah yang sangat luas oleh penjajah yang harus diurusi. Negara yang sangat luas dan ditambah kendala-kendala masa revolusi mengaburkan perhatian mengenai batasan-batasan dengan negara lain. Warisan Ordonansi Teritorial negara pada tahun 1939 nyatanya malah memisahkan pulau-pulau itu dalam kantung-kantung tersendiri karena laut adalah zona internasional.
Mengenai Hukum Laut dan batas wilayah sangat logis jika pemerintahan awal belum penting karena Indonesia adalah negara pertama yang merdeka di kawasan. Jadi tentunya belum ada masalah-masalah mengenai klaim perbatasan.
Deklarasi Djuanda mengenai Hukum Laut digagas mengingat urgensinya kondisi rentan bangsa dari serangan luar. Hanya saja perjuangan itu baru mendapat pengakuan dunia (PBB) sejak diratifikasinya UNCLOS tahun 1982.
Baru lah beberapa tahun belakangan ini masalah perbatasan mulai disoroti kembali sejak pedaulatan Sipadan Ligitan sebagai bagian Malaysia yang sangat menghentak bangsa. Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan berbagai penelitian guna mengevaluasi kebijakan negara dan memformulasi kebijakan yang sangat penting bagi kesatuan bangsa seutuhnya. Dari penelitian tersebut terdapat potensi konflik kewilayahan Republik Indonesia dengan negara lain berapada pada 92 buah pulau terluar. Dari 17.508 buah pulau ada sebanyak 10.155 belum diberi nama, sebagian berada di Riau Kepulauan, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Bangka Belitung, dan Sulawesi Utara.
Indonesia dan Singapura memiliki permasalahan tentang batas laut teritorial walaupun sebenarnya telah terdapat perjanjian perbatasan kedua negara. Indonesia juga merisaukan adanya perubahan batas kedua negara di Selat Malaka sebagai dampak dari kegiatan reklamasi yang dilakukan Singapura yang nota bene menggunakan pasir laut dari Indonesia. Penambangan pasir laut yang berlebihan juga berdampak pada tenggelamnya Pulau Nipa yang merupakan Titik Dasar dalam penentuan batas wilayah Indonesia dengan Singapura.
Indonesia dan Malaysia memiliki masalah perbedaan pemahaman rezim laut di bagian utara Selat Malaka, Selat Singapura dan Laut Cina Selatan. Pulau berhala yang terletak di Kecamatan Tanjungbintang, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatra Utara merupakan pulau terluar yang berada di Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia. Memiliki kekayaan alam berupa keindahan terumbu karang bawah laut dan hutan tropis dengan keanekahayatan hayati tinggi namun rawan illegal fishing dan effective occupation dari negara tetangga. Di samping itu pasca lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, masalah batas wilayah di perairan sebelah timur Pulau Sebatik dan di sekitar Pulau Sipadan dan Ligitan juga akan menjadi “pekerjaan rumah” yang harus segera diselesaikan.
Indonesia dan Filipina memiliki perbedaan secara fundamental mengenai perbatasan wilayah laut. Hal ini karena undang-undang Filipina telah menetapkan garis batas lautnya, sedangkan pemerintah Indonesia belum menyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pulau lain yang berbatasan dengan Filipina adalah Pulau Miangas. Ada penduduknya yang mayoritas Suku Talaud, perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi. Wilayah ini rawan terorisme dan penyelundupan. Pulau Marampit juga merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Filipina. Pulau Marampit terletak di Kecamatan Pulau Karatung, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Perbatasan wilayah laut antara Indonesia dengan Timor Lorosae. Indonesia dan Timor Lorosae sampai saat ini belum memiliki perjanjian batas wilayah laut. Dalam konteks ini keberadaan Pulau Batek perlu mendapatkan perhatian, terlebih dengan adanya kunjungan pejabat Timor Lorosae ke pulau tersebut. Pasca kemerdekaan Timor Lorosae juga membawa dampak terhadap perjanjian pengelolaan Timor Gap, walaupun hal ini belum mengemuka, namun perlu segera diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia.
Aspek kultural masyarakat di perbatasan juga turut menjadi permasalahan tersendiri. Kegiatan nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah dapat juga menjadi pemicu pertentangan perbatasan. Misalnya: antara Indonesia dengan Papua New Guinea meskipun telah memiliki kesepakatan tentang batas-batas wilayah darat dan perairan, namun bisa juga menjadi masalah krusial. Ada beberapa aspek ekonomi dan kultural yang berpotensi menjadi konflik, di mana kesamaan budaya, kepentingan ekonomi dan ikatan kekeluargaan antar desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional telah berkembang menjadi konplek. Kasus Warasmol dan pemanfaatan Sungai Fly bagi lalu lintas pelayaran dan sumber daya alam oleh penduduk kedua negara yang tinggal di kedua sisi sungai, tidak jarang menimbulkan masalah yang berimplikasi pada persengketaan perbatasan.

Upaya Mempertahankan Pulau Terluar Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki garis batas yang panjang terbuka dari mana-mana, menyimpan potensi kerawanan karena sulitnya pengawasan terhadap wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar terutama yang berbatasan dengan negara tetangga baik daratan, laut maupun udara.
Batas wilayah negara memiliki aspek internasional karena memberikan arti penting dalam kepastian hukum dan pemagaran yuridis bagi suatu negara. Permasalahan pokok tentang perbatasan menyangkut penetapan batas dan manajemen perbatasan. Dalam rangka menjaga integritas nasional dan keutuhan negara Indonesia maka batas wilayah darat dan laut ditetapkan secara bilateral dan trilateral, sedangkan untuk batas udara ditetapkan mengikuti batas wilayah darat dan laut.
Pada tahun 2005 keluarlah Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Adapun tujuan dari pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tertuang dalam pasal 2 yaitu :
1.      Menjaga keutuhan wilayah Negera Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan.
2.      Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan dan,
3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.

Pulau Berhala Juga Harus Diperhatikan
Riau Kepulauan seperti yang disebutkan di atas memiliki masalah banyaknya pulau yang dimiliki. Terlebih lagi banyak pulau yang selain tidak berpenhuni juga tidak bernama. Oleh karena amanat  presiden tahun 2005, TNI dalam hal ini Angkatan Laut yang bertugas mengamankan wilayah nusantara mengambil tidakan pengamanan di ujung utara Riau Kepulauan tersebut.
Faktanya pulau Berhala telah menjadi sengketa antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Kepulauan Riau, tentu semoga tidakan saling klaim wilayah tidak menyulut pertentangan berkepanjangan dan melukai kesatuan nasional. biarlah nanti hukum yang akan menentukan status kepemilikan pulau tersebut. Apapun hasilnya nanti prinsip-prinsip nasionalisme harus dikedepankan dalam tataran negara. Dan untuk saat ini pulau tersebut dalam status quo, diambil alih oleh negara dengan menunggu keputusan peradilan.
Pulau yang sangat indah dengan pasir putih bersih merupakan kenampakan alam yang mesti dijaga dan dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. Pembangunan wilayah dengan fasilitas-fasilitas yang memadai dan menempatkan penduduk di sana merupakan upaya awal merekat seluruh Indonesia yang luas. Ditambah lagi dengan membangun fasilitas pariwisata alam sekaligus cara memberdayakan masyarakat yang ada di pulau-pulau tersebut.


[1] Esai diajukan sebagai syarat dalam perekrutan K2N UI 2011
[2] Penulis adalah mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Indonesia semester 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar