Jumat, 27 Juli 2012

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM: PEMIKIRAN BIDANG PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI


UJIAN AKHIR SEMESTER
SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM:
PEMIKIRAN BIDANG PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI
Oleh: Muhammad Ridho Rachman (0806343973)

            KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh awal perjuangan melawan kolonial Belanda dengan cara yang terorganisir dan damai. Pada masa itu tindakan represif dari kolonial menurut para tokoh tidak harus dilawan dengan militer. Munculnya organisasi yang bertujuan meningkatkan kondisi ekonomi, pendidikan, dan sosial masyarakat luas. Kebangkitan Islam dalam hal ini dipengaruhi oleh kebangkitan Islam yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani dan Muhamad Abduh di Timur Tengah idenya masing—masing mengenai Pan-Islamisme dan pembaharuan pendidikan yang telah menyebar, dan juga telah masuk ke Indonesia.
            Hasyim Asy’ari dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Dan semua yang dialami dan dirasakan beliau selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan. Setelah menamatkan pendidikan di Tanah Arab, ia kembali ke Tanah Air dan mendirikan pondok pesantren dan membawa sistem pendidikan yang coraknya berbeda dengan sistem pendidikan pesantren yang sudah ada sebelumnya.

Pemikiran Hasyim Asy’ari Dalam Bidang Pendidikan
Sebagai seorang pendiri pesantren, ia biasanya digambarkan sebagai tokoh tradisionalis dan konservatif. Latar belakang pendidikannya yang dari Hijaz berperan dalam mengubah pemikirannya masa lalu.
Kiai Hasyim terkenal sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan secara ketat terhadap sekian banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak memiliki dasar-dasar dalam hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati perkembangan tradisi ketarekatan di pulau Jawa, yang nilai-nilainya telah menyimpang dari kebenaran ajaran Islam. Menurut Hasyim Asy’ari, ia tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadist dan pentingnya praktek tarikat.
Menurut Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh editor buku Rais ‘Am Nahdlatul Ulama hal.153 bahwa KH. Hasyim Asy’ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun, tidak dengan serta—merta mengubahnya secara langsung karena di awal ia sempat dilarang oleh ayahnya karena akan mengakibatkan pertentangan di antara ulama. Sistem ‘am (cara pesantren) yang tidak terbatas waktunya masih ia pertahankan. Sistem pengajaran yang biasanya diberikan di dalam masjid dan berkumpul dengan membentuk lingkaran. Sistem ini terbagi dalam dua bentuk yakni bandongan dan sorogan.
Pada tahun 1916 – 1934 Hasyim Asy’ari membuka sistem pengajaran berjenjang. Sistem nizom: sistem yang tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan yang dianut di sekolah—sekolah umum. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir awal dan siffir tsani yaitu masa persiapan untuk memasuki masa lima tahun jenjang berikutnya. Pada siffir awal dan siffir tsani itu diajarkan bahasa Arab sebagai landasan penting pembedahan khazanah ilmu pengetahuan Islam.
Kurikulum madrasah mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran Bahasa Indonesia (Melayu), matematika dan ilmu bumi, dan tahun 1926 ditambah lagi dengan mata pelajaran Bahasa Belanda dan sejarah.
Sistem musyawarah: Para santri harus mempelajari  sendiri kitab—kitab yang ditetapkan. Kiayi memimpin kelas musyawarah seperti dalam seminar dan lebih banyak dalam bentuk tanya jawab (diskusi). Biasanya hampir seluruh diskusi diselenggarakan dalam bahasa Arab. Diskusi ini merupakan latihan bagi para santri untuk menguji ketrampilan mereka dalam menyadap sumber—sumber argumentasi dalam kitab—kitab klasik. Kelompok musyawarah adalah kelompok para ustadz senior yang telah belajar di berbagai pondok pesantren antara 10 sampai 20 tahun dan memiliki pengalaman mengajar. Sistem musyawarah yang dikembangkan KH. Hasyim Asy’ari sangat efektif. Tanpa kecuali semua anggota kelompok musyawarah ini akhirnya menjadi kiayi—kiayi yang masyhur. Adapun ustadz—ustadz senior telah berhasil menjadi kiayi antara lain: KH. Wahab Hasbullah (ketua NU 1947-73), KH. Abdul Mana karim (pendiri pondok pesantren Lirboyo), Kiayi Abbas Buntet (pimpinan pondok pesantern Buntet, Cirebon), KH. As’ad (Ponpes Asembagus Situbondo).





            DAFTAR PUSTAKA
Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar Kebangkitan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LkiS.
Mulyadi. 1986.  KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Pesantren Tebuireng. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar