Jumat, 27 Juli 2012

JENDELA BELUM DITUTUP


JENDELA BELUM DITUTUP
Muhammad Ridho Rachman, Ilmu Sejarah (0806343973)
            Aku belum mandi juga sampai jam sepuluh, hingga rasa kantuk itu menyerang akut. Bahkan jam segini pun aku belum solat isya. Namun entah mengapa tiba-tiba aku terteleportasi seolah memasuki lorong waktu hingga sampaiku di tengah hutan di gelapnya malam.
            Sungguh aku sangat takut, ini pasti mimpi. Di sini seperti bau bangkai dan bau kembang melati, keduanya bergantian masuk hidungku tergantung pada angin. Dan sesekali kesemua bau itu bercampur masuk hidung. Aku yakinkan diri bahwa ini mimpi dengan mencubit pipi berkali-kali. Tapi diriku serasa terjebak dalam tubuh kaku yang tidak bisa berontak dan harus ikut dalam skenario. Aku masih yakin bahwa ini mimpi. Hingga keyakinanku berubah bahwa ini memang nyata.
            Di kegelapan kulihat seseorang di sampingku. Tak kukenali dia. Entah mengapa aku tahu bahwa ia orang baik dan ia temanku. Tanpa kusapa, kami terus berjalan lurus. Pikiranku menyuruhku untuk memberi ia nama Suri. Nama itu menakutkan ku, mengapa harus eeemm (aku tak berani mengucapkannya, dalam batin sekalipun). Tubuh kurus tinggi ditutup kaus lusuh dan celana bahan dekil, barangkali sudah seminggu dikenakannya. Wajahnya samar bagiku. Entah, padahal mataku baik-baik saja melihat sekitar, bahkan pakaian yang ia kenakan. Tapi mengapa wajahnya tersamarkan?
Di hadapan kami ada sebuah biliik tua. Tak terurus nampaknya. Aku sangat takut dan rasanya ingin pulang padahal aku tidak tahu bahwa aku punya rumah atau tidak di ‘dunia’ ini.
            Jeritan sentak terdengar di dalam rumah itu. Suara tangisan lirih perempuan tua meratap-ratap. Aku semakin takut. Sebenarnya apa yang harus kulakukan. Aku bukan ksatria yang harus menolong orang di dalam, bahkan aku juga  tak mau melihat. Tapi kami malah terus mendekat. Mengendap-endap mencari celah untuk mengintip.             Rumah itu tak berlistrik, hanya lilin temaram yang menjelaskan bentuk bangun itu dari luar.
            Kami temukan dua celah kecil yang berjauhan kemudian kami hadapkan keduanya pada wajah kami. Tidak terlihat jelas sesuatu yang ada di dalam. Kuluruskan pandangan, tidak ada apa-apa. Rumah itu tidak berisi banyak perabot. Tepat di tengah langit-langit rumah ada sebuah obor kecil, bentuk aneh dibuat dari setengah batok kelapa yang pinggirnya menjuntai sehelai sumbu kompor sebagai pusat sinar. Rumah itu tak berlantai, memang sangat wajar di tempat seperti ini. Hanya bertegel tanah keras yang dibuat rata. Kujelajahi rumah dengan pandangan ke arah kiri, tak tampak apa-apa. Hanya terlihat pintu yang mengarah ke dapur. Kulihat ke arah kanan. Nah, Hanya ada seorang wanita tua yang suaranya kudengar tadi sedang menangis di atas bale-bale. Namun, kini ia tak mengeluarkan suara apapun. Wajahnya sangat jelas tersorot cahaya lilin yang ada di sebuah nampan di hadapannya. Sangat menakutkan, di atas nampan di sekeliling lilin, banyak rupa bunga dan semangkuk nasi putih lengkap dengan lauk. Ini seperti sesajen pikirku. Perasaanku sangat tak enak, apa sebenarnya ini semua? Ia seperti sedang memohon kepada seseorang, tapi tidak terlihat orang dihadapannya. Lalu, kukeluarkan pandanganku dari dalam dengan memutar badan dan bersandar ke dinding bilik itu. Lalu pandangan kualihkan ke sisi kanan, mencari teman misteriusku. Namun ia tak ada. Secara cepat aku menoleh ke arah kiri kemudian aku sangat kaget, berinding, dan kaku tepat di hadapanku sesosok manusia aneh berbadan hitam kekar, rambut panjang, bulu lebat hanya mengenakan celana pendek setengah paha berwarna putih yang sangat kotor.
            Kagetan itu sontak melemparkan kukembali ke dunia nyata. Kemudian kutersadar bahwa itu benar hanya mimpi namun rasanya begitu dekat dan nyata. Wajahku bercucur keringat dan tubuhku lemas. Sangat nyatanya cerita itu, pakaianku kotor membuatku bingung dan ketakutan. Namun, ingatanku kembali bahwa semalam aku tidak sempat ganti baju. Barulah pikiranku agak tenang. Kemudian kulihat ke jendela, ternyata belum ditutup. Aku teringat cerita orang dulu tentang makhluk halus yang masuk dan mengganggu mimpi. Kuberanikan menutupnya dan kuteruskan tidur malam itu dengan hati yang ketakutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar