Jumat, 27 Juli 2012

PERKEMBANGAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AUSTRALIA


Description: ui.jpg
UNIVERSITAS INDONESIA

PERKEMBANGAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AUSTRALIA


MAKALAH
MATA KULIAH SEJARAH DIPLOMASI AUSTRALIA



MUHAMMAD RIDHO RACHMAN
0806343973







FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
DEPOK
DESEMBER 2010
1.      PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sejarah Australia diawali dengan kedatangan masyarakat kulit putih yang membuka pemukiman di Sydney Cove tahun 1788 yang kemudian menjadi koloni New South Wales, kemudian dalam waktu beberapa dekade komunitas masyarakat kulit putih tersebut terbentuk menjadi suatu negara Federasi (1 Januari 1901) dengan nama Commonwealth of Australia. Tidak ada yang aneh jika melihat masyarakat Australia di dalam mainlandnya, sebab memang mayoritas mereka berkulit putih. Tetapi jika dilihat kehidupan masyarakat yang berada di sekeliling mainland Australia, maka tampak adanya keganjilan yakni Australia yang putih dikelilingi oleh masyarakat kulit berwarna. Itu sebabnya dikatakan bahwa Australia sebagai misplaced continent, benua salah tempat. Seharusnya dengan mayoritas masyarakat kulit putihnya, Australia berada di kawasan Eropa, tetapi justru mereka berada di wilayah Pasifik Selatan.

Latar Belakang Australia sebagai misplaced continent
Gaya hidup mayoritas masyarakat Australia yang diwakili oleh gaya hidup masyarakat kulit putih Eropa makin mempertajam gambaran terhadap kesalahtempatan tersebut. Dimulai dengan kedatangan masyarakat kulit putih secara bergelombang sejak tahun 1788. Pada mulanya mayoritas dari mereka adalah narapidana yang dikirimkan berdasarkan kebijakan pemerintah Inggris yang menyusun rencana “to remove the inconvenience which arose from the crowded state of the gaols in the different parts of the kingdom”. Pengiriman narapidana ini menyebabkan berkembangnya koloni-koloni lain selain New South Wales, sehingga berdasarkan Australian 94 Colonies Government Act tahun 1850 telah terbentuk enam koloni yang terdiri atas koloni New South Wales, Tasmania, Western Australia, South Australia, Queensland, dan Victoria.[1] Perkembangan koloni-koloni ini oleh Crowford (1971) dikelompokkan pada gelombang kedua migrasi yakni perpindahan orang-orang dari Inggris yang berlangsung antara tahun 1788 sampai tahun 1945 yakni saat berakhirnya Perang dunia II. Mayoritas masyarakat yang termasuk dalam gelombang kedua ini berasal dari Inggris, dan mereka tetap mempertahankan gaya hidup Inggrisnya.
Gelombang ketiga migrasi penduduk Eropa ke Australia ditandai dengan adanya pergeseran yakni meningkatnya jumlah imigran non Inggris. Hal ini disebabkan kebijakan pemerintah yang mendorong pihak kementrian imigrasi untuk meningkatkan jumlah penduduk di Australia sebagai akibat dari depresi ekonomi, jumlah penduduk yang keluar Australia lebih besar ketimbang yang masuk, terhambatnya pertambahan penduduk secara alamiah. Program imigrasi ini mendatangkan sejumlah besar masyarakat Eropa yang non Inggris (terutama dari Jerman, Italia, Belanda, Polandia, Yunani, Yugoslavia, Libanon, Austria, dan lain-lain. Pada masa ini komposisi penduduk Australia menjadi 75% berlatar belakang Inggris, dan 23% berlatar belakang Eropa non Inggris, sedangkan sisanya adalah penduduk Aborigin. Komposisi yang demikian memperlihatkan bahwa lebih dari 95% penduduk Australia adalah kulit putih yang berasal dari Eropa terutama Inggris.
Komposisi penduduk yang demikian memberi dampak pada kiblat kelembagaan pemerintahan yang mengarah ke negara-negara barat khususnya Inggris. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pemerintahan di Australia sejak berakhirnya pemerintahan Lachlan Macquarie sampai kepada pembentukan negara Federasi. Pengaruh western sangat kuat, diakibatkan komposisi penduduk sejak awal berdirinya koloni New South Wales yang masyarakatnya berasal dari Inggris.
Ketika awal berdirinya koloni New South Wales, bentuk otokrasi mewarnai pemerintahan para gubernurnya. Mayoritas penduduk yang merupakan narapidana menyebabkan munculnya bentuk pemerintahan yang demikian. Tidak ada lembaga pemerintahan apapun di luar kekuasaan gubernur. Artinya gubernur memegang tampuk pemerintahan seorang diri tanpa didampingi lembaga legislatif maupun yudikatif. Hal ini berlangsung sampai pada Pemerintahan Lachlan Macquarie (1810 – 1821) yang kemudian bentuk pemerintahan otokratis ini mulai digoncang oleh keinginan masyarakat bebas (free settlers), yang mulai seimbang jumlahnya jika dibandingkan dengan masyarakat narapidana, untuk membentuk pemerintahan yang bertanggungjawab (responsible government).
Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan komposisi penduduk ini diakibatkan oleh Lachlan Macquarie yang berhasil mengubah kondisi New South Wales mencapai kemajuan yang pesat, sehingga masyarakat bebas mulai melirik Australia.[2] Di bawah pemerintahan Lachlan Macquarie inilah mulai gencar dilakukan eksplorasi baik ke pedalaman maupun eksplorasi pantai. Akibatnya, karena banyak ditemukan daerah-daerah yang memungkinkan untuk dibukanya pemukiman, maka berkembanglah koloni-koloni lain di Australia. Bentuk pemerintahan yang dikembangkan di koloni-koloni lain tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendatangnya, dan nuansa yang sangat kental adalah bentuk pemerintahan sebagaimana yang dianut di Inggris. Munculnya keinginan untuk mengimbangi kekuasaan gubernur ini karena tradisi yang dimiliki masyarakat Inggris bersifat demokratis, sehingga mereka menganggap sangat tidak layak jika free settlers diperlakukan sama dengan convicts.
Sejalan dengan pengembangan koloni-koloni lain, bentuk Responsible Government diawali dengan terbentuknya Legislative Council yang secara bertahap berkembang dengan berbagai undang-undang yang memperlihatkan makin banyaknya anggota Legislative Council dan makin luasnya kekuasaan legislative council dan makin sempitnya kekuasaan gubernur. Puncaknya adalah dikeluarkannya Australian Colonies Government Act 1850 yang memberikan kebebasan pada masing-masing koloni untuk menyusun pemerintahan sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masing-masing koloni. Akibat dari undang-undang ini kemudian selama 50 tahun masyarakat di koloni-koloni tersebut berjuang untuk mewujudkan federasi Australia (Siboro, 1989). Pada tanggal 1 Januari 1901 terbentuk Federasi Australia dengan nama Commonwealth of Australia.

2.      ISI
Awal pembentukan negara Federasi Australia mengalam perjalanan panjang. Perubahan bentuk pemerintahan dari koloni Inggris menjadi bentuk Federasi tidak mengurangi pengaruh western dalam pemerintahan Australia. Meskipun komposisi warganegaranya sudah menurun keinggrisannya dengan komposisi 25% non Inggris, tetapi pengaruh Inggris masih sangat kuat menguasai kelembagaan pemerintahan di Australia. Bereson & Rosenblat mengidentifikasi pengaruh negara-negara western yang ada dalam kelembangaan pemerintahan di Australia setelah terbentuknya Federasi Australia sebagai berikut.
Tradisi demokrasi parlemen menggambarkan pengaruh Inggris
Adanya referendum menggambarkan pengaruh Swiss
Pembagian kekuasaan pemerintah federal dengan state menggambarkan pengaruh Canada

Penggunaan nama Senate dan House of Representatives memperlihatkan pengaruh Amerika Serikat.[3]
Suatu benua yang dihuni oleh mayoritas masyarakat berkulit putih khususnya Inggris, dengan orientasi pemerintahan yang berkiblat ke Inggris, tetapi terletak di Pasifik Selatan, menyebabkan terlihatnya gambaran kelompok kulit putih yang terisolasi di antara kelompok masyarakat kulit berwarna. Kondisi ini menimbulkan dampak, harus bagaimanakah Australia menempatkan dirinya di antara negara-negara Asia dan Pasifik? Harus bagaimana Australia menata arah politik luar negerinya agar dapat hidup berdampingan dan bertetangga baik ? Ini bukan persoalan mudah bagi Australia, sebab latar belakang budaya yang dimunculkan dalam bentuk pemerintahan berwarna western seringkali akan bertabrakan dengan warna pemerintahan kulit berwarna terutama negara-negara di Asia yang baru bermunculan sebagai akibat perkembangan nasionalisme pasca Perang Dunia II.
Latar belakang Australia sebagai misplaced continent atau frightened country dilihat dari gaya hidupnya dan kelembagaan politik yang berkiblat ke Eropa khususnya Inggris, tetapi secara geografis terletak di Pasifik Selatan yang mayoritas penduduknya berkulit berwarna, adalah penggambaran terhadap benua yang di selatan ini pada awal dan perkembangannya sampai pada masa Perang Dunia II. Pencarian jati diri untuk memposisikan politik luar negerinya mulai tampak setelah masa Perang Dunia II di mana pada saat itu Australia menyadari bahwa menggantungkan eksistensinya pada negeri induknya Inggris tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi di Pasifik Selatan.
Perang Dunia II memberikan kesadaran pada Australia bahwa Amerika Serikat lebih dapat diandalkan untuk menjadi mitranya dalam menghadapi situasi dan kondisi di wilayah Pasifik. Analisis berikut memberikan gambaran tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan mesin pertempuran yang canggih. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kesalahtempatan Australia mengharuskan negara tersebut menyadari lingkungan sekitarnya yang berbeda baik secara fisik maupun budaya.
Australia harus menata kehidupan politik luar negerinya dengan mempertimbangkan good neighbourhood dengan negara-negara di sekitarnya. Sebagai contoh, untuk membendung penyebaran komunis di Asia Tenggara, setelah mundurnya Perancis dari Vietnam. Maka pada tahun 1954 dibentuk SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang anggotanya adalah Australia, New Zealand, Perancis, Inggris, Pakistan, Philipina, Thailand, dan Amerika Serikat. Meskipun organisasi pertahanan bersama ini tidak berumur panjang (tahun 1977 dibubarkan sejalan dengan mundurnya Amerika Serikat dari Vietnam), tetapi terlihat adanya niat baik Australia untuk beradaptasi dengan negara-negara di sekitarnya.
Australia menjadi salah satu negara penggagas South Pacific Commission yang merupakan langkah awal terbentuknya South Pacific Forum (SPF), yakni forum tempat para pemimpin negara-negara di Pasifik bertemu dan menemukan solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi di kawasan Pasifik. Hasil dari forum tersebut dapat dilihat dari hasil forum Brisbane tahun 1994 yang mencerminkan kesadaran akan pentingnya pelestarian laut, hutan, dan sumber daya alam lain. forum Madang menghasilkan kesepakatan reformasi ekonomi yang bertujuan untuk menstimulai perdagangan dan investasi, mengembangkan efisiensi dan akuntabilitas sektor publik, serta menciptakan kondisi yang dapat mengembangkan sektor privat.[4]
Dalam hal kerjasama militer, forum ini menghasilkan perjanjian South Pacific Free Zone Treaty – The Treaty of Ritonga tahun 2003. Dengan ditandatangani perjanjian ini maka kawasan Pasifik akan terbebas dari tes-tes senjata nuklir.[5]
Asean Regional Forum (ARF) yang dibentuk tahun 1994 juga merupakan jawaban terhadap kepentingan Australia menata kehidupan politik yang mengarah kepada bertetangga baik tersebut. Asean Regional Forum memiliki 25 negara anggota yang menaruh perhatian bagi keamanan Asia Pasifik. Dari 25 anggota ARF, terdapat 10 anggota ASEAN (Brunei, Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam); 10 negara mitra Negara ASEAN (Australia, Kanada, Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, dan Amerika Serikat), dan 5 negara pengamat ASEAN (Papua Nugini, Korea Utara, Mongolia, Pakistan dan Timor Leste). ARF menjadi suatu wadah tempat Negara anggota dapat berdiskusi mengenai isu keamanan regional yang terjadi dan mengembangkan aturan kejasama untuk meningkatkan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut.[6]

Kebijakan Menahan diri (containment policy) sesudah tahun 1949
Dua bulan setelah Perang Dunia II berakhir, Jenderal Eisenhower menulis, "American-Soviet friendship is one of the cornerstones upon which the edifice of peace should be built."[7] (Persahabatan Amerika Serikat dan Uni Soviet merupakan salah satu dasar untuk membangun perdamaian yang lebih baik).
Ribuan orang Amerika Serikat menyetujui pendapat Eisenhower ini, dan juga menghargai heroisme pasukan Rusia dalam mengalahkan musuh bersama, yaitu Jerman. Akan tetapi, segera sesudah perang usai, banyak negara di dunia terpecah ke dalam dua kubu yang saling bermusuhan, yaitu Amerika Serikat bersama banyak bangsa-bangsa non-Komunis, dan Uni Soviet bersama sebagian besar bangsa-bangsa berhaluan Komunis. Ketegangan akibat persaingan di antara kedua kubu inilah yang melahirkan apa yang disebut sebagai Perang Dingin.
Secara umum, senjata Perang Dingin ini bukan bedil atau meriam, tank, dan pesawat tempur, melainkan propaganda dan bantuan-bantuan yang bersifat militer, ekonomis, dan teknis untuk memperkuat sekutunya dan menarik simpati pihak-pihak netral. Dalam keadaan seperti itu, harus diakui, bahwa di beberapa tempat, Perang Dingin itu telah menjadi perang panas, dan perkelahian yang sungguh-sungguh telah menjadi kenyataan.
Platt and Drummond (1964:825-826), mengemukakan beberapa faktor yang dari sudut pandang Amerika Serikat dianggap makin merenggangkan kedua belah pihak serta meningkatkan suhu Perang Dingin, antara lain:
1. Mutual suspicion between Communist Russia and Capitalist Countries;
2. Communist propagandists capitalize on post-war hunger and growing nationalism in underdeveloped countries;
3. Soviet satelites are created;
4. Russian encouragement of communism in The Far East;
5. Russia drops an "iron curtain" to shut out the democracies.[8]

Dalam tahun 1947, Truman meletakkan kebijakan yang kemudian menjadi dasar politik luar negeri terhadap Uni Soviet selanjutnya. Platt and Drummond, [9]mengutip kata-kata Truman yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal sebagai Truman Doctrine, yang berbunyi sebagai berikut.
    “... it must be the foreign policy of the United States to support free peoples who are resisting attempted subjugation by armed minorities or by outside pressures." The free peoples of the world look to us for support in maintaining their freedoms. If we falter in our leadership, we may endanger the peace of the world --we will surely endanger the welfare of our nation. (... harus menjadi politik luar negeri Amerika Serikat untuk membantu bangsa-bangsa merdeka yang sedang berjuang menentang penaklukan oleh kelompok minoritas bersenjata atau oleh tekanan-tekanan dari luar. Bangsa-bangsa merdeka di dunia mengharapkan bantuan kita untuk mempertahankan kemerdekaan mereka. Jika kita bimbang dalam kepemimpinan kita, berarti kita membahayakan perdamaian dunia dan kita dengan sungguh-sungguh akan membahayakan kesejahteraan bangsa kita.)[10]
Oleh karena tekanannya pada perintangan ekspansi komunisme lebih jauh, maka Truman Doctrine dianggap memprakarsai suatu Containment Policy (politik pengurungan atau penahanan). Dalam penerapannya, Amerika Serikat membangun kekuatan bersenjatanya sendiri dan memberikan bantuan militer dan ekonomi terhadap bangsa-bangsa yang terancam. Yunani dan Turki merupakan dua negara yang pertama kali mendapatkan manfaat dari Containment Policy tersebut. Kongres Amerika Serikat menyediakan dana sebesar $400 milyar untuk bantuan ekonomi dan militer kepada mereka dalam tahun 1947. Misi-misi militer segera digerakkan kepada kedua negara tersebut, dan akhirnya keduanya tidak menjadi satelit Uni Soviet.
Dalam kaitannya dengan Australia, Containment Policy yang diprakarsai oleh Amerika Serikat memposisikan negara yang terisolasi tersebut (Australia) untuk lebih memahami proses terjadinya kebangkitan negara-negara Asia dan Afrika. Kekurang-pahaman Australia terhadap budaya dan bahasa negara-negara di Asia memaksa mereka untuk menjalin kerjasama lebih baik dengan negara-negara baru yang terbentuk di Asia tersebut.
Kemenangan Mao Tse-Tung dengan komunisnya di Cina tahun 1949, diikuti dengan pecahnya perang Korea 1950 mengindikasi bahwa Cina telah siap untuk memperluas teritorinya melalui kekuatan militer atau cara persuasif. Australia membaca arah pergerakan sepak terjang Cina, sepertinya mereka akan mengambil alih Laos dan Vietnam Selatan, berpindah ke Thailand serta Kamboja setelah menguasai India, Pakistan, Sri Langka, Timur Tengah, dan Afrika.
Blackmore menggambarkan hal tersebut sebagai Domino Theory. Ia menjelaskan, this “domino theory” of Communist expansion explains the Australian government’s contributions of military aid in South East Asia”.[11] Australia merasakan kecenderungan tersebut sehingga merasa perlu untuk membendung kekuatan Cina tersebut.
Pada masa ini orientasi Politik luar negeri Australia ditetapkan melalui upaya membendung perluasan komunis melalui cara memberikan bantuan militer dan memperkuat pertahanannya melalui perjanjian pertahanan bersama dengan Amerika Serikat, melaksanakan bantuan ekonomi terutama kepada negara-negara yang berada di sekitarnya yang tergabung dalam Commonwealth of Nation.
Australia membantu membendung ekspansi Korea Utara melalui kekuatan militernya. Australia juga memberikan bantuan militer kepada Malaysia (sebagai sesama anggota British Commonwealth of Nations) dalam rangka membandung kekuatan komunis di Asia Tenggara.
Dalam kasus perang Vietnam, keterlibatan militer Australia adalah dengan mengirimkan “army advisers” untuk melatih tentara Vietnam Selatan dalam strategi perang di hutan-hutan, bahkan tahun 1966 militer Australia ditingkatkan kontribusinya sebagai akibat diberlakukannya wajib militer. Hal ini dilakukan agar Australia mampu membendung agresifitas komunis.[12] Di sini terlihat bahwa periode tahun 1950an sampai 1960an Australia menganut konsep pertahanan yang disebut dengan Forward Defence, yakni membangun pertahanan dengan menempatkan pasukan di luar wilayah negaranya (lihat keterlibatan tentara Australia pada perang Korea, perang Vietnam, dan Malaysia & Singapura).
Setelah itu, pada periode berikutnya orientasi pertahanan Australia menganut konsep Defence of Australia. Konsep pertahanan ini menggunakan self reliance sebagai dasar utamanya.[13] Di sini, militer Australia harus mampu melaksanakan operasi secara mandiri dan harus mampu menangkal jangkauan senjata musuh dengan memanfaatkan geografi Australia. Kini Australia menerapkan Regional Defence dengan strategi varian kerjasama pengembangan pertahanan misil bersama Amerika Serikat.
Meskipun berbagai konsep pertahanan dikembangkan oleh Australia, tetapi pada dasarnya kedekatan dengan Amerika Serikat menjadi dasar dari segalanya. Setelah melepaskan diri dari keterikatan dengan Inggris, Australia menyandarkan dirinya pada Amerika Serikat. Lebih jauh bahwa kepentingan nasional Australia lebih ditujukan pada pembentukan lingkar Pasifik Barat yang dimanifestasikan dalam bentuk Australia’s Maritime Identification System (AMIS). AMIS merupakan manifestasi konsep keamanan maritim regional Amerika Serikat yang diterjemahkan oleh Australia sebagai penguatan strategi pertahanan maritimnya.
Menarik untuk disimak pendapat Petrov (2008) yang menggambarkan tiga pilar tradisi politik luar negeri Australia yakni (1) Tradisi Menzies (partai Liberal) yang digambarkan sebagai tradisi realistik, pragmatis, dan berpusat pada kekuatan. Di sini pandangan Menzies difokuskan pada kenyataan keterisolasian Australia dapat diatasi dengan menjalin hubungan baik dengan Amerika Serikat; (2) Tradisi Evatt (partai Buruh) yang memperlihatkan gambaran nasionalis dan internasionalis, sebab Evatt berpedoman organisasi internasional (dalam hal ini PBB) merupakan forum yang cukup efektif untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul. Arah pilar kedua ini adalah kekuatan dan nilai kebebasan dan pemahaman terhadap identitas diri suatu bangsa; (3) Tradisi Spender & Casey (Partai Liberal) menekankan pada pentingnya wilayah regional dan kerjasama aktif dengan Asia. Sampai saat ini, ketiga pilar tersebut masih relevan dijadikan bahan kajian terhadap perkembangan politik luar negeri Australia, meskipun penekanannya sangat ditentukan oleh kondisi dari partai manakah perdana menteri Australia berasal.

Pemantapan diri Australia sebagai Bagian dari Asia Tenggara dan Pasifik Selatan
Berdasarkan pengalaman sejarahnya di atas, selayaknya sikap Australia adalah pemantapan diri sebagai bagian dari Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Keterikatan dengan Amerika Serikat sebagai sekutu yang setia tidak menghalangi niat Australia untuk bergerak menuju keterikatan dengan Asia. Dalam hal ini dapat dilihat Australia sebagai bagian dari komunitas internasional yang mampu menjadi donor kemanusiaan. Aussiebuddy (2008) mengemukakan bahwa kebijakan luar negeri Australia diarahkan oleh suatu komitmen untuk multilateralisme dan regionalisme. Di satu sisi masalah keamanan Australia didampingi oleh Amerika Serikat, sedang di sisi lain masalah-masalah yang berhubungan dengan kerjasama ekonomi Australia menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara di Asia. Artinya, Australia tidak lagi bergantung kepada Inggris yang secara geografis letaknya jauh dari benua yang di selatan sehingga orientasi bergeser ke Amerika Serikat, dan menghadapi letaknya yang terpencil di Pasifik Selatan Australia harus mampu memantapkan dirinya sebagai bagian dari Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.[14]
Kebijakan luar negeri Australia berpatokan pada tujuan dan kepentingan nasional yang ingin dicapai. Berikut adalah cuplikan mengenai Tujuan Nasional dan Kepentingan Nasional Australia sebagaimana dikutip oleh Aussiebuddy wordpress.

Tujuan Nasional Australia
Tujuan dasar politik luar negeri Australia adalah menjaga integritas dalam lingkungan internasional yang saling bersaing. Integritas suatu bangsa bukan hanya mencakup perlindungan terhadap aset-aset yang penting seperti wilayah teritori, sumber daya alam dan manusia dalam batas negara tetapi juga memelihara sistem ekonomi, politik, sosial, budaya masyarakat yang turun temurun secara singkat. Hal-hal tadi disebut sebagai etos fisik dan sosial dari sebuah negara. Ada dua sikap kelompok nilai yang membangun etos nasional Australia. Sikap kelompok nilai yang pertama adalah campuran antara nilai budaya, etika, agama dan etnis yang menentukan sikap dan moralitas masyarakat. Sedangkan kelompok nilai yang kedua adalah campuran antara nilai, sosial, politik dan ekonomi yang dipelihara oleh masyarakat dalam aturan-aturan administrative. Tujuan utama dari politik luar negeri suatu Negara adalah kelangsungan hidup dan untuk itu keamanan Negara adalah suatu hal yang mutlak. Keamanan Negara bukan hanya keamanan secara fisik dari serangan maupun invasi, tetapi berarti juga perlindungan dari agresi ekonomi Negara lain, yang juga berarti mengamankan dasar nilai dan budaya masyarakat dari penerapan ideologi luar negeri yang bertentangan.

Kepentingan Nasional Australia
Dalam melihat kepentingan nasional Australia, terdapat empat prioritas pokok.
1. Memelihara keamanan yang positif dan lingkungan strategis dalam kawasannya. Berarti Australia memiliki kepentingan langsung dalam menjamin situasi yang aman dan damai di Negara-negara sekitarnya agar tetap terpelihara dengan stabil.
2. Mendukung terciptanya keamanan global.
3. Kerjasama ekonomi, investasi dan perdagangan. Australia ingin memobilisasi pengaruh politik internasional untuk mendukung tujuan ekonomi internasional dengan cara membuka pasar barang ekspor, memperluas kesempatan-kesempatan ekonomi bagi sektor industri Australia dan terus menciptakan persepsi bahwa Australia merupakan tempat yang menarik untuk melakukan penanaman modal asing serta menempatkan pemerintah Australia sebagai mitra yang ideal untuk kerjasama.[15]

Menjadi warga dunia yang baik dengan Australia terus memainkan peranan yang positif dan konstruktif diantara aneka ragam isu yang sekarang menjadi subyek diplomasi multilateral, seperti penanganan masalah pengungsi, terorisme, perdagangan obat-obatan terlarang dan masalah kesehatan dunia.
Menyimak kebijakan politik luar negeri Australia tersebut, dapat dianalisis bahwa melindungi teritorial Australia dari serangan fisik berarti arah pengembangan militer Australia yang mandiri. Di lihat dari segi geografis, Australia sangat mudah diserang dari arah utara. Dengan demikian militer Australia harus selalu siap dalam menyelenggarakan pertahanan di belahan utara negeranya. Mengingat penduduk Australia sangat kecil (hanya berjumlah lebih kurang 20 juta jiwa yang mengisi satu benua), maka dasar pertahanannya bertumpu pada teknologi tinggi.
Makna lain dari pengembangan militer yang mengarah ke utara, maka perlindungan teritorial lebih difokuskan pada penahanan serangan dari utara. Artinya, tetangga Australia yang paling dekat di utara adalah Indonesia. Bagaimana Australia menata hubungannya dengan Indonesia, mengingat pertahanan yang dibangun oleh Australia mengarah di utara, yang dapat ditanggapi oleh pemerintah Indonesia sebagai membangun pertahanan terhadap ekspansi Indonesia. Hal ini terlihat dari perjalanan sejarah yang terlihat bahwa seringkali terjadi ketidakharmonisan hubungan antara Australia dengan Indonesia. Dapat dilihat bagaimana keterlibatan Australia yang berkonspirasi dengan Belanda pada peristiwa Irian Barat, Keterlibatan Australia dalam Pemberontakan PRRI/Permesta dalam tulisan Hadi Subadio yang memperlihatkan politik Australia terhadap pemberontakan dalam negeri Indonesia antara ucapan dan tindakan sangat berbeda. Masalah Timor Timur juga memperlihatkan kepentingan Australia dalam menyangga keamanannya dari serangan di utara.
Kepentingan utama Australia terhadap Timor Timur adalah menghindari tidak melebarnya konflik di Timtim masa 1970-an yang dapat menjadi ancaman bagi Australia (ingat teori domino, ancaman komunis dari utara).
Politik luar negri Paul Keating ini membuat hubungan antara Australia dengan Indonesia mesra, tetapi setelah naiknya Howard yang mengubah politik luar negerinya dengan pengakuan kemerdekaan Timor Leste, maka hubungan tersebut menjadi tegang.







3.      PENUTUP
Perjalanan pembentukan negara Australia sebagai sebuah negara Barat yang dapat dikatakan kesalahletakan dalam geografis. Budaya Barat tertanam kuat dalam wagra negara yang memang berasal dari keturunan bangsa Eropa. Kondisi seperti ini membuat kultur yang berbeda dengan kultur budaya Timur. Rasanya sifat superioritas ras Eropa masih tertanam kuat dalam diri Australia sehingga sulit menggabungkan diri dengan cara pandang di lingkungannya. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan dalam negeri maupun luar negeri Australia yang cenderung tidak memihak negara-negara tetangganya. Namun, bukan berarti tanpa usaha, perjalanan waktu menggambarkan usaha Australia dalam respect terhadap tetangganya. Ikut dalam SEATO, tergabung dalam setiap kegiatan ASEAN: sampai ARF, merupakan salah satu bentuk kepedulian Australia terhadap tetangganya.
Australia harus mampu mempromosikan dirinya sebagai negara yang memiliki nilai demokrasi liberal (yang memang direfleksikan dari budaya Eropa), dan harus pula dapat mengupayakan dirinya agar dapat menarik minat negara-neagar sekitar yang memiliki budaya berbeda. Artinya Di satu sisi Australia harus memperlihatkan jatidirinya sebagai negara dengan pola pikir dan budaya putih, tetapi di sisi lain Australia juga harus mampu menempatkan dirinya yang berbeda tersebut dalam lingkungan Asia Tenggara – Pasifik yang bukan berbudaya putih.
Warna115 partai Liberal yang konservatif memang terlihat sangat kuat, seperti ketegangan-ketegangan yang muncul akibat sering terjadi kekeliruan dalam persepsi antara pemerintah Australia dengan Indonesia, tetapi juga tradisi penekanan pada pentingnya wilayah regional dan kerjasama dengan negara-negara Asia menjadi salah satu agenda politik luar negeri Australia. Di samping itu, pilar kedua yang merupakan tradisi partai Buruh, juga sedikit terlihat yakni pemahaman terhadap identitas diri suatu bangsa. Pertanyaan yang masih perlu dikemukakan adalah, bagaimana arah politik luar negeri Australia masa mendatang?



DAFTAR PUSTAKA

Bereson, I. & Rosenblat, S. (1979). Inquiry Australia Reviewing Australian History Through Maps, Charts, and Commentory. Richmond - Victoria : Heinemann Educational Australia Pty.Ltd.
Clark, M. (1986). A Short History of Australia. Ringwood - Victoria : Penguin Books Australia Ltd.
Julius Siboro. (1989). Sejarah Australia. Bandung : Tarsito
Platt and Drummond. (1964). Our Nation From Its Creation. Prentice Hall Inc
Richard Blackmore. (1970) Webster's Timeline History, 1654 – 2007. California. ICON Group International, Inc


[1] M. Clark. A Short History of Australia. 1986, Siboro. Sejarah Australia. 1989.
[2] Ibid. Siboro. 1989.
[3] I. Bereson& Rosenblat. Inquiry Australia Reviewing Australian History Through Maps, Charts, and Commentory. 1979.
[4] http://aussiebuddy.wordpress.com/2008/03/12/ diunduh pada tanggal 20 Desember 2010 pukul 08.00
[5] Ibid.
[6] http://aussiebuddy.wordpress.com/?s=arf
[7] Platt and Drummond. (1964: 825)
[8] Ibid. hal. 825-826
[9] Ibid. hal. 826
[10] Ibid.
[11] Blackmore. Webster’s Time Line History. (1970:229)
[12] Ibid. 231-233
[13] http://aussiebuddy.wordpress.com/?s=self+reliance diunduh pada tanggal 20 Desember 2010 pukul 08.30
[14] http://aussiebuddy.wordpress.com/2008/08/20/sejarah-interaksi-internasional/ diunduh pada tanggal 20 Desember 2010 pukul 09.00 WIB
[15] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar