Pada Juli 1949, beberapa
saat sebelum kemenangan komunis di Cina, Liu Shaoqi, salah seorang letnan
kepala Mao Zedong, membuat kunjungan rahasia ke Moskow. Selama pertemuan di
Moskow, Liu dan Stalin membincangkan hubungan Moskow-Beijing dan peran Cina di masa
depan. Salah satu pembahasan di dalamnya, Stalin mengusulkan bahwa Cina harus
bertanggung jawab dalam membantu ‘nasional dan pergerakan revolusi demokrasi di
kolonial, semi-kolonial, dan negara subordinat.[1]
Ia menekankan bahwa Cina harus mengambil peranan lebih baik di Asia daripada
Uni Soviet.
Visi ke depan Stalin
mengenai divisi buruh antara Soviet dan orang Cina kelak terealisasi dalam
kebijakan politik Soviet ke arah Republik Demokrasi Vietnam (DRV). Pada 18
Januari 1950, Komunis Cina, kurang dari tiga bulan setelah deklarasi Republik
Rakyat Cina (PRC), mengumumkan pengakuannya terhadap negara DRV pada 30
Januari. Keputusan untuk membangun hubungan diplomatik dimulai dengan hubungan
Soviet-DRV. Dari pengakuan Soviet dan Cina tersebut hal yang vital untuk para
pemimpin Vietnam yang pada saat yang sama berada dalam peperangan melawan
Perancis. Tetapi dalam waktu yang singkat, kemenangan Partai Komunis Cina (CCP)
pada 1949-50 yang memberikan pengaruh kuat dalam situasi di Vietnam, karena
awalnya CCP meminta bantuan rakyat Vietnam dalam perjuangannya.
Perubahan kekuatan di Cina
kuat sekali dipengaruhi cara pandang Moskow terhadap kawasan Asia Tenggara, dan
sebagai hasilnya, memaksa pimpinan Moskow memberikan perhatian lebih pada benua
Asia. Jadi, selama dekade 1950, komunis mendapatkan kemenangan di Cina dan
menjadikannya sebagai suatu negara baru yang berideologi komunis di benua Asia
yang akan memberikan pengaruh yang sangat besar di masa depan sebagai pelaksana
kebijakan-kebijakan Soviet di Vietnam.
Dalam kerangka kebijakan
luar negeri Soviet, peran Moskow di Vietnam tergolong hanya pasif pada
awal-awal tahun kemerdekaan, didikte oleh hubungannya dengan Cina.Namun,
kebijakan-kebijakan Soviet membuat Vietnam tergelincir secara khusus ke dalam
pengaruh Cina. Kesimpulan umum adalah bahwa walaupun rendah kepentingan Soviet
pada kawasan, Moskow memiliki pengaruh yang tinggi pada komunis Vietnam dan
bahwa Hanoi tidak akan membuat suatu keputusan untuk melanjutkan perjuangan
bersenjata untuk mereunifikasi Vietnam kecuali kalau sudah mendapat persetujuan
Soviet dahulu. Kesimpulan ini dibuat ketika akses ke arah sumber utama pada
sisi Soviet terlalu jauh.
Pembentukan Negara Republik
Demokrasi Vietnam
DRV terbentuk pada
Agustus-September 1945, setelah menyerahnya Jepang pada Perang Dunia Kedua.
‘Revolusi Agustus’, komisi revolusioner menyatakan kesetiannya pada Komunis
Vietminh yang berhasil menguasai seluruh kekuatan di Vietnam dan membangun
republik demokrasi baru, dengan Ho Chi Minh sebagai presidennya. Pemberontakan
membawa inisiatif lokal, dengan tidak ada keterlibatan signifikan oleh Partai
Komunis Cina (CCP) atau Partai Komunis Uni Soviet (CPSU). Rupanya kesuksesan
Revolusi Agustus nampaknya mengejutkan seluruh dunia.
DRV mencari sekutu
Setelah Revolusi Agustus,
pemimpin DRV, mulai aktif mencari sekutu. Di akhir 1940, Ho dan wakilnya mulai
secara aktif mencari dukungan internasional di antara dua kekuatan dunia, yakni
Uni Soviet dan Amerika Serikat. Namun tidak ada efek yang signifikan.
Sumber Soviet menjelaskan
bagaimana pertemuan pertama antara pemerintah Soviet dan Vietnam pada awal
musim semi 1947. Dari 23 Maret sampai 2 April pada acara Asian Relation
Conference di New Delhi. Pada acara tersebut Soviet bertemu dengan Tran Van
Giau, mantan Kepala Revolusi Agustus di Saigon dan Vietnam Selatan, yang
memimpin delegasi Vietnam pada konferensi tersebut. Tran menjelaskan situasi
bencana di Vietnam dan permintaan dari Ho Chi Minh untuk bantuan Moskow. Ia
menekankan bahwa masalah utama adalah kekurangan senjata. Pemerintah Vietnam
terutama sekali membutuhkan uang untuk membeli senjata Cina.
Bagaimanapun juga, Kebijakan
Soviet pada tahun 1950-an difensif dan berpusat pada Eropa. Kepentingannya di
Asia Tenggara sangat terbatas karena sudah ada Cina yang merupakan negara
sahabat Soviet. Di kawasan Asia Tenggara, Soviet mendukung penuh kebijakan Cina
yang salah satunya adalah bantuan kekuatan militer dan ekonomi kepada Vietnam
Utara yang secara politik terbentuk garis kebijakan Moskow-Hanoi-Beijing.
Strategi Soviet di Asia
Tenggara
Satu tahun setelah Perang
Dunia Kedua, perhatian Stalin fokus pada Eropa. Hal ini terlihat normal,
pemimpin Soviet lebih berkonsentrasi pada hubungannya dengan Perancis, Inggris,
dan Amerika Serikat dibanding yang terjadi di Indocina. Ketika peperangan
antara Perancis-Vietnam pecah pada Desember 1946, Soviet tidak memerdulikannya.
Pada pidato dalam acara pendirian
Communist Information Bureau (Cominform) pada September 1947 di Polandia,
Andrei Zhdanov mengenalkan tesis yang disebut dengan “Dua Kamp”. Ia membagi
dunia ke dalam dua kamp, imperialis di bawah Amerika Serikat dan
Anti-Imperialis, sosialisme, dan damai. Dalam konteks DRV diasosiasikan dengan
kamp Anti-Imperialis, dan perang Vietminh dimasukkan ‘pergerakan pembebasan
nasional dari koloni dan ketergantungan’. Pidatonya tersebut merupakan suatu
titik yang menentukan dalam strategi pasca PD II. Hal itu menyatakan suatu
kebijakan yang menentukan oleh Stalin dan Komite Pusat CPSU dan sekiranya telah
membangun persekutuan internasional selama Perang Dingin.
Dalam hal tersebut, pada
Asia Conference, Zhukov bertemu dengan Tran Van Giau di New Delhi pada Maret
sampai April 1947 untuk mendiskusikan situasi di Vietnam. Sebagai seorang
akademisi perannya lebih sebagai penasihat dibanding pembuat kebijiakan, tetapi
pandangannya terhadap kebijakan-kebijakan Soviet ke arah negara-negara koloni
sangat berpengaruh pada tahun-tahun pasca-perang.
Di permukaan, masalah bagi
Cina adalah pemimpin Beijing membutuhkan kontrol terhadap seluruh suplai yang
dikirim ke DRV melalui perbatasan Cina. Cina meminta terutama sekali kontribusi
besar terhadap penundaan kedatangan bantuan Soviet ke DRV. Penundaan tersebut
menjadi jelas sekali terutama pada Maret 1956 ketika pemimpin DRV, mempercepat
transfer militer ke Vietnam, khususnya meminta dengan menggunakan bantuan
udara. Moskow setuju tapi Beijing menolak proposal tersebut. Kemudian diadakan
pembicaraan antara Cina dan Soviet yang pada prinsipnya, Cina setuju-setuju
saja dengan bantuan yang diberikan Soviet tapi mereka ‘mungkin tak menyetujui
cara yang dilakukan Soviet’. Pham Van Dong juga menambahkan bahwa ia mendesak
adanya negosiasi militer antara Soviet dan Cina mengenai pengangkutan senjata
menggunakan kereta api. Kemudian, Moskow secara jelas berbalik haluan mengenai
pandangannya bahwa harus membantu DRV untuk melawan agresi Amerika. Masalah
utama sekarang adalah bagaimana menyusun bantuan yang cukup untuk DRV ketika
pada saat yang sama menjaga alasan yang masuk akal untuk menjaga hubungannya
dengan Cina.
Pada tahun 1965, Moscow
masih bergantung kepada bantuan dari Cina untuk memenuhi janjinya kepada DRV.
Masalah transportasi seperti yang digambarkan di atas. Perhatian Moskow untuk
membantu DRV secara penuh hanya bisa dijalankan dengan kerjasama minimum dengan
PRC. Pada saat yang sama Moskow mungkin saja masih ingin memasukkan Cina
sebagai partner yang membantu rakyat Vietnam.
Menurut Gaiduk, setelah
Konferensi Jenewa, Soviet berkeinginan kuat untuk ikut campur dalam
permasalahan di Vietnam melalui sekutunya Cina. Dengan kata lain, membuat Cina
sebagai agen Soviet di Asia. Bagaimanapun juga, akhir tahun 1950-an mendapati
situasi Vietnam yang sangat sulit. Pemimpin Soviet menjanjikan bantuan militer
kepada pimpinan Vietnam Selatan dalam usaha untuk mempersatukan seluruh
Vietnam.
Satu tahun setelah Jenewa,
Soviet fokus pada dua isu utama di Vietnam: pertama, rekonstruksi ekonomi
sosial DRV, yang dalam hal ini, membangun sosialisme di Vietnam bagian selatan.
Yang kedua, reunifikasi di antara dua zona di masa yang akan datang. Rakyat
Vietnam diyakinkan bahwa Soviet, dan juga Cina, membentukkan suatu model yang
dibutuhkan Vietnam untuk membangun negara dan ekonomi. Kemudian Soviet
mengenalkan rencana tiga dan lima tahun untuk ekonomi DRV sesuai dengan model
Soviet. Hal itu menjadi bukti bagaimana ideologi akan memainkan peranan sebagai
bagian dari hubungan Soviet-Vietnam.
Tahap baru dalam hubungan
Soviet-Vietnam dimulai tahun 1956. Kongres ke-20 Partai Komunis Soviet
memberikan akibat secara langsung dan tidak langsung bagi hubungan keduanya.
Efek yang paling jelas terlihat adalah direfleksikan dalam pembukaan garis
kebijakan luar negeri baru Uni Soviet. Di dalamnya ditekankan kembali selama
kongres, sebuah kebijakan luar negeri yang baku dengan menekankan pada
‘peaceful coexistence’ (hidup damai secara berdampingan) yang menyebabkan
alasan utama di samping kebijakan Soviet yang tidak tegas pada implementasi
politik berdasarkan Persetujuan Jenewa. Efek tidak langsung adalah implikasi
ideologi yang membuka kesalahan-kesalahan Stalin selama kongres dan itu
merefleksikan pada hubungan Sino-Soviet. Khususnya dengan hormat pada land
reform dan pembetulan kesalahan kampanye, komentar dari pemimpin Lao Dong
mengindikasikan kesalahan Khrushchev bahwa Stalin terinspirasi dari Komunis
Vietnam kepada pemeriksaan kembali.
Keinginan pemimpin Soviet
dan Komunis Vietnam adalah pembentukan Vietnam masa depan juga menyimpang.
Moscow merasa puas dengan mempunyai sebuah rezim sosialis di Vietnam Utara dan tidak
akan membantu Lao Dong juga bantuan itu bisa menghambat perbaikan hubungan
Soviet-AS. Hanoi, di sisi lain, menyadari penyatuan nasional sebagai tujuan
utama dan perlahan akan teralisasi.
Satu pondasi utama hubungan Soviet-Vietnam adalah
memfungsikan hubungan ekonomi dan militer Sino-Soviet. Walaupun dengan
menandatangani beberapa kesepakatan ekonomi dan militer diantara Uni Soviet dan
DRV, para pemimpin Soviet cenderung untuk meninggalkan sebagian besar bantuan
ke Cina. Ditutupnya hubungan di antara Soviet dan Cina di Vietnam selama paruh
kedua tahun 1950-an adalah tidak tanpa masalah, tetapi sangat besar. Pertanda
awal keretakan hubungan antara Moskow dan Beijing dimulai saat Ho Chi Minh
membangun hubungan secara langsung dengan Uni Soviet. Hal itu membuat ia
berhasil menjaga keseimbangan pengaruh yang diberikan pada kedua negara
tersebut yang tengah mengalami percekcokan ideologi. Walaupun pemimpin Vietnam
secara pandangan politik semakin dekat ke arah Soviet, dalam isu pertentangan
ini serta konsentrasi penuh kepada masalah perjuangan Vietnam—interpretasi mengenai
peaceful coexistence—mengindikansikan kesepakatan dengan Cina.[2]
Penambahan kekuatan militer
dan pengaruh politik Soviet di Vietnam menggambarkan tren umum hubungan
Soviet-Dunia Ketiga. Walaupun dalam teknologi persenjataan, Soviet kalah dari
negara-negara Barat, penanaman bantuan ekonomi yang kuat kepada negara Dunia
Ketiga membuatnya berhasil dalam mentransfer pengaruh politik. Pengaruh ini
sangat terlihat pada Vietnam, dimana negara tersebut sangat bergantung dalam
bidang ekonomi dan militer kepada Soviet. Suplai senjata menjadi instrumen
dalam pembangunan ekonomi yang kuat dalam hubungan kedua negara tersebut. Hal
ini terlihat ketika Vietnam masuk dalam organisasi COMECON pada tahun 1978.
Organisasi bentukan Soviet yang membantu negara berkembang dalam blok Soviet.
Organisasi yang dibuat Stalin pada tahun 1949 dalam menyaingi Marshall Plan
bentukan Amerika.
Baru pada masa pemerintahan
Gorbachev, Soviet merestrukturisasi hubungannya dengan Vietnam. Normalisasi
hubungan Sino-Soviet dan Soviet-Amerika merupakan pemikiran baru politik
Soviet.
Daftar pustaka
Olsen, Mari. 2006. Soviet-Vietnam Relations and The
Role of China, 1949-64. New York: Routledge.
Kelemen, Paul. 1984. Soviet Strategy in Southeast
Asia: The Vietnam Factor. University of California Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar