UJIAN AKHIR SEMESTER
SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM:
PEMIKIRAN BIDANG PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI
Oleh: Muhammad Ridho Rachman (0806343973)
KH. Hasyim Asy’ari
merupakan salah satu tokoh awal perjuangan melawan kolonial Belanda dengan cara
yang terorganisir dan damai. Pada masa itu tindakan represif dari kolonial
menurut para tokoh tidak harus dilawan dengan militer. Munculnya organisasi
yang bertujuan meningkatkan kondisi ekonomi, pendidikan, dan sosial masyarakat
luas. Kebangkitan Islam dalam hal ini dipengaruhi oleh kebangkitan Islam yang
dipelopori Jamaluddin al-Afghani dan Muhamad Abduh di Timur Tengah idenya
masing—masing mengenai Pan-Islamisme dan pembaharuan pendidikan yang telah
menyebar, dan juga telah masuk ke Indonesia.
Hasyim Asy’ari dilahirkan dan
dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan
berkecimpung secara langsung di dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam
khususnya. Dan semua yang dialami dan dirasakan beliau selama itu menjadi
pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah
pendidikan. Setelah menamatkan pendidikan di Tanah Arab, ia kembali ke Tanah
Air dan mendirikan pondok pesantren dan membawa sistem pendidikan yang coraknya
berbeda dengan sistem pendidikan pesantren yang sudah ada sebelumnya.
Pemikiran Hasyim Asy’ari Dalam Bidang Pendidikan
Sebagai
seorang pendiri pesantren, ia biasanya digambarkan sebagai tokoh tradisionalis
dan konservatif. Latar belakang pendidikannya yang dari Hijaz berperan dalam
mengubah pemikirannya masa lalu.
Kiai
Hasyim terkenal sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan secara ketat
terhadap sekian banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak memiliki
dasar-dasar dalam hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati perkembangan
tradisi ketarekatan di pulau Jawa, yang nilai-nilainya telah menyimpang dari
kebenaran ajaran Islam. Menurut Hasyim Asy’ari, ia tetap mempertahankan
ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadist dan pentingnya
praktek tarikat.
Menurut
Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh editor buku Rais ‘Am Nahdlatul Ulama hal.153
bahwa KH. Hasyim Asy’ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti
dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan
untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun, tidak dengan
serta—merta mengubahnya secara langsung karena di awal ia sempat dilarang oleh
ayahnya karena akan mengakibatkan pertentangan di antara ulama. Sistem ‘am (cara
pesantren) yang tidak terbatas waktunya masih ia pertahankan. Sistem pengajaran
yang biasanya diberikan di dalam masjid dan berkumpul dengan membentuk
lingkaran. Sistem ini terbagi dalam dua bentuk yakni bandongan dan sorogan.
Pada tahun 1916 – 1934 Hasyim Asy’ari membuka
sistem pengajaran berjenjang. Sistem nizom: sistem
yang tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan yang dianut di sekolah—sekolah
umum. Ada tujuh jenjang kelas dan
dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir awal dan siffir tsani yaitu masa persiapan untuk memasuki masa lima tahun
jenjang berikutnya. Pada siffir awal
dan siffir tsani itu diajarkan bahasa Arab sebagai landasan penting pembedahan khazanah ilmu pengetahuan Islam.
Kurikulum
madrasah mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran Bahasa Indonesia (Melayu),
matematika dan ilmu bumi, dan tahun 1926 ditambah lagi dengan mata pelajaran Bahasa
Belanda dan sejarah.
Sistem musyawarah: Para santri harus mempelajari sendiri kitab—kitab yang ditetapkan. Kiayi
memimpin kelas musyawarah seperti dalam seminar dan lebih banyak dalam bentuk
tanya jawab (diskusi). Biasanya hampir seluruh diskusi diselenggarakan dalam
bahasa Arab. Diskusi ini merupakan latihan bagi para santri untuk menguji
ketrampilan mereka dalam menyadap sumber—sumber argumentasi dalam kitab—kitab klasik.
Kelompok musyawarah adalah kelompok para ustadz senior yang telah belajar di berbagai
pondok pesantren antara 10 sampai 20 tahun dan memiliki pengalaman mengajar.
Sistem musyawarah yang dikembangkan KH. Hasyim Asy’ari sangat efektif. Tanpa
kecuali semua anggota kelompok musyawarah ini akhirnya menjadi kiayi—kiayi yang
masyhur. Adapun ustadz—ustadz senior telah berhasil menjadi kiayi antara lain:
KH. Wahab Hasbullah (ketua NU 1947-73), KH. Abdul Mana karim (pendiri pondok
pesantren Lirboyo), Kiayi Abbas Buntet (pimpinan pondok pesantern Buntet,
Cirebon), KH. As’ad (Ponpes Asembagus Situbondo).
DAFTAR PUSTAKA
Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar
Kebangkitan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LkiS.
Mulyadi. 1986. KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Pesantren
Tebuireng. Depok:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/03/komparasi-pemikiran-kh-ahmad-dahlan-dan.html (diunduh Senin, 24 Mei 2010 jam. 09.30)
http://suwendi2000.wordpress.com/2009/06/22/konsep-pendidikan-k-h-hasyim-asy%E2%80%99ari/ (diunduh Senin, 24 Mei 2010 jam 09.35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar