Muhammad
Ridho Rachman, 0806343973
FEMINIST INTERNATIONAL RELATION
Berbicara tentang feminis dan HI
terdapat tokoh-tokoh yang memprakarsai pendekatan HI dalam melihat subyeknya
adalah manusia (laki-laki dan perempuan). Di antaranya adalah Isthein, Enloe,
dan Tickner. Tokoh-tokoh feminis yang disebutkan tersebut selalu memandang
Feminis dalam konteks Hubungan Internasional : 1. Adanya pemihakan atau
subyektivitas, pandangan awalnya melihat peran gender yang dikonstruksikan
lingkungan sosial ada ketidaksamaan antara laki-laki dengan perempuan
(perempuan selalu termarginalkan). Kritik awalnya adalah diskriminasi yang
terjadi pada perempuan. 2. Tokohnya tidak mesti perempuan, ada juga laki-laki.
Namun, dalam melihat isu ini, para tokoh feminis HI bukannya ingin membalik
konstruksi sosial antara laki-laki dan perempuan atau ingin menciptakan
perselisihan di antara keduanya. Melainkan ingin menempatkan perempuan tidak
dibeda-bedakan dengan laki-laki atas dasar konstruksi gender. 3. Perspektif HI dilihat secara kritis dalam
uapaya mendekonstruksikan HI dengan lensa baru.
Eisthein (Women and War); ia
dikatakan sebagai tokoh realis moralis, dalam tulisannya ia banyak memasukan
literatur tentang perang; dalam perang, negara adalah aktornya, ia
mempertanyakan keberadaan perempuan. Dalam isu perang dan damai; tidak ada
perempuan karena bukan tentara atau komandan dst. Ia mulai memikirkan ada yang
luput dan terlupakan. Sebenarnya Eisthein sendiri belum menggugat HI sendiri.
Ia mempertanyakan konsep mengenai gender identity, apa makna perempuan dan
laki-laki.
Cyntia Enloe (Banana, Beaches, and
Bases: Making Sense of International Relation); ia melihat dalam aktivitas
internasional terdapat peran perempuan. Co: sex worker dalam perang, istri
diplomat. Ia mulai menggugat HI, ia
bicara realisme, ia melihat perempuan sebagai korban.
Tickner, ia mengkritik pandangan-pandangan HI (realis,
liberalis, pluralis, kritik). Ia mengkritik negara liberal, dalam pandangan
liberal; individu baik rasional, otonom, dan equal. Ia menyinggung individual
equality, bahwa sesama perempuan harusnya mendapat aksesnya yang sama (begitu
juga laki-laki), bahwa dikatakan tidak semuanya mendapatkan akses yang sama
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar