Pulau berhala pun merekat
indonesia[1]
Oleh: Muhammad Ridho
Rachman[2]
Indonesia, tanah airkoe…Tanah toempah darahkoe…
Disanalah akoe berdiri… mendjaga Pandoe Ibukoe…
Persepsi keindonesiaan awal
Bangsa Indonesia adalah unit nasional yang
dipersatukan dengan prinsip yang dijunjung bersama sejak awal. Penggunaan
istilah Indonesia dapat ditilik sejak awal abad masehi, dimana para pelayar
Cina menyebutnya dengan Nan-hai, yang berarti “kepulauan di lautan selatan”.
Bangsa Arab dan India pun mempunyai nama sendiri untuk menyebut gugusan
kepulauan yang terhampar di Samudera Hindia.
Penggunaan kata Hindia oleh bangsa Eropa
dengan menyebutnya sebagai kepulauan Hindia, yang secara letak benar berada di
kawasan samudera tersebut. Namun, wilayah yang dimaksud juga mencakup pulau
Srilangka dan pulau Maladewa. Pada akhirnya nanti kata “Indunesia” mulai
disebarkan dengan berbagai tulisan James Logan yang konstisten menyebutkan
kepulauan Indonesia seperti yang ada sekarang ini.
Gagasan tentang nasionalisme Indonesia rasanya
jauh dari pemikiran komponis paling berjasa di negara ini, WR Supratman. Tapi
ia telah mengenalkan telah menanggap Indonesia sebagai sebuah unit kesatuan
dalam angan-angannya. Diperkenalkan pertama kali dalam Kongres Pemuda tahun
1928 yang nantinya kongres tersebut melahirnya sumpah setia para pemuda akan
persatuan mereka.
Mereka adalah pemuda-pemuda elite terdidik
yang memiliki semangat primordial yang ditandai dengan jong dari berbagai
daerah. Mereka datang dengan menundukkan semangat itu di bawah hayalan akan
terbentuknya kesatuan mereka dalam united nation.
Jika menghayati lebih dalam lagi, Indonesia
saat itu belum ada. Bagaimana gagasan tentang satu bangsa Indonesia telah
mereka pikirkan bersama. Dengan tujuan itu lah mereka semua bersatu merumuskan
konsep. Dari bait-bait awal dalam lagu
Indonesia Raya nampak gagasan kebangsaan yang sudah tertanam oleh WR. Supratman
dan sangat logis itu adalah zeitgeist yang tertanam dalam pemikiran seluruh
peserta pemuda yang hadir.
Sumpah setia mereka mengenai tanah air,
bangsa, dan bahasa terinspirasi dari lagu yang kumandangkan di awal kongres. Pandu
negara, Indonesia bersatu, hiduplah bangsaku, jiwaku, semuanya merupakan
gagasan yang luar biasa maju sebelum adanya Indonesia.
Gagasan
Yang Diteruskan
Lahirnya bangsa Indonesia yang motori para
founding father kita nampaknya merupakan tindakan yang sangat berbahaya, di
luar mainstream kebijakan pemerintah Jepang. Lagi-lagi para pemuda yang
menggagas. Jiwa gelora dalam tindakan nekat ini memasukkan bangsa Indonesia (konsep
yang baru terbentuk) dalam kancah dunia baru, sebuah negara mandiri.
Eksistensi negara baru ini mengalami
berbagai tantangan mulai dari luar dengan upaya penjajahan kembali dan dari
dalam mengenai ujian akan komitmen masyarakat mengenai gagasan kebangsaan yang
pernah diusung bersama itu.
Dengan tertatih bangsa Indonesia sanggup
melewati rintangan yang bisa dikatakan tahap pertama walau dengan konsekuensi
yang tidak sedikit. Namun, itu adalah awal dari risiko yang harus ditanggung
jika ingin mandiri, lepas dari pengaturan asing. Tinggal lah perjalanan waktu
yang akan membuktikan kesungguhan para penemu bangsa dengan rakyat yang
diteruskan oleh para generasi penerus. Akankah nasib bangsa Indonesia berakhir
dengan bubarnya negara kesatuan.
Konsekuensi negara besar
Wilayah adalah salah satu unsur utama dalam
suatu negara, di samping rakyat dan pemerintahan. Faktanya bahwa Indonesia
diwariskan wilayah yang sangat luas oleh penjajah yang harus diurusi. Negara
yang sangat luas dan ditambah kendala-kendala masa revolusi mengaburkan
perhatian mengenai batasan-batasan dengan negara lain. Warisan Ordonansi
Teritorial negara pada tahun 1939 nyatanya malah memisahkan pulau-pulau itu
dalam kantung-kantung tersendiri karena laut adalah zona internasional.
Mengenai Hukum Laut dan batas wilayah
sangat logis jika pemerintahan awal belum penting karena Indonesia adalah
negara pertama yang merdeka di kawasan. Jadi tentunya belum ada masalah-masalah
mengenai klaim perbatasan.
Deklarasi Djuanda mengenai Hukum Laut
digagas mengingat urgensinya kondisi rentan bangsa dari serangan luar. Hanya
saja perjuangan itu baru mendapat pengakuan dunia (PBB) sejak diratifikasinya
UNCLOS tahun 1982.
Baru lah beberapa tahun belakangan ini
masalah perbatasan mulai disoroti kembali sejak pedaulatan Sipadan Ligitan
sebagai bagian Malaysia yang sangat menghentak bangsa. Departemen Kelautan dan
Perikanan melakukan berbagai penelitian guna mengevaluasi kebijakan negara dan
memformulasi kebijakan yang sangat penting bagi kesatuan bangsa seutuhnya. Dari
penelitian tersebut terdapat potensi konflik kewilayahan Republik Indonesia
dengan negara lain berapada pada 92 buah pulau terluar. Dari 17.508 buah pulau
ada sebanyak 10.155 belum diberi nama, sebagian berada di Riau Kepulauan,
Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Bangka Belitung, dan Sulawesi Utara.
Indonesia dan Singapura
memiliki permasalahan tentang batas laut teritorial walaupun sebenarnya telah
terdapat perjanjian perbatasan kedua negara. Indonesia juga merisaukan adanya
perubahan batas kedua negara di Selat Malaka sebagai dampak dari kegiatan
reklamasi yang dilakukan Singapura yang nota bene menggunakan pasir laut dari
Indonesia. Penambangan pasir laut yang berlebihan juga berdampak pada
tenggelamnya Pulau Nipa yang merupakan Titik Dasar dalam penentuan batas
wilayah Indonesia dengan Singapura.
Indonesia dan Malaysia
memiliki masalah perbedaan pemahaman rezim laut di bagian utara Selat Malaka,
Selat Singapura dan Laut Cina Selatan. Pulau berhala yang terletak di Kecamatan
Tanjungbintang, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatra Utara merupakan
pulau terluar yang berada di Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia.
Memiliki kekayaan alam berupa keindahan terumbu karang bawah laut dan hutan
tropis dengan keanekahayatan hayati tinggi namun rawan illegal fishing dan
effective occupation dari negara tetangga. Di samping itu pasca lepasnya
Pulau Sipadan dan Ligitan, masalah batas wilayah di perairan sebelah timur
Pulau Sebatik dan di sekitar Pulau Sipadan dan Ligitan juga akan menjadi “pekerjaan
rumah” yang harus segera diselesaikan.
Indonesia dan Filipina
memiliki perbedaan secara fundamental mengenai perbatasan wilayah laut. Hal ini
karena undang-undang Filipina telah menetapkan garis batas lautnya, sedangkan
pemerintah Indonesia belum menyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pulau
lain yang berbatasan dengan Filipina adalah Pulau Miangas. Ada penduduknya yang
mayoritas Suku Talaud, perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan
lagi. Wilayah ini rawan terorisme dan penyelundupan. Pulau Marampit juga
merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Filipina. Pulau Marampit
terletak di Kecamatan Pulau Karatung, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Perbatasan wilayah laut
antara Indonesia dengan Timor Lorosae. Indonesia dan Timor Lorosae sampai saat
ini belum memiliki perjanjian batas wilayah laut. Dalam konteks ini keberadaan
Pulau Batek perlu mendapatkan perhatian, terlebih dengan adanya kunjungan
pejabat Timor Lorosae ke pulau tersebut. Pasca kemerdekaan Timor Lorosae juga membawa
dampak terhadap perjanjian pengelolaan Timor Gap, walaupun hal ini belum
mengemuka, namun perlu segera diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia.
Aspek kultural masyarakat di
perbatasan juga turut menjadi permasalahan tersendiri. Kegiatan nelayan tradisional
atau kegiatan lain di sekitar wilayah dapat juga menjadi pemicu pertentangan
perbatasan. Misalnya: antara Indonesia dengan Papua New Guinea meskipun telah
memiliki kesepakatan tentang batas-batas wilayah darat dan perairan, namun bisa
juga menjadi masalah krusial. Ada beberapa aspek ekonomi dan kultural yang
berpotensi menjadi konflik, di mana kesamaan budaya, kepentingan ekonomi dan
ikatan kekeluargaan antar desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional telah berkembang menjadi
konplek. Kasus Warasmol dan pemanfaatan Sungai Fly bagi lalu lintas pelayaran
dan sumber daya alam oleh penduduk kedua negara yang tinggal di kedua sisi
sungai, tidak jarang menimbulkan masalah yang berimplikasi pada persengketaan perbatasan.
Upaya Mempertahankan Pulau Terluar Indonesia
Indonesia sebagai negara
kepulauan dan memiliki garis batas yang panjang terbuka dari mana-mana,
menyimpan potensi kerawanan karena sulitnya pengawasan terhadap wilayah
perbatasan dan pulau-pulau terluar terutama yang berbatasan dengan negara
tetangga baik daratan, laut maupun udara.
Batas wilayah negara memiliki
aspek internasional karena memberikan arti penting dalam kepastian hukum dan
pemagaran yuridis bagi suatu negara. Permasalahan pokok tentang perbatasan
menyangkut penetapan batas dan manajemen perbatasan. Dalam rangka menjaga
integritas nasional dan keutuhan negara Indonesia maka batas wilayah darat dan
laut ditetapkan secara bilateral dan trilateral, sedangkan untuk batas udara
ditetapkan mengikuti batas wilayah darat dan laut.
Pada tahun 2005 keluarlah Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Terluar. Adapun tujuan dari pengelolaan pulau-pulau kecil terluar
tertuang dalam pasal 2 yaitu :
1.
Menjaga keutuhan wilayah Negera Kesatuan Republik Indonesia,
keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas
kawasan.
2.
Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan
dan,
3. Memberdayakan
masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Pulau Berhala Juga Harus Diperhatikan
Riau Kepulauan seperti yang disebutkan di
atas memiliki masalah banyaknya pulau yang dimiliki. Terlebih lagi banyak pulau
yang selain tidak berpenhuni juga tidak bernama. Oleh karena amanat presiden tahun 2005, TNI dalam hal ini
Angkatan Laut yang bertugas mengamankan wilayah nusantara mengambil tidakan
pengamanan di ujung utara Riau Kepulauan tersebut.
Faktanya pulau Berhala telah menjadi
sengketa antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Kepulauan Riau, tentu semoga
tidakan saling klaim wilayah tidak menyulut pertentangan berkepanjangan dan
melukai kesatuan nasional. biarlah nanti hukum yang akan menentukan status
kepemilikan pulau tersebut. Apapun hasilnya nanti prinsip-prinsip nasionalisme
harus dikedepankan dalam tataran negara. Dan untuk saat ini pulau tersebut
dalam status quo, diambil alih oleh negara dengan menunggu keputusan peradilan.
Pulau yang sangat indah dengan pasir putih
bersih merupakan kenampakan alam yang mesti dijaga dan dimanfaatkan oleh bangsa
Indonesia. Pembangunan wilayah dengan fasilitas-fasilitas yang memadai dan
menempatkan penduduk di sana merupakan upaya awal merekat seluruh Indonesia
yang luas. Ditambah lagi dengan membangun fasilitas pariwisata alam sekaligus
cara memberdayakan masyarakat yang ada di pulau-pulau tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar