PENGEMBANGAN
POTENSI WISATA BUDAYA BALI:
Sumbangannya
Dalam Bidang Ekonomi Pada Masa Orde Baru
Oleh:
Muhammad Ridho Rachman (08063439736)
“Bali,
You leave this island with a sigh of reget and as long as you live you can
never forget this Garden of Eden (Vickers, 1989: 91)”
Kutipan dari Adrian Vickers dalam bukunya “Bali:
A Paradise Created”
(1989) mengutip dari brosur KPM pada 1914. KPM (Koninklijk Paketvarrt
Maatschapij) adalah perusahaan pelayaran Belanda yang di tahun 1920-an
mempropagandakan Bali sebagai daerah tujuan wisata. Namun sebelumnya telah
datang seorang anggota parlemen Belanda, Heer H. van Kol, yang mengunjungi Bali
pada 4 Juli 1902. Kol dianggap sebagai wisatawan pertama yang datang ke Bali.
Melalui kongsi dagang pelayaran inilah promosi kepariwisataan Bali menjadi
terlembaga. Praktis setelah
itu, turisme Bali dipengang sepenuhnya oleh Pemerintah kolonial Belanda yang
tangani dengan baik oleh pemerintah. Baru setelah kemerdekaan, semua aset
kendalikan oleh Pemerintah Indonesia dan sebesar—besarnya dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat.
Wisata
adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik
wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha.
Ada beberapa hal yang ingin
diketahui wisatawan. Hasil pooling yang dilakukan
Pacific Area Travel Association (PATA) terhadap wisatawan Amerika Utara
menunjukkan bahwa sektor kebudayaan merupakan yang paling ingin diketahui.
Lebih dari setengah wisatawan yang mengadakan kunjungan ke Asia dan kawasan Pasifik tertarik pada pengetahuan tentang adat
istiadat, kesenian, sejarah, bangunan kuno, dan peninggalan-peninggalan purbakala
lain (Pendit, 1994: 219).
Beranjak
dari pengertian dan fakta di atas maka dalam pembangunannya harus dengan
memperhatikan beberapa hal. Pertama adalah kemampuan untuk mendorong
peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. Berikutnya yang
tidak dapat diabaikan adalah nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan
dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Kemudian kelestarian budaya dan
lingkungan hidup, kelangsungan pariwisata itu sendiri, tata ruang, serta
rencana induk pembangunan pariwisata daerah. Begitu pun, harus diperhatikan
pula kesediaan prasarana dalam lokasi kawasan seperti jalan, listrik, pos dan
telekomunikasi; serta sediaan fasilitas untuk wisatawan dalam kawasan seperti
akomodasi, dan obyek wisata yang menarik.
Bali menjadi etalase dan daerah
percontohan pembangunan pariwisata di Indonesia karena dinilai yang paling mempunyai prospek
yang baik. Karena itulah rezim Orde Baru yang berkepentingan untuk
mendatangkan investor ke Indonesia memanfaatkan Bali sebagai daya tarik dengan
industri pariwisatanya. Maka pada Maret 1969 pemerintah mengundang tim ahli
asing untuk memikirkan pariwisata Bali. Pemerintah mendapatkan bantuan dari
IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) dan UNDP (United
nations Development Program) menyusun rencana induk pariwisata Bali yang
dikerjakan oleh konsultan Perancis yaitu SCETO (Societe Centrale Pour
l’Equipment Touristique Outre-Mer).
Dalam
pariwisata jelas diperlukan modal kepariwisataan (tourism assets) untuk
mengembangkan potensi wisata yang ada, atau sering juga disebut sumber
kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau tempat hanya dapat
menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dapat
dikembangkan menjadi atraksi wisata. Kita harus mampu mengenali modal
kepariwisataan yang dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat menahan
wisatawan selama berhari-hari dan dapat berkali-kali dinikmati, bahkan pada
kesempatan lain wisatawan mungkin akan kembali lagi ke tempat yang sama.
Tahun 1972 SCETO memberikan
rancang pariwisata dalam pengembangan pariwisata Bali sebagai pariwisata budaya (cultural
tourism). Pariwisata budaya dalam konteks Bali diartikan sebagai pengembangan
pariwisata yang sedemikian rupa sehingga wisatawan dapat menikmati kebudayaan
Bali, seperti menyaksikan tari-tarian Bali, mengunjungi objek budaya (museum,
pura, peningggalan purbakala), atau membeli cinderamata khas Bali. Pada saat yang sama juga
berhasil melakukan konservasi terhadap kebudayaan Bali dari pengaruh pariwisata.
Dalam
pembangunan pariwisata ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian. Kalau
pembangunannya berhasil akan menarik kedatangan wisatawan dalam jumlah besar.
Pengembangan pariwisata di Indonesia jelas harus sejalan dengan upaya
pemerintah untuk mewujudkan perekonomian yang berbasis kerakyatan. Sektor usaha
skala kecil dan menengah yang pada umumnya merupakan usaha yang dikembangkan
dan dikelola oleh masyarakat sendiri secara kuantitatif berkembang dan tersebar
merata di seluruh wilayah Indonesia dan bergerak di berbagai bidang ekonomi,
termasuk di dalamnya usaha di bidang kebudayaan dan pariwisata, baik dalam
bentuk usaha perjalanan, penginapan, rumah makan, usaha cinderamata dan sebagainya,
Komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar terdiri dari masyarakat
menengah ke bawah, akan menuntut perhatian dan langkah-langkah konkret dalam
memberdayakan potensi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.
Bagi Indonesia, industri pariwisata mulai dirasa penting ketika
penerimaan negara dari minyak bumi mulai menurun, Pemerintah Indonesia
memandang perlu untuk dilakukan alternatif pengganti penerimaan non migas. Pada
tahun 1990, belum ada anggaran khusus dalam APBN untuk kegiatan pariwisata
tetapi sektor ini telah menyumbang penerimaan Negara secara berarti. Pada tahun
1990, tercatat sekitar 2 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia
dengan total pengeluaran US$ 2 milyar, pada tahun 1996 jumlahnya menjadi 2.5
kali lipat atau sekitar 5 juta wisatawan dengan total pengeluaran US$ 6 milyar
(UNDP-KMNLH, 2000).
Sesungguhnya sejak pemerintahan Orde Baru peningkatan kemampuan
masyarakat juga dilakukan, namun tidak sepunuhnya memiliki kontribusi dalam
pemberdayaan, karena belum terjalinnya kerjasama antara pemerintah, swasta dan
masyarakat. Dalam hal ini kerja sama yang hampir tidak tersentuh oleh pemerintah
atau swasta adalah masyarakat karena masyarakat dipandang sebagai kelompok
konsumen dari hal-hal yang disajikan oleh pemerintah maupun swasta dengan
dibangunnya sebuah industri pariwisata. Masyarakat dipandang sebagai salah satu
unsur penggerak pariwisata namun tidak dilibatkan secara langsung dalam
pengelolaan pariwisata dan bahkan masyarakat sebagai korban dari adanya industri
pariwisata tersebut.
Seperti yang dikemukanan oleh Sulistiyani dalam buku Kemitraan dan
Model-Model Pemberdayaan (2004:96). Peran pemerintah pada umumnya berada pada
posisi fasilitas terhadap jalannya proses pemberdayaan masyarakat dengan baik.
Fasilitas tersebut dapat berupa kebijakan politik, kebijakan umum, kebijakan
sektoral/departemantal, maupun batasan-batasan normatif lainya di samping itu
fasilitas dapat berupa tenaga ahli, pendanaan, penyedian teknologi dan tenaga
terampil. Di samping peran pemerintah, hendaknya swasta juga dilibatkan dalam
kemitraan ini. Peran swasta biasanya pada segi oprasionalisasi atau
implementasi kebijakan, kontribusi tenaga ahli, tenaga terampil maupun
sumbangan dana, alat atau teknologi. Sedangkan peran masyarakat pada umumnya
disampaikan dalam bentuk partisipasi non mobilisasi.
Begitu juga di wilayah lain di Indonesia yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai kawasan wisata unggulan Jawa Timur yaitu seperti di daerah
Kota Batu, kota yang termasuk dalam wilayah Malang Raya sangat banyak memiliki
objek wisiata yang perlu dikembangkan guna menambah PAD kota Batu dan juga
memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar, wisata itu seperti,
wisata alam, wisata belanja, wisata kuliner, wisata budaya, wisata buatan, dan
juga fasilitas penunjang lainya seperti Restouran, hotel dan lain sebagainya.
Namaun masih banyak objek wisata yang belum dikelolah dengan baik di Malang
Raya, dengan demikian dalam pengelolahaanya peran masyarakat masih kurang
terlibat dalam pengembangan industri pariwaisata maupun kebijakan—kebijakanya.
Namun dari sekian banyak fasilitas yang bergerak dalam bidang jasa seperti Hotel, wisata dan lain sebagainya
merupakan hasil kelola dari pemerintah dan swasta tanpa ada mitra dengan
masyarakat di dalamnya melainkan hanya pengusaha dan pemerintah. Kalau kita
melihat potensi-potensi yang ada di wilayah Kota Batu sangat banyak memiliki
potensi yang dapat dikembangkan dan apabila dalam perkembangannya pemerintah
maupun swasta selalu melibatkan masyarakat tentu saja akan lebih baik keadaan
perekonomianya, masyarakat tidak hanya sebagai konsumen dari apa yang disajikan
oleh pemerintah maupun swasta melainkan pengambilan kebijakan dalam
pengembanganya akan selalu melibatkan masyarakat.
Kesimpulan
Industri pariwisata yang merupakan industri yang mempunyai peran yang
sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pariwisata, dalam
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat harus memiliki suatu kerja sama atau partnersip
yang sangat solid sehingga kerja sama di antara tiga elemen tersebut dapat
dijalankan.
Bali dari awal telah menarik banyak sekali wisatawan dan harus terus
dilanjutkan demi mendorong perekonomian negara karena langsung menyentuh ke
lapisan paling bawah dalam masyarakat. Melihat peran strategis Bali sebagai
ujung tombak pengembangan ekonomi negara dari sektor pariwisata, pemerintah
menggalakkan pembangunan di kawasan tersebut dan diharapkan akan menjalar ke
lokasi—lokasi destinasi lainnya.
Dalam hal ini, industri pariwisata yang dikelulah oleh sebagaian
masyarakat harus ditopang dengan kebijakan pemerintah daerah (mengingat telah
diberikannya otonomi bagi setiap daerah dalam pengembangannya masing--masing)
supaya apa yang menjadi tujuan utama pengembangan industri pariwisata Pusat melalui
pemberdayaan masyarakat dapat terlaksana dan meningkatkan tarap hidup
masyarakat sekitar pariwisata.
Dengan perkembangan positif ini diharapkan peran destinasi wisata bisa
mengembangkan mewujudkan perekonomian berbasis kerakyatan. Sektor
usaha skala kecil dan menengah yang pada umumnya merupakan usaha yang
dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat sendiri dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat di sekitar. Komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar
terdiri dari masyarakat menengah ke bawah, akan menuntut perhatian dan
langkah-langkah konkret dalam memberdayakan potensi tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat secara lebih luas.
Daftar
Pustaka
Wacik,
Jero. (Peraturan Kebudayaan Dan Pariwisata nomor: pm.37/um.001/mkp/07) Kriteria
dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
http://henky-wibowo.blogspot.com/2009/05/pengembangan-pariwisata-melalui.html (diunduh senin, 24 Mei 2010 jam 09.32 WIB)
www.hotelbandung.org/UU%20No.%209%20Tahun%201990%20Tentang%20Kepariwisataan.pdf
(diunduh senin, 24 Mei 2010 jam 09.50 WIB)
http://greecehotelsrooms.com/hotels/informasi+wisata+dan+budaya+prospek+pengembangan+pariwisata.php
(diunduh senin, 24 Mei 2010 jam 09.45 WIB)
http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2009/10/21/genealogi-kuasa-pariwisata-bali.html
(diunduh senin, 24 Mei 2010 jam 09.30 WIB)
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4042&Itemid=1498
(diunduh senin, 24 Mei 2010 jam 09.36 WIB)
http://www.wacananusantara.org/99/55/Strategi%20Pengembangan%20Wisata%20Kawasan%20Situs%20Talun,%20Kabupaten%20Subang?mycustomsessionname=391c680f7c8927f9fd6b9c1c48993f52
(diunduh senin, 24 Mei 2010 jam 10.05 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar