BAHASA ANAK : SEBUAH
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK
Muhammad Ridho Rachman,
0806343973
Pada tanggal 15 Desember kemarin di Auditorium Gedung IX
FIB UI diadakan sebuah seminar yang sangat menarik. Salah seorang wanita dewasa
dengan mantap berdiri di hadapan beberapa ahli, para hadirin mahasiswa, dan
tamu undangan yang berasal dari berbagai instansi. Ternyata wanita itu sedang
mempresentasikan hasil penelitiannya beberapa bulan lalu yang nantinya akan
diajukan sebagai teori disertasinya.
Awalnya saya agak berkeberatan, Pak Franz mengganti kelas
terakhir dengan memberi tugas mengikuti seminar tersebut dan membuat tulisan
yang menjadi nilai perbaikan tugas-tugas yang kurang. Saya sangat antusias
mengingat ada satu nilai C- yang mengkhawatirkan.
Sebenarnya, sejak pagi saya sudah masuk ke audit untuk
melihat lenong betawi yang disajikan di awal sebelum seminar dimulai. Sambil
mengawasi gerak-gerik pak Franz, dosen penpop yang jam sepuluh ada jadwal
kuliah. Di awal saya dan teman-teman sempat berpikir, pasti hari ini tidak ada
kelas karena melihat pak Franz memakai pakaian jas lengkap dengan sisiran
klimis yang berbeda dengan penampilannya ketika mengajar yang hanya mengenakan
kemeja.
Kiki, ia katakan sambil memegang dada yang artinya itu
adalah namanya. Yang saya rasakan dan katakan kepada teman sekelas di sebelah
adalah senangnya kalau penelitian kita disepertiinikan.
Diseminarkan untuk umum dengan seorang profesor tamu yang diundang sebagai
pembahas. Suatu hal yang sangat aji
mumpung, ketika perayaan dies natalis
FIB, tema disertasinya yang dipakai sebagai tema seminar. Mungkin juga tidak
semudah itu, bisa saja beberapa peneliti disiapkan di awal kemudian dipilih
siapa yang paling siap. Tapi itu hanya anggapan saya.
Sebuah tema menarik ditampilkan, yakni mengenai jenis
bahasa yang digunakan kepada anak oleh orang tua ketika ada pihak ketiga di
antara mereka atau ada dalam suatu lingkungan tertentu. Dalam penelitiannya, ia
bertujuan ingin untuk mendapatkan gambaran bagaimana orang tua memilih bahasa
terhadap anak dan gambaran mengenai sikap ragam bahasa yang ada.
Jenis bahasa yang disajikannya adalah bahasa Indonesia,
bahasa asing, bahasa Jakarta, dan bahasa daerah. Dalam hal ini, ia mengambil
sampel penelitian di sekolah-sekolah yang ada di daerah Jakarta dan sekitarnya.
Makanya ia menyajikan bahasa Jakarta sebagai salah satu pilihan yang ditawarkan
dalam sampel penelitiannya.
Saya terus mendengarkan dengan seksama, hingga banyak
pengetahuan mengenai kajian linguistik masuk ke dalam otak. Salah satu ucapan
Mbak Kiki yang sangat saya ingat adalah “salah satu yang membuat bahasa
Indonesia terus berkembang adalah karena perkawinan antaretnis yang menyebabkan
mereka harus memilih jalan tengah yakni bahasa Indonesia yang diajarkan kepada
anak-anaknya.” Teori ini ia dapatkan dari Prof. Nababan, entah siapa beliau,
namun rasanya ucapannya sangat tepat.
Kritik banyak dilontarkan oleh Prof. Muhajir kepada
penelitian yang terbilang masih kasar ini. Namun, Mbak Kiki menanggapinya
dengan antusias sambil mencatat setiap ucapan yang terlontar dari mulut
profesor yang sudah sangat sepuh itu. Pikir saya, sepertinya kata-kata yang
diucapkan Prof. Muhajir biasa saja, kritik standar seperti yang terbayangkan
dalam pikiran saya. Mungkin saya sok tahu, tapi itulah yang saya rasakan. Mungkin
faktor usia yang membuat pisau analisisnya berkurang.
Tapi bagaimanapun juga hal yang membuat Mbak Kiki merasa
sangat beruntung adalah bakal disertasinya sudah mendapat tanggapan dari
pakar-pakar dalam bidang linguistik. Dan seminar kala itu menambah pengetahuan
saya akan menariknya tema kajian linguistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar