Lembar Tugas Mandiri
(Muhammad Ridho
Rachman, 0806343973)
KERAJAAN AMANATUN
http://nttprov.go.id/ diunduh pada 3 Maret 2011 pukul 13.00 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Amanatun diunduh pada 3 Maret
2011 pukul 13.05 WIB
http://anakgununglakaan.blogspot.com/search?q=AMANATUN diunduh pada 3 Maret
2011 pukul 11.10 WIB
http://dejavaraditya.wordpress.com/2010/02/19/menelusuri-kemasyhuran-leluhur-timor/ diunduh pada 3 Maret
2011 pukul 11.20 WIB
Kerajaan Amanatun (Onam) merupakan salah
satu peradaban tertua di Pulau Timor, khususnya Timor Tengah Selatan. Amanatun
terdiri dari dua kata yaitu Ama (bapak)dan Mnatu (emas) yang menggambarkan
seorang raja yang mengenakan pakaian dan perhiasan terbuat dari emas. Dalam
buku “Raja-Raja Amanatun Yang Berkuasa” Don Yesriel Yusa Bunanaek, menceritakan
di zaman kuno leluhur orang Timor bermula dari kedatangan tiga bersaudara Tei
Liu Lai, Kaes Sonbai, dan Tnai Pah Banunaek yang akhirnya memimpin tiga
kerajaan-kerajaan besar: Tei mendirikan Kerajaan Belu, Kaes mendirikan Kerajaan
Mollo, dan Bunanaek mendirikan Kerajaan Amanatun. Pada masa kolonial Hindia
Belanda, Timor Tengah Selatan dikenal dengan nama Zuid Midden Timor hingga
berganti menjadi Nusa Tenggara Timur dan menjadi bagian dari negara kesatuan
Indonesia.
Di era kemerdekaan,
Kerajaan Amanatun bersama Kerajaan Molo (Oenam) dan Kerajaan Amanuban (Banam)
membentuk kabupaten Timor Tengah Selatan dengan ibukota SoE—Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Pada tahun 1920 kota SoE ditetapkan menjadi ibukota Nusa
Tenggara Timur oleh tiga raja berkuasa dari kerajaan-kerajaan di sana. Yakni
Raja Lay Akun Oetaman raja Molo, Raja Pae Nope raja Amanuban, dan Raja Kolo
Banunaek raja Amanatun.
Dalam buku Bunanaek
juga digambarkan lengkap mengenai hubungan para penguasa Timor dengan
bangsa-bangsa Eropa, terutama Portugis dan Belanda. Diceritakan pada 11
November 1749, Belanda dan Portugis memperebutkan tanah jajahan di Timor,
konflik ini dikenal sebagai Perang Penfui. Kerajaan Amanatun memihak portugis
karena tidak setuju dengan rencana Belanda yang ingin membagi wilayah Timor
meski pada akhirnya Kerajaan Amanatun jatuh juga ke tangan Belanda yang
berhasil mengalahkan Portugis.
Upaya penyatuan beberapa kerajaan yang ada di wilayah Timur Tengah
Selatan dalam suatu wilayah administratif mulai tampak sejak dekade kedua abad
ke-20. Pada 1920, Kota Soe ditetapkan menjadi ibukota Zuid Midden Timor atas
kesepakatan bersama dari ketiga raja yang berkuasa di sana, yaitu Raja Lay Akun
Oematan (Kerajaan Molo), Raja Pae Nope (Kerajaan Amanuban), dan Raja Kolo
Banunaek (Kerajaan Amanatun).
Layaknya sebuah sistem
kerajaan, pergantian pimpinan didasarkan atas garis keturunan yang mana anak
laki-laki lah yang akan menggantikan kedudukan ayahnya. Atau pun dalam hal-hal
tertentu dapat pula digantikan oleh adik raja. Adapun
raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Amanatun adalah sebagai berikut:
Tnai Pah Banunaek, Tsu Pah Banunaek, Nopu Banunaek, Bnao Banunaek I, Nifu
Banunaek, Kili Banunaek, Bnao Banunaek II, Nono Luan Banunaek, Bnao Banunaek
III, Bnao Banunaek IV, Bab’i Banunaek, Bnao Banunaek V (Bnao Nunkolo), Kusat
Muti (Muti Banunaek I), Loit Banunaek, Muti Banunaek II, Kusa Banunaek, Kolo
Banunaek (Abraham Zacharias Banunaek), serta Lodoweyk Lourens Don Louis
Banunaek (Raja Laka Banunaek).
Setelah menjadi bagian NKRI, pusat pemerintahan Amanatun
dipindahkan ke Kota Oinlasi dan hingga kini menjadi ibukota Kecamatan Amanatun
Selatan. Bentuk pemerintahannya pun berubah menjadi daerah swapraja. Raja Laka
Banunaek menjadi Kepala Daerah Swapraja Amanatun pertama. Jika di tengah-tengah
pemerintahan sang raja meninggal dunia, maka sebagai penggatinya diangkatlah
seorang Wakil Kepala Daerah Swapraja dari keturunan bangsawan.
Pemimpin Kerajaan Amanatun bersama dengan raja-raja lainnya yang
tergabung di dalam Dewan Raja-Raja ikut berperan penting dalam pembentukan
Provinsi NTT di mana sebelumnya wilayah ini termasuk ke dalam Provinsi Sunda
Kecil. Pemerintah Indonesia sendiri yang kala itu masih berbentuk Republik
Indonesia Serikat (RIS) telah menguatkan berdirinya NTT dengan beberapa
perkembangan kebijakan. Terakhir, melalui UU No. 69 Tahun 1958, terbentuklah
daerah Swatantra Tingkat II di Nusa Tenggara Timur dengan 12 Kabupaten.
Sementara itu, tentang kelompok suku yang paling dominan dalam
struktur sosial masyarakat Amanatun, buku ini menyebutkan nama Suku Missa,
selain suku-suku lain yang lebih kecil jumlahnya seperti Suku Tkesnai, Suku
Amafnya, Suku Nai Usu, dan lain-lainnya. Populasi penduduk Kerajaan Amanatun
relatif tinggi. Tahun 1870, misalnya, tercatat jumlah penduduk Kerajaan
Amanatun sudah melebihi angka 12.000 jiwa.
Sebelum masuknya agama Nasrani yang dibawa Portugis, penduduk
Timor, termasuk warga Amanatun, masih menganut suatu kepercayaan atas Dewa
Langit (Uis Neno) yang dinggap sebagai pencipta alam dan pemelihara kehidupan
di dunia. Sejumlah ritual upacara yang ditujukan kepada Uis Neno dimaksudkan
untuk meminta hujan, sinar matahari, mendapatkan keturunan, kesehatan, dan
kesejahteraan.
Orang Timor juga percaya kepada Dewa Bumi alias Uis Afu, juga
sering disebut sebagai Dewi Uis Neo. Upacara yang ditujukan kepada Dewi Uis Neo
adalah meminta berkah bagi kesuburan tanah yang sedang ditanami. Di samping
itu, masyarakat Amanatun juga mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib yang mendiami
tempat-tempat tertentu, seperti di hutan, mata air, sungai, dan pohon yang
dianggap angker. Ritual-ritual untuk menyucikan makhluk-makhluk gaib itu sering
dilakukan dengan dipimpin oleh pejabat desa sekaligus pemuka adat.
Selain itu, roh-roh nenek moyang yang dianggap mempunyai pengaruh
yang luas kepada jalan hidup manusia, juga disucikan oleh warga adat Amanatun.
Berbagai malapetaka yang datang dinilai sebagai tindakan atau peringatan dari
arwah leluhur terhadap mereka yang telah lalai dan berbuat jahat. Meskipun
agama Kristen yang dibawa Portugis pada akhirnya secara formal telah diterima
dan dipeluk oleh sebagian besar dari penduduk Timor, namun sebagian besar dari
mereka masih percaya akan adanya dewa-dewa, makhluk-makhluk halus, roh nenek
moyang, dan percaya akan ilmu sihir.
Terdapat beragam bentuk mata pencaharian yang dilakukan oleh
masyarakat Timor. Seperti dalam hal pertanian, dimana mata pencaharian dari
sebagian besar orang Timor yang bermukim di daerah pedesaan adalah bercocok
tanam di ladang. Jenis tanaman yang ditanam di ladang adalah jagung, yang
merupakan makanan pokok, padi darat, ubi kayu, keladi, labu, sayur-sayuran, dan
ada juga yang menanam kacang hijau, jeruk, kopi, tembakau, bawang, dan kedelai.
Selain bercocok tanam, mata pencaharian masyarakat Timor yang utama
adalah dalam bidang peternakan. Ternak yang dipelihara diantaranya adalah sapi,
kuda, kerbau, kambing, babi dan ternak unggas. Sebelum kedatangan orang Belanda
ke timor, peternakan memang sudah ada, namun tidak mempunyai arti ekonomis yang
berarti. Sapi, yang merupakan ternak yang paling banyak dipelihara oleh orang
Timor pada masa sekarang, baru dimasukkan ke Timor pada tahu 1912 oleh
pemerintah Belanda, dengan maksud untuk menambah bahan makanan bagi penduduk
Timor dan juga bagi penduduk pulau Jawa. Mata pencaharian yang lain
yang cukup penting terutama untuk masyarakat timor yang tinggal didaerah
pantai, adalah menangkap ikan-ikan kecil, mencari kerang dan tripang. Pada
waktu-waktu menjelang dan selama musim kemarau, bilamana air sungai menjadi
kering, banyak orang-orang menangkap ikan di sungai-sungai dengan cara
membendungnya dan kemudian mengeringkannya, atau dengan menggunakan sejenis
serok. Orang Timor tidak melakukan penagkapan ikan dengan perahu ditengah laut.
Dan yang terakhir adalah perdagangan. Perdagangan biasanya berpusat di pasar-pasar yang ada di desa yang cukup besar, yang diadakan setiap minggu sekali. Para pedagang dari setiap daerah di sekitar desa yang sedang berhari pasar turut juga hadir untuk menjajakan barang dagangan mereka. Barang-barang yang di perjual belikan kebanyakan adalah bahan keperluan sehari-hari. Namun ternak, khususnya sapi dan kerbau sering juga di perdagangkan di pasar dalam jumlah yang besar.
Dan yang terakhir adalah perdagangan. Perdagangan biasanya berpusat di pasar-pasar yang ada di desa yang cukup besar, yang diadakan setiap minggu sekali. Para pedagang dari setiap daerah di sekitar desa yang sedang berhari pasar turut juga hadir untuk menjajakan barang dagangan mereka. Barang-barang yang di perjual belikan kebanyakan adalah bahan keperluan sehari-hari. Namun ternak, khususnya sapi dan kerbau sering juga di perdagangkan di pasar dalam jumlah yang besar.
Referensi tambahan silahkan kunjungi blog OnamTuan. Blog resmi Kerajaan Amnatun.
BalasHapus