UNIVERSITAS
INDONESIA
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI AUSTRALIA
MAKALAH
MATA
KULIAH SEJARAH DIPLOMASI AUSTRALIA
MUHAMMAD
RIDHO RACHMAN
0806343973
FAKULTAS
ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM
STUDI ILMU SEJARAH
DEPOK
DESEMBER
2010
1. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sejarah
Australia diawali dengan kedatangan
masyarakat kulit putih yang membuka pemukiman di Sydney Cove tahun 1788 yang
kemudian menjadi koloni New South Wales, kemudian dalam waktu beberapa dekade
komunitas masyarakat kulit putih tersebut terbentuk menjadi suatu negara
Federasi (1 Januari 1901) dengan nama Commonwealth of Australia. Tidak ada yang
aneh jika melihat masyarakat Australia di dalam mainlandnya, sebab
memang mayoritas mereka berkulit putih. Tetapi jika dilihat kehidupan
masyarakat yang berada di sekeliling mainland
Australia, maka tampak adanya keganjilan yakni Australia yang putih dikelilingi
oleh masyarakat kulit berwarna. Itu sebabnya dikatakan bahwa Australia sebagai misplaced
continent, benua salah tempat. Seharusnya dengan mayoritas
masyarakat kulit putihnya, Australia berada di kawasan Eropa, tetapi justru
mereka berada di wilayah Pasifik Selatan.
Latar Belakang Australia sebagai misplaced
continent
Gaya hidup mayoritas masyarakat Australia yang diwakili oleh gaya
hidup masyarakat kulit putih Eropa makin mempertajam gambaran terhadap kesalahtempatan tersebut. Dimulai dengan kedatangan masyarakat kulit putih
secara bergelombang sejak tahun 1788. Pada mulanya mayoritas dari mereka adalah
narapidana yang dikirimkan berdasarkan kebijakan pemerintah Inggris yang
menyusun rencana “to remove the inconvenience which arose from the crowded
state of the gaols in the different parts of the kingdom”. Pengiriman
narapidana ini menyebabkan berkembangnya koloni-koloni lain selain New South
Wales, sehingga berdasarkan Australian 94 Colonies Government Act tahun
1850 telah terbentuk enam koloni yang terdiri atas koloni New South Wales,
Tasmania, Western Australia, South Australia, Queensland, dan Victoria.[1] Perkembangan
koloni-koloni ini oleh Crowford (1971) dikelompokkan pada gelombang kedua
migrasi yakni perpindahan orang-orang dari Inggris yang berlangsung antara
tahun 1788 sampai tahun 1945 yakni saat berakhirnya Perang dunia II. Mayoritas
masyarakat yang termasuk dalam gelombang kedua ini berasal dari Inggris, dan
mereka tetap mempertahankan gaya hidup Inggrisnya.
Gelombang ketiga migrasi penduduk Eropa ke Australia ditandai
dengan adanya pergeseran yakni meningkatnya jumlah imigran non Inggris. Hal ini
disebabkan kebijakan pemerintah yang mendorong pihak kementrian imigrasi untuk
meningkatkan jumlah penduduk di Australia sebagai akibat dari depresi ekonomi,
jumlah penduduk yang keluar Australia lebih besar ketimbang yang masuk,
terhambatnya pertambahan penduduk secara alamiah. Program imigrasi ini
mendatangkan sejumlah besar masyarakat Eropa yang non Inggris (terutama dari
Jerman, Italia, Belanda, Polandia, Yunani, Yugoslavia, Libanon, Austria, dan
lain-lain. Pada masa ini komposisi penduduk Australia menjadi 75% berlatar
belakang Inggris, dan 23% berlatar belakang Eropa non Inggris, sedangkan
sisanya adalah penduduk Aborigin. Komposisi yang demikian memperlihatkan bahwa
lebih dari 95% penduduk Australia adalah kulit putih yang berasal dari Eropa
terutama Inggris.
Komposisi penduduk yang demikian memberi dampak pada kiblat
kelembagaan pemerintahan yang mengarah ke negara-negara barat khususnya
Inggris. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pemerintahan di Australia
sejak berakhirnya pemerintahan Lachlan Macquarie sampai kepada pembentukan
negara Federasi. Pengaruh western
sangat kuat, diakibatkan komposisi penduduk sejak awal berdirinya
koloni New South Wales yang masyarakatnya berasal dari Inggris.
Ketika awal berdirinya koloni New South Wales, bentuk otokrasi
mewarnai pemerintahan para gubernurnya. Mayoritas penduduk yang merupakan
narapidana menyebabkan munculnya bentuk pemerintahan yang demikian. Tidak ada
lembaga pemerintahan apapun di luar kekuasaan gubernur. Artinya gubernur
memegang tampuk pemerintahan seorang diri tanpa didampingi lembaga legislatif
maupun yudikatif. Hal ini berlangsung sampai pada Pemerintahan Lachlan
Macquarie (1810 – 1821) yang kemudian bentuk pemerintahan otokratis ini mulai digoncang
oleh keinginan masyarakat bebas (free settlers), yang mulai seimbang
jumlahnya jika dibandingkan dengan masyarakat narapidana, untuk membentuk
pemerintahan yang bertanggungjawab (responsible government).
Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan komposisi penduduk ini
diakibatkan oleh Lachlan Macquarie yang berhasil mengubah kondisi New South
Wales mencapai kemajuan yang pesat, sehingga masyarakat bebas mulai melirik
Australia.[2] Di bawah
pemerintahan Lachlan Macquarie inilah mulai gencar dilakukan eksplorasi baik ke
pedalaman maupun eksplorasi pantai. Akibatnya, karena banyak ditemukan
daerah-daerah yang memungkinkan untuk dibukanya pemukiman, maka berkembanglah
koloni-koloni lain di Australia. Bentuk pemerintahan yang dikembangkan di
koloni-koloni lain tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang
pendatangnya, dan nuansa yang sangat kental adalah bentuk pemerintahan
sebagaimana yang dianut di Inggris. Munculnya keinginan untuk mengimbangi
kekuasaan gubernur ini karena tradisi yang dimiliki masyarakat Inggris bersifat
demokratis, sehingga mereka menganggap sangat tidak layak jika free settlers
diperlakukan sama dengan convicts.
Sejalan dengan pengembangan koloni-koloni lain, bentuk Responsible Government diawali dengan
terbentuknya Legislative Council yang
secara bertahap berkembang dengan berbagai undang-undang yang memperlihatkan
makin banyaknya anggota Legislative
Council dan makin luasnya kekuasaan legislative council dan makin sempitnya
kekuasaan gubernur. Puncaknya adalah dikeluarkannya Australian Colonies Government Act 1850 yang memberikan kebebasan
pada masing-masing koloni untuk menyusun pemerintahan sesuai dengan kepentingan
dan aspirasi masing-masing koloni. Akibat dari undang-undang ini kemudian
selama 50 tahun masyarakat di koloni-koloni tersebut berjuang untuk mewujudkan
federasi Australia (Siboro, 1989). Pada tanggal 1 Januari 1901 terbentuk Federasi
Australia dengan nama Commonwealth of Australia.
2. ISI
Awal pembentukan negara
Federasi Australia mengalam perjalanan panjang. Perubahan
bentuk pemerintahan dari koloni Inggris menjadi bentuk Federasi tidak
mengurangi pengaruh western dalam pemerintahan Australia. Meskipun
komposisi warganegaranya sudah menurun keinggrisannya dengan komposisi 25% non
Inggris, tetapi pengaruh Inggris masih sangat kuat menguasai kelembagaan
pemerintahan di Australia. Bereson & Rosenblat mengidentifikasi pengaruh
negara-negara western yang ada dalam
kelembangaan pemerintahan di Australia setelah terbentuknya Federasi Australia
sebagai berikut.
Tradisi demokrasi parlemen menggambarkan pengaruh Inggris
Adanya referendum menggambarkan pengaruh Swiss
Pembagian kekuasaan pemerintah federal dengan state menggambarkan pengaruh Canada
Penggunaan
nama Senate dan House of Representatives memperlihatkan pengaruh Amerika
Serikat.[3]
Suatu benua yang dihuni oleh mayoritas masyarakat berkulit putih
khususnya Inggris, dengan orientasi pemerintahan yang berkiblat ke Inggris,
tetapi terletak di Pasifik Selatan, menyebabkan terlihatnya gambaran kelompok
kulit putih yang terisolasi di antara kelompok masyarakat kulit berwarna.
Kondisi ini menimbulkan dampak, harus bagaimanakah Australia menempatkan
dirinya di antara negara-negara Asia dan Pasifik? Harus bagaimana Australia
menata arah politik luar negerinya agar dapat hidup berdampingan dan
bertetangga baik ? Ini bukan persoalan mudah bagi Australia, sebab latar
belakang budaya yang dimunculkan dalam bentuk pemerintahan berwarna western seringkali
akan bertabrakan dengan warna pemerintahan kulit berwarna terutama negara-negara
di Asia yang baru bermunculan sebagai akibat perkembangan nasionalisme pasca
Perang Dunia II.
Latar belakang Australia sebagai misplaced continent atau frightened
country dilihat dari gaya hidupnya dan kelembagaan politik yang berkiblat
ke Eropa khususnya Inggris, tetapi secara geografis terletak di Pasifik Selatan
yang mayoritas penduduknya berkulit berwarna, adalah penggambaran terhadap
benua yang di selatan ini pada awal dan perkembangannya sampai pada masa Perang
Dunia II. Pencarian jati diri untuk memposisikan politik luar negerinya mulai
tampak setelah masa Perang Dunia II di mana pada saat itu Australia menyadari
bahwa menggantungkan eksistensinya pada negeri induknya Inggris tidak dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi di Pasifik Selatan.
Perang Dunia II memberikan kesadaran pada Australia bahwa Amerika
Serikat lebih dapat diandalkan untuk menjadi mitranya dalam menghadapi situasi
dan kondisi di wilayah Pasifik. Analisis berikut memberikan gambaran tidak
dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan mesin pertempuran yang canggih.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kesalahtempatan
Australia mengharuskan negara tersebut menyadari lingkungan sekitarnya yang
berbeda baik secara fisik maupun budaya.
Australia harus menata kehidupan politik luar negerinya dengan
mempertimbangkan good neighbourhood dengan negara-negara di sekitarnya.
Sebagai contoh, untuk membendung penyebaran komunis di Asia Tenggara, setelah mundurnya
Perancis dari Vietnam. Maka pada tahun 1954 dibentuk
SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang anggotanya adalah Australia,
New Zealand, Perancis, Inggris, Pakistan, Philipina, Thailand, dan Amerika
Serikat. Meskipun organisasi pertahanan bersama ini tidak berumur panjang
(tahun 1977 dibubarkan sejalan dengan mundurnya Amerika Serikat dari Vietnam),
tetapi terlihat adanya niat baik Australia untuk beradaptasi dengan
negara-negara di sekitarnya.
Australia menjadi salah satu negara penggagas South Pacific
Commission yang merupakan langkah awal terbentuknya South Pacific Forum (SPF),
yakni forum tempat para pemimpin negara-negara di Pasifik bertemu dan menemukan
solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi di kawasan Pasifik. Hasil dari
forum tersebut dapat dilihat dari hasil forum Brisbane tahun 1994 yang
mencerminkan kesadaran akan pentingnya pelestarian laut, hutan, dan sumber daya
alam lain. forum Madang menghasilkan kesepakatan reformasi ekonomi yang
bertujuan untuk menstimulai perdagangan dan investasi, mengembangkan efisiensi
dan akuntabilitas sektor publik, serta menciptakan kondisi yang dapat
mengembangkan sektor privat.[4]
Dalam hal kerjasama militer, forum ini menghasilkan perjanjian
South Pacific Free Zone Treaty – The Treaty of Ritonga tahun 2003. Dengan
ditandatangani perjanjian ini maka kawasan Pasifik akan terbebas dari tes-tes senjata nuklir.[5]
Asean Regional Forum (ARF) yang dibentuk tahun 1994 juga merupakan
jawaban terhadap kepentingan Australia menata kehidupan politik yang mengarah
kepada bertetangga baik tersebut. Asean Regional Forum memiliki 25 negara
anggota yang menaruh perhatian bagi keamanan Asia Pasifik. Dari 25 anggota ARF,
terdapat 10 anggota ASEAN (Brunei, Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam); 10 negara mitra Negara ASEAN
(Australia, Kanada, Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Selandia Baru, Korea
Selatan, Rusia, dan Amerika Serikat), dan 5 negara pengamat ASEAN (Papua
Nugini, Korea Utara, Mongolia, Pakistan dan Timor Leste). ARF menjadi suatu
wadah tempat Negara anggota dapat berdiskusi mengenai isu keamanan regional
yang terjadi dan mengembangkan aturan kejasama untuk meningkatkan perdamaian
dan keamanan di kawasan tersebut.[6]
Kebijakan Menahan diri (containment policy)
sesudah tahun 1949
Dua
bulan setelah Perang Dunia II berakhir, Jenderal Eisenhower menulis,
"American-Soviet friendship is one of the cornerstones upon which the
edifice of peace should be built."[7] (Persahabatan Amerika Serikat dan Uni Soviet merupakan salah satu
dasar untuk membangun perdamaian yang lebih baik).
Ribuan orang Amerika Serikat menyetujui pendapat Eisenhower ini,
dan juga menghargai heroisme pasukan Rusia dalam mengalahkan musuh bersama,
yaitu Jerman. Akan tetapi, segera sesudah perang usai, banyak negara di dunia
terpecah ke dalam dua kubu yang saling bermusuhan, yaitu Amerika Serikat
bersama banyak bangsa-bangsa non-Komunis, dan Uni Soviet bersama sebagian besar
bangsa-bangsa berhaluan Komunis. Ketegangan akibat persaingan di antara kedua
kubu inilah yang melahirkan apa yang disebut sebagai Perang Dingin.
Secara umum, senjata Perang Dingin ini bukan bedil atau meriam,
tank, dan pesawat tempur, melainkan propaganda dan bantuan-bantuan yang
bersifat militer, ekonomis, dan teknis untuk memperkuat sekutunya dan menarik
simpati pihak-pihak netral. Dalam keadaan seperti itu, harus diakui, bahwa di
beberapa tempat, Perang Dingin itu telah menjadi perang panas, dan perkelahian yang sungguh-sungguh
telah menjadi kenyataan.
Platt and Drummond (1964:825-826), mengemukakan beberapa faktor
yang dari sudut pandang Amerika Serikat dianggap makin merenggangkan kedua
belah pihak serta meningkatkan suhu Perang Dingin, antara lain:
1. Mutual suspicion between Communist Russia
and Capitalist Countries;
2. Communist propagandists capitalize on
post-war hunger and growing nationalism in underdeveloped countries;
3. Soviet satelites are created;
4. Russian encouragement of communism in The
Far East;
5. Russia drops an "iron curtain" to
shut out the democracies.[8]
Dalam tahun 1947, Truman meletakkan kebijakan yang kemudian menjadi
dasar politik luar negeri terhadap Uni Soviet selanjutnya. Platt and Drummond, [9]mengutip kata-kata
Truman yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal sebagai Truman Doctrine, yang
berbunyi sebagai berikut.
“... it
must be the foreign policy of the United States to support free peoples who are
resisting attempted subjugation by armed minorities or by outside
pressures." The free peoples of the world look to us for support in
maintaining their freedoms. If we falter in our leadership, we may endanger the
peace of the world --we will surely endanger the welfare of our nation. (... harus menjadi politik luar negeri Amerika Serikat
untuk membantu bangsa-bangsa merdeka yang sedang berjuang menentang penaklukan
oleh kelompok minoritas bersenjata atau oleh tekanan-tekanan dari luar.
Bangsa-bangsa merdeka di dunia mengharapkan bantuan kita untuk mempertahankan
kemerdekaan mereka. Jika kita bimbang dalam kepemimpinan kita, berarti kita
membahayakan perdamaian dunia dan kita dengan sungguh-sungguh akan membahayakan
kesejahteraan bangsa kita.)[10]
Oleh karena tekanannya pada perintangan ekspansi komunisme lebih
jauh, maka Truman Doctrine dianggap memprakarsai suatu Containment Policy (politik
pengurungan atau penahanan). Dalam penerapannya, Amerika Serikat membangun
kekuatan bersenjatanya sendiri dan memberikan bantuan militer dan ekonomi
terhadap bangsa-bangsa yang terancam. Yunani dan Turki merupakan dua negara
yang pertama kali mendapatkan manfaat dari Containment
Policy tersebut. Kongres Amerika
Serikat menyediakan dana sebesar $400 milyar untuk bantuan ekonomi dan militer
kepada mereka dalam tahun 1947. Misi-misi militer segera digerakkan kepada
kedua negara tersebut, dan akhirnya keduanya tidak menjadi satelit Uni Soviet.
Dalam kaitannya dengan Australia, Containment Policy yang
diprakarsai oleh Amerika Serikat memposisikan negara yang terisolasi tersebut
(Australia) untuk lebih memahami proses terjadinya kebangkitan negara-negara
Asia dan Afrika. Kekurang-pahaman Australia terhadap budaya dan bahasa
negara-negara di Asia memaksa mereka untuk menjalin kerjasama lebih baik dengan
negara-negara baru yang terbentuk di Asia tersebut.
Kemenangan Mao Tse-Tung dengan komunisnya di Cina tahun 1949,
diikuti dengan pecahnya perang Korea 1950 mengindikasi bahwa Cina telah siap
untuk memperluas teritorinya melalui kekuatan militer atau cara persuasif.
Australia membaca arah pergerakan sepak terjang Cina, sepertinya mereka akan
mengambil alih Laos dan Vietnam Selatan, berpindah ke Thailand serta Kamboja setelah menguasai India, Pakistan, Sri Langka, Timur
Tengah, dan Afrika.
Blackmore menggambarkan hal tersebut sebagai Domino Theory. Ia
menjelaskan, this “domino theory” of Communist expansion explains the
Australian government’s contributions of military aid in South East Asia”.[11] Australia
merasakan kecenderungan tersebut sehingga merasa perlu untuk membendung
kekuatan Cina tersebut.
Pada masa ini orientasi Politik luar negeri Australia ditetapkan
melalui upaya membendung perluasan komunis melalui cara memberikan bantuan
militer dan memperkuat pertahanannya melalui perjanjian pertahanan bersama
dengan Amerika Serikat, melaksanakan bantuan ekonomi terutama kepada
negara-negara yang berada di sekitarnya yang tergabung dalam Commonwealth of Nation.
Australia membantu membendung ekspansi Korea Utara melalui kekuatan
militernya. Australia juga memberikan bantuan militer kepada Malaysia (sebagai
sesama anggota British Commonwealth of Nations) dalam rangka membandung
kekuatan komunis di Asia Tenggara.
Dalam kasus perang Vietnam, keterlibatan militer Australia adalah
dengan mengirimkan “army advisers” untuk melatih tentara Vietnam Selatan
dalam strategi perang di hutan-hutan, bahkan tahun 1966 militer Australia
ditingkatkan kontribusinya sebagai akibat diberlakukannya wajib militer. Hal
ini dilakukan agar Australia mampu membendung agresifitas komunis.[12] Di sini terlihat bahwa periode tahun 1950an sampai 1960an Australia
menganut konsep pertahanan yang disebut dengan Forward Defence, yakni membangun
pertahanan dengan menempatkan pasukan di luar wilayah negaranya (lihat
keterlibatan tentara Australia pada perang Korea, perang Vietnam, dan Malaysia
& Singapura).
Setelah itu, pada periode berikutnya orientasi pertahanan Australia
menganut konsep Defence of Australia. Konsep pertahanan ini menggunakan self
reliance sebagai dasar utamanya.[13] Di sini,
militer Australia harus mampu melaksanakan operasi secara mandiri dan harus
mampu menangkal jangkauan senjata musuh dengan memanfaatkan geografi Australia.
Kini Australia menerapkan Regional
Defence dengan strategi varian kerjasama pengembangan pertahanan misil
bersama Amerika Serikat.
Meskipun berbagai konsep pertahanan dikembangkan oleh Australia,
tetapi pada dasarnya kedekatan dengan Amerika Serikat menjadi dasar dari
segalanya. Setelah melepaskan diri dari keterikatan dengan Inggris, Australia
menyandarkan dirinya pada Amerika Serikat. Lebih jauh bahwa kepentingan
nasional Australia lebih ditujukan pada pembentukan lingkar Pasifik Barat yang
dimanifestasikan dalam bentuk Australia’s Maritime Identification System (AMIS).
AMIS merupakan manifestasi konsep keamanan maritim regional Amerika Serikat
yang diterjemahkan oleh Australia sebagai penguatan strategi pertahanan
maritimnya.
Menarik untuk disimak pendapat Petrov (2008) yang menggambarkan
tiga pilar tradisi politik luar negeri Australia yakni (1) Tradisi Menzies
(partai Liberal) yang digambarkan sebagai tradisi realistik, pragmatis, dan
berpusat pada kekuatan. Di sini pandangan Menzies difokuskan pada kenyataan
keterisolasian Australia dapat diatasi dengan menjalin hubungan baik dengan
Amerika Serikat; (2) Tradisi Evatt (partai Buruh) yang memperlihatkan gambaran
nasionalis dan internasionalis, sebab Evatt berpedoman organisasi internasional
(dalam hal ini PBB) merupakan forum yang cukup efektif untuk mengatasi
masalah-masalah yang muncul. Arah pilar kedua ini adalah kekuatan dan nilai
kebebasan dan pemahaman terhadap identitas diri suatu bangsa; (3) Tradisi
Spender & Casey (Partai Liberal) menekankan pada pentingnya wilayah
regional dan kerjasama aktif dengan Asia. Sampai saat ini, ketiga pilar
tersebut masih relevan dijadikan bahan kajian terhadap perkembangan politik
luar negeri Australia, meskipun penekanannya sangat ditentukan oleh kondisi
dari partai manakah perdana menteri Australia berasal.
Pemantapan diri Australia sebagai Bagian dari
Asia Tenggara dan Pasifik Selatan
Berdasarkan pengalaman sejarahnya di atas, selayaknya sikap
Australia adalah pemantapan diri sebagai bagian dari Asia Tenggara dan Pasifik
Selatan. Keterikatan dengan Amerika Serikat sebagai sekutu yang setia tidak
menghalangi niat Australia untuk bergerak menuju keterikatan dengan Asia. Dalam
hal ini dapat dilihat Australia sebagai bagian dari komunitas internasional
yang mampu menjadi donor kemanusiaan. Aussiebuddy (2008) mengemukakan bahwa
kebijakan luar negeri Australia diarahkan oleh suatu komitmen untuk
multilateralisme dan regionalisme. Di satu sisi masalah keamanan Australia
didampingi oleh Amerika Serikat, sedang di sisi lain masalah-masalah yang
berhubungan dengan kerjasama ekonomi Australia menjalin hubungan yang baik
dengan negara-negara di Asia. Artinya, Australia tidak lagi bergantung kepada
Inggris yang secara geografis letaknya jauh dari benua yang di selatan sehingga
orientasi bergeser ke Amerika Serikat, dan menghadapi letaknya yang terpencil
di Pasifik Selatan Australia harus mampu memantapkan dirinya sebagai bagian
dari Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.[14]
Kebijakan luar negeri Australia berpatokan pada tujuan dan
kepentingan nasional yang ingin dicapai. Berikut adalah cuplikan mengenai
Tujuan Nasional dan Kepentingan Nasional Australia sebagaimana dikutip oleh
Aussiebuddy wordpress.
Tujuan Nasional Australia
Tujuan dasar politik luar negeri Australia adalah menjaga
integritas dalam lingkungan internasional yang saling bersaing. Integritas
suatu bangsa bukan hanya mencakup perlindungan terhadap aset-aset yang penting
seperti wilayah teritori, sumber daya alam dan manusia dalam batas negara
tetapi juga memelihara sistem ekonomi, politik, sosial, budaya masyarakat yang
turun temurun secara singkat. Hal-hal tadi disebut sebagai etos fisik dan
sosial dari sebuah negara. Ada dua sikap kelompok nilai yang membangun etos
nasional Australia. Sikap kelompok nilai yang pertama adalah campuran antara
nilai budaya, etika, agama dan etnis yang menentukan sikap dan moralitas
masyarakat. Sedangkan kelompok nilai yang kedua adalah campuran antara nilai,
sosial, politik dan ekonomi yang dipelihara oleh masyarakat dalam aturan-aturan
administrative. Tujuan utama dari politik luar negeri suatu Negara adalah
kelangsungan hidup dan untuk itu keamanan Negara adalah suatu hal yang mutlak. Keamanan
Negara bukan hanya keamanan secara fisik dari serangan maupun invasi, tetapi
berarti juga perlindungan dari agresi ekonomi Negara lain, yang juga berarti
mengamankan dasar nilai dan budaya masyarakat dari penerapan ideologi luar
negeri yang bertentangan.
Kepentingan Nasional Australia
Dalam melihat
kepentingan nasional Australia, terdapat empat prioritas pokok.
1.
Memelihara keamanan yang positif dan lingkungan strategis dalam kawasannya.
Berarti Australia memiliki kepentingan langsung dalam menjamin situasi yang
aman dan damai di Negara-negara sekitarnya agar tetap terpelihara dengan
stabil.
2.
Mendukung terciptanya keamanan global.
3.
Kerjasama ekonomi, investasi dan perdagangan. Australia ingin memobilisasi
pengaruh politik internasional untuk mendukung tujuan ekonomi internasional
dengan cara membuka pasar barang ekspor, memperluas kesempatan-kesempatan
ekonomi bagi sektor industri Australia dan terus menciptakan persepsi bahwa
Australia merupakan tempat yang menarik untuk melakukan penanaman modal asing
serta menempatkan pemerintah Australia sebagai mitra yang ideal untuk
kerjasama.[15]
Menjadi warga dunia yang baik dengan Australia terus memainkan
peranan yang positif dan konstruktif diantara aneka ragam isu yang sekarang
menjadi subyek diplomasi multilateral, seperti penanganan masalah pengungsi,
terorisme, perdagangan obat-obatan terlarang dan masalah kesehatan dunia.
Menyimak kebijakan politik luar negeri Australia tersebut, dapat dianalisis bahwa melindungi teritorial Australia dari
serangan fisik berarti arah pengembangan militer Australia yang mandiri. Di
lihat dari segi geografis, Australia sangat mudah diserang dari arah utara.
Dengan demikian militer Australia harus selalu siap dalam
menyelenggarakan pertahanan di belahan utara negeranya. Mengingat penduduk
Australia sangat kecil (hanya berjumlah lebih kurang 20 juta jiwa yang mengisi
satu benua), maka dasar pertahanannya bertumpu pada teknologi tinggi.
Makna lain dari pengembangan militer yang mengarah ke utara, maka
perlindungan teritorial lebih difokuskan pada penahanan serangan dari utara.
Artinya, tetangga Australia yang paling dekat di utara adalah Indonesia.
Bagaimana Australia menata hubungannya dengan Indonesia, mengingat pertahanan
yang dibangun oleh Australia mengarah di utara, yang dapat ditanggapi oleh
pemerintah Indonesia sebagai membangun pertahanan terhadap ekspansi Indonesia.
Hal ini terlihat dari perjalanan sejarah yang terlihat bahwa seringkali terjadi
ketidakharmonisan hubungan antara Australia dengan Indonesia. Dapat dilihat
bagaimana keterlibatan Australia yang berkonspirasi dengan Belanda pada
peristiwa Irian Barat, Keterlibatan Australia dalam
Pemberontakan PRRI/Permesta dalam tulisan Hadi Subadio yang memperlihatkan politik Australia terhadap pemberontakan dalam
negeri Indonesia antara ucapan dan tindakan sangat berbeda. Masalah Timor Timur
juga memperlihatkan kepentingan Australia dalam menyangga keamanannya dari
serangan di utara.
Kepentingan utama Australia terhadap Timor Timur adalah menghindari
tidak melebarnya konflik di Timtim masa 1970-an yang
dapat menjadi ancaman bagi Australia (ingat teori domino, ancaman komunis dari
utara).
Politik luar negri Paul Keating ini membuat hubungan antara
Australia dengan Indonesia mesra, tetapi setelah naiknya Howard yang mengubah
politik luar negerinya dengan pengakuan kemerdekaan Timor Leste, maka hubungan
tersebut menjadi tegang.
3. PENUTUP
Perjalanan pembentukan
negara Australia sebagai sebuah negara Barat yang dapat dikatakan
kesalahletakan dalam geografis. Budaya Barat tertanam kuat dalam wagra negara
yang memang berasal dari keturunan bangsa Eropa. Kondisi seperti ini membuat
kultur yang berbeda dengan kultur budaya Timur. Rasanya sifat superioritas ras
Eropa masih tertanam kuat dalam diri Australia sehingga sulit menggabungkan
diri dengan cara pandang di lingkungannya. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana
kebijakan-kebijakan dalam negeri maupun luar negeri Australia yang cenderung
tidak memihak negara-negara tetangganya. Namun, bukan berarti tanpa usaha,
perjalanan waktu menggambarkan usaha Australia dalam respect terhadap
tetangganya. Ikut dalam SEATO, tergabung dalam setiap kegiatan ASEAN: sampai
ARF, merupakan salah satu bentuk kepedulian Australia terhadap tetangganya.
Australia harus mampu mempromosikan dirinya sebagai negara yang
memiliki nilai demokrasi liberal (yang memang direfleksikan dari budaya Eropa),
dan harus pula dapat mengupayakan dirinya agar dapat menarik minat
negara-neagar sekitar yang memiliki budaya berbeda. Artinya Di satu sisi
Australia harus memperlihatkan jatidirinya sebagai negara dengan pola pikir dan
budaya putih, tetapi di sisi lain Australia juga harus mampu menempatkan
dirinya yang berbeda tersebut dalam lingkungan Asia Tenggara – Pasifik yang
bukan berbudaya putih.
Warna115 partai Liberal yang
konservatif memang terlihat sangat kuat, seperti ketegangan-ketegangan yang
muncul akibat sering terjadi kekeliruan dalam persepsi antara pemerintah
Australia dengan Indonesia, tetapi juga tradisi penekanan pada pentingnya
wilayah regional dan kerjasama dengan negara-negara Asia menjadi salah satu
agenda politik luar negeri Australia. Di samping itu, pilar kedua yang
merupakan tradisi partai Buruh, juga sedikit terlihat yakni pemahaman terhadap
identitas diri suatu bangsa. Pertanyaan yang masih perlu dikemukakan adalah,
bagaimana arah politik luar negeri Australia masa mendatang?
DAFTAR PUSTAKA
Bereson, I. & Rosenblat, S. (1979). Inquiry
Australia Reviewing Australian History Through Maps, Charts, and Commentory.
Richmond - Victoria : Heinemann Educational Australia Pty.Ltd.
Clark, M. (1986). A Short History of Australia.
Ringwood - Victoria : Penguin Books Australia Ltd.
Julius Siboro. (1989). Sejarah Australia.
Bandung : Tarsito
Platt
and Drummond. (1964). Our Nation From Its Creation. Prentice Hall Inc
Richard Blackmore. (1970) Webster's Timeline History, 1654 –
2007. California. ICON Group International, Inc
[2]
Ibid. Siboro. 1989.
[3]
I. Bereson&
Rosenblat. Inquiry Australia
Reviewing Australian History Through Maps, Charts, and Commentory. 1979.
[5]
Ibid.
[6]
http://aussiebuddy.wordpress.com/?s=arf
[7]
Platt and Drummond. (1964:
825)
[8]
Ibid. hal. 825-826
[9]
Ibid. hal. 826
[10]
Ibid.
[11]
Blackmore. Webster’s Time Line
History. (1970:229)
[12]
Ibid. 231-233
[13]
http://aussiebuddy.wordpress.com/?s=self+reliance diunduh pada tanggal 20 Desember
2010 pukul 08.30
[14]
http://aussiebuddy.wordpress.com/2008/08/20/sejarah-interaksi-internasional/ diunduh pada tanggal 20 Desember 2010
pukul 09.00 WIB
[15]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar