UJIAN
AKHIR SEMESTER
MATA
KULIAH SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA
Oleh:
Muhammad Ridho Rachman, 0806343973
Gambaran Struktur Masyarakat Banten Abad ke-19
1.
Pendahuluan
Banten terletak di bagian paling barat Pulau Jawa, luasnya sekitar
114 mil persegi. Menurut angka statistik resmi, pendudukk Banten tahun 1892
berjumlah 568.935 jiwa; daerah yang paling padat penduduk adalah distrik Cilegon.
Berkaitan dengan kepadatan penduduk adalah keadaan penggarapan tanah, yang pada
gilirannya sangat bergantung kepada lingkungan fisik. Daerah itu dapat dibagi
menjadi dua bagian yang sangat berbeda satu sama lain. Bagian selatan yang
merupakan daerah pegunungan, untuk sebagian besar terdiri dari hutan dan sangat
jarang penduduknya. Daerah itu jarang menjadi ajang peristiwa-peristiwa penting
dalam sejarah Banten. Sebaliknya, Banten
Utara dalam dasawarsa-dasawarsa terkahir abad XIX tanahnya untuk sebagian
besar sudah digarap dan karenanya penduduknya jauh lebih padat. Banyak kota di
daerah ini, di antaranya Banten, Tamiang, dan Pontang sudah sangat tua usianya;
kelahirannya dapat ditelusuri kembali sampai abad ke XVI.
Kesultanan Banten yang didirikan pada tahun 1520 oleh pendatang dari
Kerajaan Demak di Jawa Tengah dan dihapuskan oleh Daendles pada tahun 1808,
meliputi daerah pesisir utara sebagai intinya, sedangkan wilayah-wilayahnya
terdiri dari daerah pegunungann Banten, bagian barat Bogor dan Jakarta, dan
juga Lampung di Pulau Sumatera. Daerah yang oleh pelawat-pelawat Portugis
dinamakan Sunda Batam itu, sejak zaman dulu merupakan sebuah pusat perdagangan
lada, ia maju pesat setelah direbutnya Malaka oleh orang-orang Portugis pada
tahun 1511, namun kemudian memudar dengan pesat sebagai pusat perdagangan sejak
Belanda mendirikan Batavia dalam tahun 1619.
Daerah itu dapat dicapai dari banyak jurusan. Postweg (jalan pos)
yang terkenal itu, yang dibangun pada tahun 1808, dimulai dari ujung barat
Pulau Jawa, yakni Anyer, dan membentang sepanjang pulau itu sampai ke ujung
paling timur. Jalan kereta api dibangun pada tahun 1896 dan menghubungkan
Banten secara langsung dengan Batavia .
Banten mempunyai banyak pelabuhan kecil, yang terpenting di antaranya
adalah Anyer.
Golongan etnik yang terbesar di Banten adalah Sunda yang kebanyakan
berdiam di selatan. Orang-orang Jawa terdapat di bagian utara. Sedangkan orang
Baduy mendiami daerah pegunungan di selatan. Bagian utara, yang membentang dari
Anyer sampai Tanara, secara administratif dibagi menjadi dua afdelingen, yakni
Serang dan Anyer. Penduduk daerah itu merupakan keturunan orang-orang Jawa yang
datang dari Demak dan Cirebon
dan dalam perjalanan waktu berbaur dengan orang-orang Sunda., Bugis, Melayu,
dan Lampung. Selain ada perbedaan-perbedaan dalam hal bahasa dan adat istiadat,
maka dalam hal penampilan fisik dan watak orang Banten Utara menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan orang Sunda dan orang Jawa dari Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Di kalangan orang-orang Belanda, orang Banten Utara dikenal fanatik
dalam hal agama, bersikap agresif dan bersemangat memberontak. Sesungguhnya
mereka bukan semacam petani yang terdapat di Jawa Tengah bagian selatan,
melainkan merupakan kelompok perantau yang cerdas. Diantara unsur-unsur yang merupakan
ramuan yang membentuk kebudayaan mereka, hampir tak terdapat ciri-ciri peradaban
Hindu Jawa. Dalam kenyataannya, penetrasi Islam sangat mendalam.
Perbedaan-perbedaan yang nyata sekali antara orang Banten Utara dan
Banten Selatan itu tak disangsikan lagi disebabkan untuk sebagian oleh
perbedaan-perbedaan lingkungan alam, satu faktor ekologis juga oleh perbedaan-perbedaan
yang bersifat sosio-kultural atau historis. Lingkungan alam menampilkan diri dalam
tiga segi. Sebagian besar Banten Selatan terdiri dari pegunungan; di sebelah
barat, pegunungan itu dilanjutkan dari gugusan–gunung-gunung di selatan terus
menuju ke utara sampai ke Puncak Gunung Gede.
2. Isi
Masyarakat di Banten sejak pada masa kerajaan telah membentuk sebuah
struktur masyarakat sendiri yang didasarkan atas kepemilikian tanah. Pada awal
dibentuknya kerajaan Banten tahun 1520 oleh para pendatang dari kerajaan Demak
telah menerapkan sistem kepemilikan tanah. Kerajaan memiliki seluruh tanah di
wilayahnya, dan rakyat sebagai penumpang di kawasan tersebut harus mengolah
lahan untuk hidupnya. Sistem ini membentuk struktur masyarakat yang unik di kawasan
Banten.
Dari sistem pada masa kerajaan Banten dapat diketahui bagaimana
perkembangan yang terjadi pada masa pendudukan Deandles pada awal abad ke-19
yang secara jelas kedatangan mereka membawa perubahan yang signifikan bagi
masyarakat Banten.
Kita tidak boleh tidak harus menelusuri kembali perkembangan historis
yang merupakan pokok perhatian studi ini sampai ke periode kesultanan Banten,
sepanjang dapat diperoleh data yang cukup dapat dipercaya..
Dalam msayarakat agraris, tanah merupakan sumber produksi dan kekayaan
yang utama dan kerenanya kepemilikannya membawa prestise yang tinggi sebagian
akibatnya maka klasifikasi penduduk desa yang tradisonal didasarkan atas
kepemilikan tanah.
Di samping kepemilikan tanah, terdapat berbagai fakor ekologis dan historis
yang ikut berperan.
Di Banten, dengan perkonomiannya yang terutama sekali bersifat agraris.
Penduduk desa secara pukul rata adalah pertani dan penanam padi, entah sebagai penggarap pemilik tanah
entah sebagai penggarap bagi hasil.
Seperti di banyak masyarakat agraris, dua perangkat fakta mempunyai
arti penting yang khas di antara kondisi-kondisi yang menentukan kehidupan dan
perburuhan di daerah-daerah pedesaan, yakni yang menyangkut kepemilikan tanah
dan penyewa tanah di satu pihak dan tenik bertani di pihak lain.
Sistem hak atas tanah di banten abd XIX berasal dari zaman
kesultanan, meskipun mengalami banyak perubahan sebagai akibat dari masuknya
administrasi kolonial. Pada bagian akhir tahun-tahun enam puluhan, masalah-masalah
yang menyangkut pemilikan tanah dan sewa tanah bersumber pada hadiah-hadiah
tanah yang diberikan kepada anggota-anggota kerabat dan pejabat-pejabat Negara, serta kepada lembaga-lembaga
keagamaan, yang tanah-tanah miliknya terutama terletak di daerah inti
kesultanan yang lama.
Pada tahun 1808 Daendles menghapuskan tanah-tanah milik sultan serta
wajib kerja bakti yang melekat pada tanah-tanah itu, lalu memungut seperlima
bagian dari hasil panen sebagi pajak tanah untuk seluruh daerah dataran rendah
di Banten.
Beberapa tahun kemudian Raffles menjadikan sewa
tanah sebagai satu-satunya pajak tanah. Para pemegang hak atas tanah pusaka
menerima ganti rugi atas kehilangan pendapatan dari upeti, sedangkan pemilik sawah yasa tetap berhak atas pakukusut mereka. Akan tetapi semua
ketentuan-ketentuan itu membuka kesempatan berbuat sewenang-wenang yang semakin
lama menjadi sumber-sumber korupsi dan penyelewengan di kalangan pamongpraja.
Jelaslah bahwa anggota kerabat sultan dan pejabat kesultanan, orang yang paling
beruntung di bawah sistem yang lama, cenderung menghendaki kembali pada
kebiasaan-kebiasaan tradisional. Menentang mempertahankan hak-hak mereka meski
sudah menerima ganti rugi, pejabat kesultanan kehilangan banyak pengaruh
politik. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan telah banyak menimbulkan rasa
tidak puas yang menjadi pencetus kerusuhan-kerusuhan di Banten sampai tahun 1830.
3. Penutup
Banten terletak di bagian barat Pulau Jawa. Pada
mulanya penduduk asli Banten telah menetap sejak berabad silam, barulah tahun
1520 didirikan Kesultanan Banten mulai berdiri oleh para pendatang dari
Kerajaan Demak. Masyarakat Banten terdiri dari pelbagai etnik yakni Sunda mendiami
bagian selatan, etnik Jawa di utara, sedangkan orang Baduy di pegunungan
selatan. Dari berbagai tenik tersebut terbentuk pencampuran kebudayaan dengan
nilai Islam yang kuat dan perbedaan-perbedaan antara mereka.
Masuknya Kesultanan Banten menimbulkan beberapa kemudharatan bagi penduduk asli terutama
masalah kepemilikan tanah, di samping masalah lainnya. Dalam peraturannya sawah
negara memberikan kerugian bagi para penduduk asli yang bermata pencaharian
sebagai petani. Sesungguhnya sawah negara adalah sawah yang telah dibuka atas
perintah sultan atau keluarganya yang telah dihadiahi sawah itu. Namun dalam
pelaksanaannya sawah membutuhkan pengolah, sehingga sultan menghadiahi sawah
kepada pengolah karena jasanya, akan tetapi memberatkannya dengan kewajiban
upeti. Oleh karena fungsi sultan untuk memberikan perlindungan mengakibatkan ia
menguasai perekonomian. Dan kebijakan-kebijakan lain yang bersifat menyimpang
dan merugikan rakyat.
Sistem politik Belanda yang pro-rakyat dengan menghapus sistem tanah milik sultan seolah
menjadi juru selamat, justru menggulingkan Kesultanan Demak dan mempermudah
kaum kolonial memperluas daerah jajahannya. Dimulai dari kebijakan Daendles
tahun 1808 dan Raffles setelahnya. Muncullah berbagai pemberontakkan dari
kalangan keluarga kerajaan dan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar