Jumat, 27 Juli 2012

LPJ Amfibi Adkesma BEM FIB UI


Laporan Pertanggungjawaban



AMFIBI
“Advokasi Mahasiswa Baru FIB UI”

DEPARTEMEN ADVOKASI DAN KESEJAHTERAAN MAHASISWA
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Ketua BEM FIB UI                                                                                        Ketua Pelaksana

Noory Okthariza                                                                                 Muhammad Ridho Rachman
NPM. 0606091735                                                                                         NPM. 0806343973

Menyetujui,
Ketua DPM FIB UI
Wannihaq Yuhamrithama


NPM. 0606091911

Mengetahui,
Manager Kemahasiswaan dan Alumni FIB UI

Albert Roring, M. Hum
NIP. 131798603
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEGIATAN AMFIBI (Advokasi Mahasiswa Baru FIB UI)
FAKULTAS ILMU PENGTAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2009
PENDAHULUAN
            Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kelancaran bagi terlaksananya kegiatan AMFIBI (Advokasi Mahasiswa Baru FIB UI) dengan baik. Kegiatan ini merupakan sebuah kegitan rutin setiap tahunnya yang selenggarakan oleh Departemen Adkesma BEM FIB UI untuk memberikan bantuan bagi mahasiswa baru dalam memperoleh besaran biaya pendidikan.
            Dua tahun belakangan ini, Universitas Indonesia menerapkan sistem BOP Berkeadilan. Sebuah sistem pembebanan biaya perkuliahan yang disesuaikan dengan kemampuan finansial penanggung biaya dari mahasiswa. Jadi, tujuan dari kegiatan ini adalah membantu mahasiswa baru dalam memperoleh biaya pendidikan yang sesuai dengan finansialnya. Kegiatan ini juga merupakan wujud tanggung jawab Departemen Adkesma dalam mewujudkan kesejahteraan mahasiswa dalam hal biaya pendidikan.
            Dalam kegiatan ini, Departemen Adkesma secara langsung bekerja dalam menyosialisasikan sistem BOP Berkeadilan kepada para mahasiswa baru, menjaring permasalahan-permasalahan finansial, memindahkan data dari bentuk konkret kedalam bentuk digital, menentukan besaran biaya pendidikan bersama dekanat sesuai dengan rumus yang telah diberikan dari pihak Universitas, membantu proses berkeberatan yang diajukan oleh mahasiswa, mengadakan wawancara langsung, mengadakan pengecekan ke lapangan, dan membantu finansial secara langsung bagi mahasiswa yang benar-benar membutuhkan.
            Kegiatan Advokasi mahasiswa baru ini ditujukan khusus bagi para mahasiswa baru FIB UI program sarjana. Sebelumnya kegiatan Advokasi telah dilakukan bagi mahasiswa yang melalui jalur masuk SIMAK dan UMB. Alhamdulillah, kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Dalam laporan ini adalah kegiatan Advokasi bagi mahasiswa baru jalur masuk melalui SNMPTN.

DESKRIPSI KEGIATAN

Nama Kegiatan           : AMFIBI (Advokasi Mahasiswa Baru FIB UI)
Penanggung jawab      : Muhammad Ridho Rachman (staf Departemen Adkesma BEM FIB UI    2008-2009)
Deskripsi kegiatan       : Sebuah kegiatan penting yang merupakan sarana membantu mahasiswa baru untuk mendapatkan besaran biaya pendidikan yang sesuai dengan kemampuan finansial si penanggung biaya.
Tujuan                         : menjadikan mahasiswa baru mendapatkan besaran biaya kuliah yang benar-benar sesuai dengan kemampuan ekonomi si penanggung biaya.
Sasaran                        : mahasiswa baru FIB UI 2009 program sarjana yang masuk melalui jalur SNMPTN yang benar-benar membutuhkan advokasi biaya pendidikan.
Parker                          : kegiatan ini cukup berhasil karena sosialisasi BOP Berkeadilan telah sampai kepada seluruh mahasiswa baru dan yang mengajukan berkas BOP Berkeadilan telah cukup puas dengan besaran yang ditetapkan oleh dekanat yang sesuai dengan  kemampuan ekonomi si penanggung biaya.
Tempat/waktu             : Fakultas Ilmu Budaya, lapangan di depan retorat, Fasilkom gedung B lantai 6 pada 3 Agustus sampai 27 Agustus 2009.
Anggaran dana            : Rp 2.000.000


PELAKSANAAN
v  Pra hari-H
            Persiapan kegiatan advokasi maba cukup baik. Dengan pengalaman yang ada dari advokasi mahasiswa jalur masuk SIMAK dan UMB, membuat segala kekurangan pada saat itu dapat diperbaiki dan diantisipasi supaya tidak kembali terjadi pada advokasi maba SNMPTN.
            Walaupun ada masalah yang cukup besar ketika departemen Kesma BEM UI menarik diri dari kegiatan advokasi. Namun, adanya koordinasi yang cukup baik antara tim Adkesma tiap fakultas dengaan dekanat dan rektorat subdit Kesejahteraan Mahasiswa sehingga tugas yang biasanya dipegang oleh Kesma BEM UI dapat ditopang bersama oleh semua pihak yang terlibat.
            Ketika dalam rapat persiapan terakhir, yang dalam hal ini Adkesma BEM FIB bekerja sama dengan departemen Humas FIB, mendapat sedikit masalah: stand yang harus berbagi dan koordinasi alur yang kurang baik, seakan-akan dipersulit kinerja Adkesma, yang dibuat tim penyelenggara lapangan registrasi mahasiswa baru, karena memang waktu kegiatan berbarengan dengan registrasi mahasiswa. Ditambah dengan akan banyaknya mahasiswa senior dari berbagai kepentingan yang juga mengadakan penyambutan di hari-H. oleh karena itu, panitia membuat persiapan dengan membekali pengetahuan kepada seluruh panitia agar bisa menangani sendiri maba mulai dari tahap penjaringan, pemberian informasi kepada maba, sampai pengisian form masalah finansial keluarga maba. Oleh karena itu, panitia bisa bekerja cepat dengan hasil yang maksimal.
v  Hari Pelaksanaan (3 Agustus-27 Agustus 2009)
            Di hari pelaksanaan, di lapangan depan rektorat, keadaan sangat ramai. Beruntung panitia mendapat tempat untuk mendirikan stand cukup teduh. Kami siapkan tempat yang nyaman agar maba bisa dengan baik mendapat informasi yang diberikan dan dapat mengisi form masalah finansial. Walau ada sedikit kekacauan alur yang membuat adanya mahasiswa yang tidak terjaring ke stand, beruntungnya tes kesehatan bagi maba diundur hari berikutnya, sehingga panitia dapat menjaring maba yang belum mendapatkan informasi dari panitia tentang pembayaran biaya pendidikan.
            Di hari pengentrian data, semua berjalan cukup lancar. Namun, kurangnya komputer yang digunakan membuat lamanya pengentrian sehingga panitia harus terburu-buru mengejar deadline. Kekurangan kelengkapan berkas bisa segera diberitahukan kepada mahasiswa via telepon untuk mereka segera melengkapinya.
            Di hari penetapan, tidak terjadi masalah yang cukup berarti. Penentuan diseahkan secara penuh kepada panitia yang nantinya dilaporkan kepada pihak dekanat.
            Pada waktu pengajuan keberatan, cukup banyak mahasiswa yang mengajukan keberatan, yang mekanismenya menggungakan e-mai. Ada yang benar-benar merasa keberatan dengan ketetapan biaya pendidikan yang dibuktikan dengan alasan yang logis ataupun ada yang cuma iseng atau coba-coba. Setelah disortir bersama-sama dengan pihak dekanat, panitia mengadakan wawancara langsung atau via telepon di beberapa hari berikutnya.
            Alasan keberatan mereka ada yang cukup kuat sehingga menguatkan argumen panitia kepada dekanat agar bisa menurunkan besaran biaya pendidikan. Namun, ada juga yang tidak, sehingga besaran biayanya tidak turun.
            Setelah itu, tahap pencicilan pertama. Ada sedikit masalah ketika memang ada mahasiswa yang benar-benar tidak memiliki uang untuk membayar cicilan pertama. Dari panitia mengumpulkan uang seadanya untuk membantunya dari hasil kolektif dari anggota BEM FIB.
v  Pasca Hari-H
            Alhamdulillah, seluruh mahasiswa telah membayar cicilan pertama. Walaupun, banyak dari mereka memperoleh uang dari meminjam. Oleh karena itu, bagi benar-benar mahasiswa yang membutuhkan untuk biaya pendidikan, kami rekomendasikan kepada pihak dekanat agar mendapatkan beasiswa.




EVALUASI
1.      Kelebihan
·         Dengan persiapan yang matang dan berdasarkan pengalaman sebelumnya, kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik. Masalah-masalah di lapangan bisa dengan cepat diatasi.
·         Target sosialisasi BOP-B 100% dapat tercapai berkat kesiapan dari panitia dan famplet yang dibagikan kepada mahasiswa baru.
·         Pembagian kerja yang baik dari tiap panitia sehingga dapat memaksimalkan SDM dengan baik dan kerja sama yang kompak antarpanitia.
·         Adanya kerja sama yang baik antara panitia dengan rektorat subdit Kesejahteraan Mahasiswa dan dekanat.

2.      Kekurangan
·         Kurang kondusifnya tempat penyosialisasian BOP Berkeadilan yang memang bertepatan dengan registrasi seluruh mahasiswa UI yang masuk melalui jalur SNMPTN yang membuat tidak efektifnya penyampaian sosialisasi yang diberikan kepada mahasiswa baru.
·         Stand tempat sosialisasi yang terlalu sempit, berdempet-dempetan dengan stand fakultas-fakultas  lain, dan banyak stand lain yang harus dikunjungi mahasiswa baru setelah stand BOP-B membuat sosialisasi tidak berjalan sesuai dengan keinginan.
·         Kurangnya komputer yang digunakan untuk memindahkan berkas-berkas ke bentuk digital sehingga harus terburu-buru memasukkan data untuk mengejar dateline.
·         Sedikitnya waktu yang diberikan oleh universitas dalam proses pengajuan keberatan, sehingga kami rasa banyak mahasiswa yang terburu-buru menyetujui besaran biaya pendidikan untuk langsung membayar cicilan pertama.

3.                  solusi
·         memberikan pembekalan kepada semua panitia agar bisa mengerti seluruh tugas untuk mengefisiensikan waktu. Memberikan selebaran yang berisikan informasi mengenai biaya pendidikan, dan juga dicantumkan kontak yang bisa dihubungi apabila maba ingin bertanya terkait biaya pendidikan.
·         Mengadakan koordinasi dengan stand lainnya agar mengarahkan maba ke stand Adkesma. Menjaring maba di stand sebelumnya agar tidak ada maba yang pergi ke tempat lain dulu sebelum ke stand Adkesma.
·         Memasukkan data ke komputer dengan maksima waktu sampai menjelang malam walau dengan komputer yang terbatas.
·         menghubungi maba yang mengajukan keberatan untuk tidak terburu-buru membayar. sebelum ada konfirmasi dari panitia kalau pengajuan kebertarannya diterima.






PENUTUP
            Demikian laporan pertanggungjawban ini kami buat. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga tercapainya target dalam kegiatan ini. Untuk seluruh pengurus dan anggota BEM FIB, pihak rekorat, dan dekanat. Dan terima kasih pula kepada para mahasiswa baru yang telah bersedia kami bantu. Berkuliahnya kalian di kampus ini dan tidak adanya masalah dalam biaya pendidikan adalah merupakan sebuah kesenangan  tersendiri di hati kami. Dan kita semua berharap semoga kegiatan-kegiatan advokasi seperti ini akan terus berlanjut untuk membantu mahasiswa-mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam biaya pendidikan.

Critical review


Muhammad Ridho Rachman
Critical review
            Gerbatama ini ui! Adalah sebuah buletin yang cukup eksis keberadaannya di kampus. Buletin yang tidak berlebihan kalau disebut sebagai buletin yang paling ditunggu dan paling banyak dibaca oleh mahasiswa. Hal itu memang bisa saja terjadi karena sampai edisi yang ke-39 setiap disebar ke seluruh fakultas, Gerbatama selalu laris dibawa pulang oleh orang-orang yang ingin membaca dan mengoleksinya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Mungkin alasan yang logisnya adalah bahwa di setiap edisinya selalu memberikan tema-tema yang menarik dan dalam penulisannya tidak berlebihan, bahasanya sesuai dengan minat pembacanya: mahasiswa.
            Selanjutnya, saya akan memberikan sedikit masukan, namun bukannya mengeritik seolah lebih mengerti dan tahu apa yang sebenarnya. Tapi, lebih karena sebuah tugas yang wajibkan kepada saya. Dari bentuk fisik: cover, fullcolour adalah pilihan yang baik untuk mengagambarkan kesan pertama yang menarik. Sebuah headline yang disuguhkan pastinya mengangkat isu ke-UI an yang menarik minat mahasiswa UI pada khususnya agar mereka tertarik untuk membacanya. Di cover belakang, saya sangat tertarik dengan info tentang Karang Bolong di edisi 38. Tidak terlalu kaku tentang UI terus, tapi bisa pengetahuan yang ada di sekitar kita, dan hiburan: tempat rekreasi semacam itu.
            Editorial yang membahas masalah kampus, yang tidak muluk dengan menyajikan masalah sekup nasional misalkan politik. Banyak sekali yang bisa digali dan terus berkembang fenomena-fenomena yang ada di kampus yang ditulis dengan bahasa yang santai dan mudah diterima. Mungkin tidak skeptis dan terlalu sentimen dengan setiap fenomena, memandang dari sudut yang obyektif terhadap suatu kejadian. Hadirnya surat pembaca dan terbuka terhadap tulisan teman-teman mahasiswa lain, yang memberikan kesan bahwa kata-kata “redaksi menerima tanggapan, saran,kritik… “ tidak sekedar ditampung, tapi juga dipublikasikan.
Adanya keorisinilan berita yang membuat menarik berita yang disuguhkan, tidak sekedar ikut-ikutan dengan media lain. Saya cukup merasakan itu dari berita-berita yang kabarkan Gerbatama, misalkan liputan khusus mengenai kebijakan baru di pintu masuk UI (edisi 38), dan mungkin yang tidak pernah saya dapatkan beritanya selain dari Gerbatama mengenai kiprah UI dalam ajang nasional ataupun internasional. Mungkin suatu kelebihan yang dimiliki SUMA sebagai satu-satunya UKM pers kampus sehingga mendapatkan privilege ataupun organisasinya yang sudah kian mapan sebagai pers kampus.
            Liputan-liputan kegiatan yang cukup menarik bagi mereka yang tidak menghadirinya, sehingga cukup tahu lah bagaimana jalannya kegiatan tersebut. Sedikit masukan dari saya, liputan yang cukup mendalam mengenai seseorang mahasiswa yang bisa dijadikan inspirator bagi lainnya karena kepandaiannya, kegigihannya, dan keberanian,  misalnya mapres UI yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sebenarnya sudah ada, tapi mungkin menurut saya belum terlalu menginspirasikan dan memotivasi kepada teman-teman lain untuk menggali potensi diri agar menjadi yang terbaik. Yang terakhir, riset yang dilakukan dari hasil survei dan sebagainya, lebih kreatif  dan inovatif lagi. Karena walau pun hanya sekedar pengumpulan data dari responden tapi cukup lah menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Semoga ke depannya, Gerbatama terus menjadi media pilihan pertama mahasiswa UI dengan terus belajar dan menjadi organisasi pers kampus yang profesional.

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM: PEMIKIRAN BIDANG PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI


UJIAN AKHIR SEMESTER
SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM:
PEMIKIRAN BIDANG PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI
Oleh: Muhammad Ridho Rachman (0806343973)

            KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh awal perjuangan melawan kolonial Belanda dengan cara yang terorganisir dan damai. Pada masa itu tindakan represif dari kolonial menurut para tokoh tidak harus dilawan dengan militer. Munculnya organisasi yang bertujuan meningkatkan kondisi ekonomi, pendidikan, dan sosial masyarakat luas. Kebangkitan Islam dalam hal ini dipengaruhi oleh kebangkitan Islam yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani dan Muhamad Abduh di Timur Tengah idenya masing—masing mengenai Pan-Islamisme dan pembaharuan pendidikan yang telah menyebar, dan juga telah masuk ke Indonesia.
            Hasyim Asy’ari dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Dan semua yang dialami dan dirasakan beliau selama itu menjadi pengalaman dan mempengaruhi pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah pendidikan. Setelah menamatkan pendidikan di Tanah Arab, ia kembali ke Tanah Air dan mendirikan pondok pesantren dan membawa sistem pendidikan yang coraknya berbeda dengan sistem pendidikan pesantren yang sudah ada sebelumnya.

Pemikiran Hasyim Asy’ari Dalam Bidang Pendidikan
Sebagai seorang pendiri pesantren, ia biasanya digambarkan sebagai tokoh tradisionalis dan konservatif. Latar belakang pendidikannya yang dari Hijaz berperan dalam mengubah pemikirannya masa lalu.
Kiai Hasyim terkenal sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan secara ketat terhadap sekian banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak memiliki dasar-dasar dalam hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati perkembangan tradisi ketarekatan di pulau Jawa, yang nilai-nilainya telah menyimpang dari kebenaran ajaran Islam. Menurut Hasyim Asy’ari, ia tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadist dan pentingnya praktek tarikat.
Menurut Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh editor buku Rais ‘Am Nahdlatul Ulama hal.153 bahwa KH. Hasyim Asy’ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun, tidak dengan serta—merta mengubahnya secara langsung karena di awal ia sempat dilarang oleh ayahnya karena akan mengakibatkan pertentangan di antara ulama. Sistem ‘am (cara pesantren) yang tidak terbatas waktunya masih ia pertahankan. Sistem pengajaran yang biasanya diberikan di dalam masjid dan berkumpul dengan membentuk lingkaran. Sistem ini terbagi dalam dua bentuk yakni bandongan dan sorogan.
Pada tahun 1916 – 1934 Hasyim Asy’ari membuka sistem pengajaran berjenjang. Sistem nizom: sistem yang tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan yang dianut di sekolah—sekolah umum. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir awal dan siffir tsani yaitu masa persiapan untuk memasuki masa lima tahun jenjang berikutnya. Pada siffir awal dan siffir tsani itu diajarkan bahasa Arab sebagai landasan penting pembedahan khazanah ilmu pengetahuan Islam.
Kurikulum madrasah mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran Bahasa Indonesia (Melayu), matematika dan ilmu bumi, dan tahun 1926 ditambah lagi dengan mata pelajaran Bahasa Belanda dan sejarah.
Sistem musyawarah: Para santri harus mempelajari  sendiri kitab—kitab yang ditetapkan. Kiayi memimpin kelas musyawarah seperti dalam seminar dan lebih banyak dalam bentuk tanya jawab (diskusi). Biasanya hampir seluruh diskusi diselenggarakan dalam bahasa Arab. Diskusi ini merupakan latihan bagi para santri untuk menguji ketrampilan mereka dalam menyadap sumber—sumber argumentasi dalam kitab—kitab klasik. Kelompok musyawarah adalah kelompok para ustadz senior yang telah belajar di berbagai pondok pesantren antara 10 sampai 20 tahun dan memiliki pengalaman mengajar. Sistem musyawarah yang dikembangkan KH. Hasyim Asy’ari sangat efektif. Tanpa kecuali semua anggota kelompok musyawarah ini akhirnya menjadi kiayi—kiayi yang masyhur. Adapun ustadz—ustadz senior telah berhasil menjadi kiayi antara lain: KH. Wahab Hasbullah (ketua NU 1947-73), KH. Abdul Mana karim (pendiri pondok pesantren Lirboyo), Kiayi Abbas Buntet (pimpinan pondok pesantern Buntet, Cirebon), KH. As’ad (Ponpes Asembagus Situbondo).





            DAFTAR PUSTAKA
Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar Kebangkitan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LkiS.
Mulyadi. 1986.  KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Pesantren Tebuireng. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

tugas kelompok PFPM


SOAL :
13.  Apa Tujuan Feminisme ?
14.  Jelaskan Pembagian Periode Feminisme ?
15.  Apa Yang Dilakukan Mary Wollstonecraft Dalam A Vindication The Rights Of Women (1789) ?
16.  Bagaimana Pandangan Feminisme Marxisme Sosialisme Awal ?
 

JAWAB :
13.  - Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada suami merupakan salah satu faktor
  yang menjadikan munculnya penindasan dan ketidakadilan sistemik
- Feminisme ingin meluruskan pandangan masyarakat yang selalu menguntungkan  
   laki-laki (Patriarkis) ke arah struktur masyarakat yang equal dan egaliter

14.  Feminisme terbagi menjadi lima periode antara lain :

            1. feminisme Pada Masa Sebelum Perang Dunia I :
                        A. Feminisme Liberal Awal
                        B. Feminisme Marxis dan Sosialis Awal
            2. Feminisme Modern :
                        A. Feminisme Liberal Modern
                        B. Feminisme Radikal Modern
                        C. Feminisme Marxis dan Sosialis Modern
            3. Black Feminism
            4. Feminisme Post modern
            5. Feminisme Memasuki Abad 21


15.  Mary Wollstonecraft (1759-1797), A Vindication the Rights of Women
(1789) : "Perempuan sama dengan laki-lakmi adalah individu rasional ; oleh karena                itu harus memiliki hak yang sama dalam pendidikan,pekerjaan hak milik            pribadi dan suara (vote) dalam politik"

16.  Pandangan Feminisme Marxisme Sosialisme Awal :
- "Hubungan keluarga dan seksual adalah produk dari perkembangan dan perubahan   
   sosio-ekonomi,
-          melalui konflik kelas dan revolusi"

33. Apa yang dimaksud dengan Sanata Darma?
                Mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang diaplikasikan dimanapun dan kapanpun yang akan dapat membantu manusia untuk dapat hidup dalam kesatuan, kedamaian, dan kebahagiaan. Itu merupakan dasar dari semua agama dan peradaban.

34. Apa Artinya Tat Twam Asi
                Hakikat manusia adalah roh (Atman) yang merupaka percikan dari Brahman. Setiap manusia adalah bersaudara, karaena sama-sama Atman, percikan dari brahman.

35. Bagaimana manusia dapat mencapai pembebasan menurut pemikiran india?dengan berusaha keluar dari lingkaran renkarnasi dan mencapai mokhsa atau berdatuanya atman dengan brahman.

36. 8 sub divisi teknik yoga
                1. Pandangan yang benar
                2. Apirasi yang benar
                3. Tingkah laku yang benar
                4. Ucapan yang benar         
                5. Cara hidup yang benar
                6. Upaya yang benar
                7. Pikiran yang benar
                8. Meditasi yang benar
  1. feminisme adalah gerakan dari kalangan perempuan yang menolak perbedaan laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Awal kemunculan feminisme akibat dari frustasi dan dendam terhadap sejarah Barat yang dianggap tidak memihak kaum perempuan.
  2. fisafat dan teologi gereja sarat dengan pelecehan feminitas. Secara structural dan cultural, wanita ditempatkan pada posisi paling rendah. Juga dikatakan bahwa wanita adalah sumber godaan dan kejahatan, tidak memiliki hak dan terpinggirkan. Gereja memaksa perempuan menopang ekonomi keluarga dan sekaligus peran domestik.
  3. pandangan J.J. Rousseau dalam bukunya ”A Discourse on Political Economy: 1755” secara konsisten memandang perempuan sebagai mahkluk inferior dan tersubordinasi. Tujuan hidup perempuan hanya untuk melayani laki-laki.
  4. pada essay Shopenhauer tahun 1851 "Of Women", dia mengekspresikan pertentangannya yang dia sebut "Teutonico-Christian stupidity" pada masalah perempuan. Dia menyatakan bahwa "wanita berkaitan dengan alam dan dimaksudkan untuk taat", dan menentang puisi Schiller dalam menghormati wanita "Martabat Perempuan".  Esai tidak memberikan dua pujian, namun "wanita pasti lebih bijaksana dalam penilaian mereka dari laki-laki dan lebih simpatik terhadap penderitaan orang lain. Namun, kedua adalah potongan sebagai kelemahan bukan kebajikan kemanusiaan. Tulisan-tulisan kontroversial Schopenhauer telah dipengaruhi banyak, dari Friedrich Nietzsche tentang feminis abad kesembilan belas. Schopenhauer menjelaskan tentang perbedaan antara jenis kelamin dan peran masing-masing dalam perjuangan untuk bertahan hidup dan reproduksi, mengantisipasi beberapa klaim yang kemudian berkelana oleh sosiobiologis dan psikolog evolusi di abad kedua puluh.


37. Jelaskan cycle of Karma dan law of Karma!
·         Cycle of Karma adalah: hidup yang seperti ayunan; terkadang senang dan terkadang sedih. Ini yang dinamakan cycle of Karma. Pengertian akan hukum Karma akan membuat seseorang keluar dari perputaran tanpa henti
·         Law of Karma adalah: Semua Karma yang dijadikan sebagai niat baik atau buruk, yang akan disesuaikan pada kejadian yang sudah lewat kepada kejadian yang akan datang. Jika anda tanpa pamrih dalam menolong seseorang, maka orang lain akan menolongmu jika kamu membutuhkan bantuan. Jika kamu dapat berkata baik dengan temanmu, maka teman-temanmu akan bersahabat denganmu. Hal ini berlaku juga sebaliknya.
38. Sebutkan tiga nilai Tradisi Cina
o   Konfusianisme
o   Taoisme
o   Buddhisme
40. Konsep-konsep dasar Buddhisme adalah
ü  Reinkarnasi :Perbuatan-perbuatan atau Karma dalam urutannya eksistentensi masa lalu yang menentukan akan menjadi apa di masa depan.
ü  Kausalitas : Eksistensi fenomenal seperti yang ditangkap oleh indra adalah ilusi, kalaupun sesuatu yang “berada” namun tidak permanen.
ü  Nirwana : pembebasan diri dari roda hidup dan mati (memutuskan rantai sebab akibat, bersatu dalam realitas tertinggal yang kekal, dan menjadi Buddha (bukan Dewa)
ü  Pembebasan
-          Peneyelamatan dari putaran roda yang dicapai melalui pencerahan
-          Ada satu pemahaman dan persepsi transeden yang menyingkap selubung ilusi dan melilhat realitas di baliknya
-          Tuntutan relijius melalui perbuatan-perbuatan baik.
17. Frederick Engels mengatakan bahwa penindasan perempuan dimulai dari hak milik pribadi dan masyarakat kelas. Dalam hal ini wanita  hanya sebagai pemuas seks para pria, hanya tinggal di rumah untuk melayani suami dan mengasuh anak. Engels mengacu pada keuntungan ekonomi bagi laki-laki ditambah dengan ketidakmampuan wanita  untuk mengklaim harta bagi dirinya sendiri atau anak-anaknya. Seorang wanita akan menjadi lebih tunduk pada suami karena pembubaran perkawinan hanya dimungkinkan oleh kehendak suami. Engels berpendapat bahwa sebuah hubungan yang didasarkan pada hak milik dan pemaksaan  hanya akan mengarah pada proliferasi dari amoralitas dan prostitusi. Satu-satunya kelas, menurut Engels, yang bebas dari kekangan sebagai akibat dari bahaya kerusakan moral, adalah kaum proletar, karena mereka tidak memiliki cara moneter yang merupakan dasar dan juga ancaman untuk perkawinan borjuis. Revolusi sosial yang diyakini Engels yang akan terjadi akan menghilangkan perbedaan kelas, dan karenanya juga dibutuhkan perempuan untuk prostitusi dan perbudakan.

18. Pendapat Simone de Bevoir dalam The Second Sex adalah bahwa wanita selalu dianggap sebagai jenis kelamin kedua setelah pria, dimana dua kelamin ini tidak pernah mempunyai kesetaraan/ kesamaan hak. Meskipun hak wanita diakui dalam secara hukum, masih terdapat kebiasaan lama yang mencegah ekspresi penuh mereka yaitu adanya adat istiadat. Dalam bidang ekonomi biasanya wanita juga dinomor duakan yang dapat dibuktikan dengan penerimaan gaji yang selalu lebih kecil dari gaji pria dngan alasan wanita lebih lemah dari pria sehingga pantas untuk mendapatkan imbalan gaji yang lebih rendah. Dalam bidang politik, peran wanita juga dibatasi, kebanyakan mereka yang duduk dalam pemerintahan adalah pria dan pastinya mereka mempunyai lebih banyak kesempatan untuk sukses dibanding wanita. Feminitas dan domestisitas bukan merupakan hal alamiah bagi seorang wanita, tetapi merupakan suatu perbuatan yang membatasi kebebasan wanita yang menolak ekspresi kemanusiaan utuh dari wanita itu sendiri. 
19. silang pendapat Freud dan Simone
                Freud : Penis Envy pada perempuan menurut Freud, timbul ketika anak perempuan melihat penis teman laki-lakinya yang terlihat (visible) dan besar. Organ seksnya yang kecil dan tersembunyi membuatnya merasa inferior terhadap teman laki-lakinya.
Beauvoir : Kecemburuan seorang anak terhadap penis merupakan gambaran kekecewaan perempuan akan hak istimewa laki- laki
20. tokoh feminisme modern
a . Simone de Beauvoir (1908-1986) dengan tulisan The Second Sex yang mengemukakan bahwa feminitas dan domestisitas bukan merupakan hal yang alamiah bagi perempuan.
b . Betty Frieden dengan The Feminim Mistiquenya yang mengemukakan bahwa             perempuan telah diasosiasikan pada keyakinan bahwa tempat mereka adalah di rumah dan bahwa tujuan hidup mereka nuntuk mengurus suami dan anak
c . Janet Radliffe Richard yang menerapkan teori keadilan John Rawls dalam The Skeptical Feminist bahwa perempuan dan laki- laki harus mengembangkan potensi mereka.
d . Susan Moller Okin dengan Gender, Justice and the Family yang mengemukakan bahwa negara harus mendukung kepedulian terhadap anak, pola pekerjaan yang fleksibel dan membagi tugas rumah tangga dengan laki- laki
No 21-24
21. apa hasil pemikiran betty?
22. bagaimana pemikiran janet Radcliffe Richard?
23. bandingkanlah dengan pemikiran susan moller okin
24 apa protes feminism liberal?
Jawaban:
21. hasil pemikiran Betty Frieden, sang penulis dr Feminine Mystique (1963), adalah:
  • Equal pay right (1963), merupakan undang-undang yang dikeluarkan pada masa Presiden Kennedy.  Undang-undang ini berbicara mengenai kesetaraan gaji antara perempuan dan laki-laki. Undang-undang ini juga menuntut kesetaraan pekerjaan antara perempuan dan laki-laki, betty yang dianggap sebagai tokoh feminism modern menelurkan fikirannya ini setelah PD II, dimana posisi perempuan pada saat itu juga masih mengalami perdebatan mengenai pembagian jenis pekerjaan antara mereka dan laki-laki.
  • Equal right act (1964), undang-undang mengenai kesamaan hak.antara perempuan dan laki-laki. memiliki arti dan besar bagi wanita dan juga bagi orang kulit hitam. Dalam hal pekerjaan, memiliki peranan yang sangat penting dalam menentang diskriminasi pekerjaan.equal right act, merupakan bentuk penolakan kaum perempuan atas perbedaan yang ada antara perempuan dan laki-laki. Baik dalam bentuk pekerjaan, status yang dimiliki (sudah menikah atau belum), perbedaan pembayaran gaji antara perempuan dan laki-laki.

22. Janet Radcliffe Richards, adalah seorang feminism filsuf inggris yang menyelesaikan studinya di Universitas London. Pemahamannya mengenai feminisme itu sendiri merupakan kejadiaan yang tidak disengaja saat menulis bukunya yang pertama yaitu The Skeptical Feminist (1982). Yang berisi tentang penerapan teori keadilan oleh john rawls bahwa Perempuan dan laki-laki harus mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka.

23. susan moller okin, dalam bukunya genderm justice and the family (1990) menagtakan. ‘negara harus mendukung kepedulian terhadap anak, pola pekerjaan yang fleksibel dan membagi tugas rumah tangga dengan laki-laki’.
Pemikiran okin jika dibandingkan denagn janet merupakan sebuah pemikiran kritik terhadap teori kedilan yang diterapkan oleh john rawls. Jika janet menerapkan maka okin mengkritik teori keadilan john rawls, okin menulis teori ini dari sudut pandang laki-laki yang dia asumsikan memiliki pandangan yang salah mengenai institusi keluarga. Dia percaya bahwa ketidakadilan gender telah menjadi hal yang abadi dalam kehidupan masyarakat. Karena anak-anak memperoleh  atau terbentuknya nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran dari keluarga mereka, dari bagaimana cara keluarga menerapkan perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Krn pemikiran dari ketidak adilan gender tersebut maka dia percaya wanita harus ad dan masuk ke dalam kehidupan di dalam keluarga. Masuk  disini berarti ikut langsung dalam mendidik anak-anak yang nantinya akan menjadi penerus bangsa. Oleh karena hal itu, Negara harus mendukung kepedulian terhadap anak dengan cara melindungi hak-hak perempuan seperti pola pekerjaan yang fleksibel dan kaum lelaki diharapkan dapat berbagi tugas dengan kaum perempuan dalam hal mengurusi rumah tangga.
24. protes feminism liberal:
Protes dari feminism liberal ini sama saja dengan apa yang digaungkan olehbetty dan kawan-kawan tentunya, karena mereka merupakan tokoh-tokoh dr feminis liberal itu sendiri. Protes-protes tersebut masih melingkupi masalah ketidaksamaan upah yang diterima antara buruh laki-laki dna buruh perempuan, eksploitasi modal juga merupakan protes terhadap feminism liberal. Tidak hanya itu, seperti yang dikritik betty dalam bukunya The Feminine Mystique, yang mengkritik perempuan-perempuan yang terlalu mengagung-agungkan pernikahan. Sehingga perempuan terlalu patuh terhadap perintah laki-laki dalam berumah-tangga, sehingga seringkali mengabaikan hal-hal yang telah menjadi hak dalam dirinya. Dan protes yang feminis liberal yang cukup controversial adalah melegalkan lesbisianisme, perempuan tidak harus berhubungan seks dengan lelaki. Karean sebagai suatu bentuk emansipasi, sesama perempuan juga dapat melakukan hubungan tersebut.

“NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA DI INDONESIA” : Bondan Kanumoyoso


TUGAS MERINGKAS BUKU
“NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA DI INDONESIA” : Bondan Kanumoyoso
Oleh : Muhammad Ridho Rachman (0806343973)
Mata kuliah Sejarah Ekonomi Indonesia

MENUJU EKONOMI NASIONAL
            Kegiatan eksploitasi ekonomi Belanda di Nusantara bisa dikatakan telah dimulai sejak masa VOC pada akhir abad ke-17, kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah kolonial Hindia-Belanda hingga berlakunya Undang—Undang Agraria tahun 1870. Namun, masuk masa Politik Etis, kegiatan eksploitasi dilanjutkan oleh pihak swasta-asing (khususnya pemodal-pemodal Belanda).
            Selama periode kemerdekaan (1945—9), para pemimpin politik Indonesia telah mulai mencoba merumuskan konsep tentang ekonomi nasional untuk menggantikan warisan ekonomi kolonial. Secara sederhana, pikiran mereka dibagi dalam dua arus utama, pertama ialah para ekonom pragmatis yang berpandangan bahwa investasi asing, sementara dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Mereka tidak setuju pada ‘para kapitalis jahat’ yang dilakukan para imprealis yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Pandangan kedua mewakili sikap ekonomi yang lebih radikal. Kaum komunis dan nasionalis kiri yang berpendapat bahwa penyitaan asset asinglah yang mampu membebaskan perekonomian Indonesia dari hambatan—hambatan kaum imprealis. Jalan keluar dalam meredam perbedaan pendapat di antara dua kelompok itu dengan kemunculan pendapat untuk memberikan peranan utama kepada negara. Setidaknya, perusahaan—perusahaan negara sajalah yang pada awalnya memiliki sumber daya ekonomi maupun legitimasi politik yang diperlukan untuk menempatkan perekonomian di bawah kontrol nasional. Dalam tahun 1950-an, hampir seluruh pemimpin politik mendukung penguasaan negara atas sektor—sektor ekonomi yang vital. Pada bulan Februari 1950 Presiden Soekarno menyatakan bahwa nasionalisasi merupakan soal bagi masa depan yang jauh di muka. Dan penciptaan perekonomian nasional terlebih dahulu menuntut mobilisasi semua sumber modal, dari dalam maupun luar negeri.
            Di tahun-tahun awal kemerdekaan, Presiden Soekarno membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada tanggal 12 April 1947. Suatu kepanitiaan yang bertugas menyiapkan rencana dan strategi bagi pemerintah dalam menghadapi perundingan dengan Belanda dan penyelesaian persoalan—persoalan pembangunan. Setelah penyerahan kedaulatan pada akhir tahun 1949, masalah—masalah perekonomian yang dihadapi Indonesia kian kompleks. Pada April 1951 Kabinet Natsir mulai melaksanakan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) dengan maksud membimbing berbagai kegiatan pemerintahan di sektor industri, pertanian, dan pengawasan terhadap pembentukkan perusahaan—perusahaan baru. Gagasan ini membutuhkan dukungan dari kelas menengah pribumi yang tangguh. Dalam membangun kelas pribumi ini pemerintah melaksanakan Program Banteng yang dimaksudkan untuk membuka kesempatan bagi para pedagang pribumi membangun basis modal di bawah perlindungan proteksi pemerintah.
            Dalam rentang periode Parlementer, secara garis besar terdapat dua fase yang memperlihatkan perbedaan yang kontras dalam pelaksanaan Program Banteng. Fase pertama adalah masa kekuasaan tiga kabinet awal yang menitikberatkan pada rasionalitas dan juga lebih realistis dalam merencanakan program kebijakan. Fase kedua Program Banteng yang titik tolaknya dengan terbentuknya Kabinet Ali Sastroamidjojo yang pertama. Kabinet Ali mulai aktif menaikkan posisi Indonesia dalam perimbangan global dengan menempatkan Indonesia sebagai salah satu pelopor pemimpin negara—negara dunia ketiga. Di dalam negeri, Ali mengambil langkah tegas, jika pada awal tahun 1953 para importir pribumi hanya menerima 37,9 % dari total ekspor-impor, maka mereka menerima 80-90 % pada bulan ke-14 Kabinet Ali. Jumlah importir pribumi juga meningkat pesat. Kelompok Benteng yang berjumlah 700 perusahaan pada awal kabinet, hingga bulan November 1954 jumlahnya meningkat sampai 4000-5000 perusahaan. Namun, justru dalam masa pemerintahan Kabinet Ali I, timbul inflasi serius yang mengakibatkan perekonomian menjadi semakin kurang produktif.
            Pada kenyataannya, mulai tahun 1957 keamanan nasional mulai memburuk akibat berbagai pergolakan di daerah. Dengan terjadinya pergolakan tersebut, telah menyebabkan terputusnya hubungan antara pusat dengan daerah dan meningkatkan kegiatan penyelundupan barang ke luar negeri. Dalam situasi demikian, tuntutan—tuntutan ekonomi yang bercorak radikal terus meraih dukungan politik, terutama akibat berlanjutnya dominasi perusahaan—perusahaan Belanda terhadap perekonomian. Keadaan tersebut mengakibatkan pudarnya pengaruh kaum politisi moderat yang sejauh ini telah mendominasi kebijakan-kebijakan ekonomi.
            Masa pemerintahan di awal tahun 1950-an ditandai dengan adanya ketimpangan anatara harapan dnegna realita yang dihadapi. Proram—program pembangunan ekonomi seperti RUP dan Program Benteng telah dilaksanakan dalam kondisi ekonomi dengna tingkat kemakmuran yang rendah. Situasi ini memperlihatkan bahwa periode Demokrasi Parlementer, jalannya perubahan struktur ekonomi lebih bersifat evolusioner ketimbang revolusioner.
            Sejak masa kolonial Hindia-Belanda, pembangunan berjalan timpang antara Pulau Jawa dengan pulau—pulau di luar Jawa. Jawa menjadi daerah yang paling maju di sektor infrastruktur pemerintahan, pendidikan, sistem perhubungan, dan sebagainya. Kondisi di luar Jawa sangat jauh dibandingkan dengan kondisi di Pulau Jawa. Situasi tersebut secara potensial telah menyulut ketegangan, karena penduduk di luar Pulau Jawa yang memproduksi barang ekspor merasa dieksploitasi oleh orang Jawa.
            Pertengahan tahun 1950-an, ketidakpuasan yang semakin besar telah mendorong para panglima daerah, terutama di Sumatera Utara dan Indonesia Timur, melakukan penyelundupan barang—barang komoditi. Ketegangan ini akhirnya berujung pada pergolakan daerah yang dikenal dengan PRRI di Sumatera dan PERMESTA di Sulawesi. Pergolakan tersebut juga menunjukkan adanya konflik politik antara tokoh—tokoh daerah dengan pusat, dan memperlihatkan bahwa pembangunan integrasi ekonomi nasional lebih merupakan harapan ketimbang kenyataan.
            Modal asing sebelum tahun 1930, sebagian besar bergerak di bidang perkebunan dan pertambangan yang memang membawa keuntungan besar. Investasi yang masuk tersebut merambah ke bidang—bidang selain perkebunan dan pertambangan. Sumber utama investasi asing kebanyakan berasal dari negeri Belanda. Maksudnya tidak lain adalah untuk melayani negara induk dalam perekonomian di tanah jajahan.
            Sampai akhir tahun 1957, sektor ekonomi modern Indonesia masih dikuasai oleh modal Belanda. Keadaan ini mendatangka frustasi bagi sebagian besar pemimpin Indonesia. Upaya untuk mewujudkan ekonomi nasional akan selalu terhalang selama modal asing, dalam hal ini Belanda, masih beroperasi di Indonesia. Salah satu jalan keluar yang dipikirkan untuk mengakhiri dominasi perusahaan Belanda ialah dengan jalan melakukan nasionalisasi. Namun, untuk melakukan nasionalisasi dibutuhkan suatu alasan yang kuat yang dapat dijadikan dasar legitimasi. Momentum itu didapat dengan semakin memburuknya hubungan Indonesia dengan Belanda berkaitan dengan masalah Irian Barat.
            Masalah Irian Barat terus diperjuangkan oleh Indonesia, setelah dibohongi oleh Belanda di Perjanjian KMB. Indonesia terus berusaha mencari cara mendapatkan suatu dukungan dari berbagai pihak soal penyelesaian masalah Irian Barat. Salah satunya usaha untuk mengangkat isu ke dalam Sidang Umum PBB pada Desember 1954. Namun, isu Irian Barat gagal masuk ke dalam agenda pembahasan Sidang Umum PBB karena tidak memenuhi 2/3 total pemungutan suara. Indonesia tetap konsisten mencari dukungan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Salah satunya lewat Konferensi Asia-Afrika, April 1955. Negara-negara Asia-Afrika menyatakan mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat.
            Dalam Sidang Umum PBB bulan November 1957, PBB kembali menolak resolusi Indonesia yang menghimbau agar Belanda mau merundingkan kembali masalah Irian Barat. Padahal sebelum pelaksanaan pemungutan suara untuk resolusi tersebut, Presiden Soekarno telah memperingatkan bahwa Indonesia akan mengambil langkah-langkah yang akan mengguncang dunia apabila resolusi itu gagal. Terbukti, pada tanggal 1 Desember 1957 pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan aksi mogok selama 24 jam terhadap perusahaan—perusahaan Belanda di Indonesia. Tindakan inilah yang mengawali aksi nasionalisasi perusahaan—perusahaan Belanda secara besar—besaran.
PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN BELANDA
            Pada masa kolonial Hinda-Belanda, sektor ekonomi modern Indonesia sebagian besar dikuasai modal asing, khususnya Belanda. Sektor ekonomi modern yang dikembangakan oleh modal asing ini terutama terpusat pada perkebunan, industri ekstraktif, dan kegiatan—kegiatan yang berkaitan lainnya. Kegiatan ekonomi itu mengalami kemunduran pada masa pendudukan Jepang. Keadaan itu tidak mengalami perubahan sampai Indonesia mendapat penyerahan keadaulatan dari Belanda pada tahun 1949.
            Sikap pemerintah Indonesia terhadap modal asing sepanjang tahun 1950-an sangat kuat dipengaruhi pengalaman masa kolonial Hindia-Belanda. Pandangan yang berlaku terhadap modal asing, terutama modal Belanda, secara umum melihat kehadiran mereka sebagai penghambat bagi terwujudnya kedaulatan di bidang ekonomi. Dalam situasi demikian, mengemuka pendapat yang mendesak pemerintah Indonesia untuk secara bertahap mengurangi dominasi perusahaan—perusahaan Belanda dan sekaligus mendorong munculnya perngusaha—pengusaha pribumi. Masih bercokolnya modal asing menjadi sangat pelik dan dilematis. Perusahaan—perusahaan itu masih tetap beroperasi karena Indonesia terikat komitmen yang tercantum dalam KMB. Meskipun demikian, tekanan politik terus diberikan dengan mengeluarkan kebijakan—kebijakan yang pro-pribumi, salah satunya ialah Program Benteng yang ditujukan mengurangi dominasi perusahaan—perusahaan Belanda khususnya the big five.
            Kasus lahan tembakau Tanjung Morawa di Sumatera Utara dan masalah pertambangan minyak dan gas di Sumatera Timur dan Aceh merupakan akumulasi tuntutan buruh hingga mereka secara bersama menduduki perusahaan milik Belanda itu. Telah diketahui tidak ada bukti yang menjamin jika sektor—sektor ekonomi yang penting dikuasai modal asing, mereka akan membantu pemerintah dalam mengatasi kesulitan—kesulitan ekonomi dalam negeri. Modal asing dinilai tidak memiliki kepentingan yang kuat terhadap kondisi ekonomi dalam negeri.
Sebaliknya nasionalisasi perusahaan—perusahaan tidak menjamin bahwa jalannya sektor ekonomi akan menjadi lebih baik. Namun dengna didasari pertimbangan tentang kedaulatan ekonomi nasional sulit ditegakkan tanpa melakukan nasionalisasi, maka langkah tersebut mendapat dukungan luas dari seluruh lapisan masyarakat. Kabinet Ali I menandai awal dari kebijakan pemerintah mengenai masalah modal asing. Hal ini terlihat antara lain dari usaha Indonesianisasi yang lebih intensif. Misalnya peran pengusaha pribumi yang lebih besar dalam berbagai sektor ekonomi.
Kondisi ekonomi pasca penyerahan kedaulatan memang menitikberatkan unsur—unsur nasional dengan merombak struktur yang saat itu masih bercorak kolonial. Upaya awal yang dilakukan dengan mendirikan perusahaan—perusahaan negara dan megambil alih perusahaan—perusahaan Belanda yang memiliki usaha terkait kepentingan umum. Proses pengambilalihan secara hukum telah diatur pada tahun 1920 dalam Onteigeningsordonanntie (peraturan penyitaan hak milik). Yang langsung diserahkan dalam bentuk perusahaan ialah PLN dan Jawatan Kereta Api. Pengusahaan pengalihan teknologi dalam dibidang penerbangan domestik, pemerintah bekerja sama membentuk GIA dengan mengambil alih semua aset dari perusahaan Belanda KNILM dan KLM). Kemudian pengalihan monopoli perusahaan pelayaran antarpulau oleh KPM kepada PELNI yang berjalan tidak mulus.
Peristiwa pemogokan nasional yang dilakukan pada tanggal 1 Desember 1957 oleh buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda dan pemutusan seluruh transfer keuangan—keuangan perusahaan—perusahaan Belanda dibekukan merupakan tindakan keras yang mengancam perusahan Belanda. Pengambilalihan kantor pusat KPM dan bank—bank milik Belanda di Jakarta yang dilakukan oleh serikat buruh dilakukan tidak terkendali, namun bisa diatasi. Seluruh perusahaan itu diambil alih oleh Angkatan Darat untuk menghindari jatuhnya perusahaan—perusahaan tersebut ke tangan komunis.
Selain pengambilalihan perusahaan—perusahaan Belanda, juga adanya upaya pengusiran warga negara Belanda. Tercatat Menteri Kehakiman pada awal bulan Desember mengumumkan bahwa ada 50.000 warga neara Belanda yang diusir atau dipulangkan.
Pada tahun 1958 Kantor Urusan Ekspor (KUE) mengeluarkan peraturan larangan ekspor barang—barang Indonesia ke Belanda dan penggunaan mata uang gulden dalam transaksi ekspor-impor. Sehingga dari data statistik terlihat bahwa ekspor Indonesia ke Belanda tinggal kelapa sawit, tembakau, dan teh yang sudah sangat berkurang.
Undang—Undang nasionalisasi yang baru disahkan pada tanggal 27 Desember 1958. Dalam UU tersebut ditetapkan bahwa perusahaan—perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah RI menjadi milik penuh dan bebas negara RI. Salama ini ada dua pandangan dalam menilai latar belakang dan proses pengambilalihan perusahaan—perusahaan Belanda. Pertama, peristiwa pengambilalihan perusahaan—perusahaan Belanda merupakan kejadian yang sama sekali tidak direncanakan sebelumnya. Pandangan ini diperkuat oleh tidak adanya suatu program pemerintah yang mengatur pelaksanaan pengambilaliha.
Kedua, pemerintah berada di belakang aksi pengambilalihan tersebut. Suatu scenario telah dirancang, di mana rakyat yang marah merebut fasilitas yang kemudian ditempatkan oleh pemerintah dalam penjagaan perlindungan. Pandangan ini diperkuat oleh pernyataan Presiden Soekarno, bahwa pengambilalihan tersebut diprakarsai oleh dirinya sendiri.

TERBENTUKNYA KESEIMBANGAN YANG BARU
            Tindakan pengambilalihan terhadap perusahaan—perusahaan Belanda telah mendatangkan reaksi dari berbagai pihak. Dampak dari pengambilalihan tersebut telah menyebabkan berakhirnya dominasi modal Belanda dalam ekonomi modern Indonesia. Perkembangan baru ini tentu berdampak besar terhadap situasi politik dan ekonomi saat itu.
            Meskipun demikian, tindakan pengambilalihan tidak sepenuhnya mendapatkan sambutan yang baik. Bagaimanapun juga pengambilalihan perusahaan—perusahaan Belanda tersebut telah dilakukan tanpa suatu persiapan yang matang. Tidak ada suatu program terencana yang disiapkan, pengambilalihan terjadi tanpa terkendali.
            Berbagai reaksi terhadap pengambilalihan dari kalangan politisi nasional. Dalam keterangan resminya, Perdana Menteri Djuanda menyatakan: dengan adanya pengambilalihan hanya tersedia dua kemungkinan bagi Belanda, pertama, menyerahkan Irian Barat dan mengadakan hubungan normal dengan Indonesia; kedua, tetap bersikeras menduduki Irian Barat, tetapi kepentingannya di Indonesia dilikuidasi sama sekali. Tanggapan yang diperlihatkan pemerintah Belanda adalah sikap keras kepala. Mereka tidak menanggapi tekanan yang diberikan Indonesia dengan serius. Di dalam negeri sendiri, tanggapan kritis terhadap pengambilalihan datang dari Sjafruddin Prawiranegara, Gubernur BI 1953—1958, dan Muhammad Hatta. Dengan demikian pengambilalihan perusahaan—perusahaan Belanda pada bulan Desember 1957 telah mendatangkan banyak reaksi dari berbagai pihak. Mereka yang tidak setuju berargumen bahwa tindakan tanpa perencanaan ini dapat menyebabkan Indonesia terjerumus ke dalam kesulitan—kesulitan ekonomi. Di sisi lain, di kalangan yang mendukung perusahaan—perusahaan Belanda mengatakan sikap itu merupakan upaya mendapatkan kemerdekaan secara ekonomi yang pada tahun 1945 hanyalah berupa kemerdekaan politik.
            Dampak pengambilan perusahaan—perusahaan Belanda, secara umum menurunkan tingkat ekspor-impor karena kesukaran—kesukaran dalam menangani perusahan—perusahaan besar. Akibat yang lebih parah adalah mengakibatkan kekacauan dalam bidang ekonomi karena tidak adanya program yang terencana. Contohnya adalah pengambilalihan perusahaan KPM yang membawa dampak ekonomi yang luas dan mendalam.
Semua permasalah yang berkaitan dengan pengambilalihan itu masih ditambah lagi oleh protes keras para pengusaha Belanda yang perusahaannya diambil alih. Para pengusaha mendesak agar hak milik mereka diberi ganti rugi. Departemen Luar Negeri menjawab dengan menyatakan bahwa yang dilakukan tidaklah berarti penyitaan atau nasionalisasi. Sedangkan tindakan yang dilakukan adalah sesuai dengan peraturan keadaan darurat perang yang berlaku. Dengan melihat kekacauan ekonomi yang terjadi sebagai akibat dari pengambilalihan perusahaan—perusahaan Belanda, pemerintah mencarikan jalan keluarnya yakni dengan cara mendirikan perusahaan—perusahaan baru milik negara yang diharapkan akan berfungsi untuk mewakili kepentingan rakyat.
Dengan diambilnya keputusan menasionalisasikan perusahaan—perusahaan Belanda selanjutnya muncul dua masalah yang harus segera dipecahkan. Pertama, masalah perusahaan—perusahaan mana saja yang patut dinasionalisasikan; kedua, masalah pembayaran ganti rugi. Dalam memutuskan perusahaan—perusahaan Belanda mana yang patut dinasionalisasikan, sebagian masyarakt berpendapat agar nasionalisasi dibatasi pada perusahaan—perusahaan Belanda yang dianggap vital bagi kepentingan negara dan rakyat banyak. Sedangkan untuk masalah ganti rugi, sebagian besar masyarakat berpendapat dan pemerintah sepakat bahwa selayaknya ganti rugi akan dilakukan setelah tercapainya kesepakatan penyelesaian Irian Barat. Karena beragamnya bidang usaha perusahaan—perusahaan Belanda yang diambil alih, maka pemerintah kemudian membentuk badan koordinasi dengan tugas membina perusahaan—perusahaan yang sudah diambil alih yakni BANAS yang di dalamnya bernaung empat badan usaha dalam bidang farmasi, perkebunan, perdagangan, dan industri & tambang.
Dalam perubahan tersebut, pemerintah mengharapkan kepentingan umum aka dapat lebih terlayani. Perusahaan-perusahaan itu tidak digerakkan oleh motif mencari keuntungan, namun lebih didorong oleh fungsi sosial untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, pelaksanaan nasionalisasi yang secara resmi diberlakukan perusahaan—perusahaan Belanda yang telah diambil alih mengakhiri peran istimewa Belanda dalam perekonomian Indonesia. Dapat dikatakan dominasi Belanda dalam perekonomian Indonesia telah berakhir sejak diberlakukannya Undang—Undang Nasionalisasi No.86 tahun 1958.